Media sosial saat ini menjadi media informasi penting dan banyak hal yang dapat dijadikan bahan awal pemberitaan. Isu yang saat ini sedang marak beredar di media sosial adalah wacana atau rencana Pemerintah/Presiden Joko Widodo meminta maaf terhadap keluarga korban Partai Komunis Indonesia (PKI). Sebenarnya isu ini mulai berkembang sejak Agustus lalu, dimana beberapa media mainstream memberitakan bahwa Presiden Jokowi akan meminta maaf kepada keluarga PKI dalam pidato kenegaraan 15 Agustus lalu. Benar atau tidaknya, jadi atau tidaknya wacana tersebut terlanjur ramai diperbincangkan di dunia maya. Hal ini telah menimbulkan pro – kontra di tengah masyarakat.
Beberapa pihak menyatakan mendukung rencana tersebut dengan anggapan untuk mengungkap kebenaran dan keadilan masa lalu sebagai bagian dari pelurusan sejarah. Sementara pihak yang menolak menilai bahwa permintaan maaf kepada keluarga korban PKI akan menyemangati kelompok aliran komunisme tersebut untuk bangkit kembali dengan berlindung di bawah payung HAM dan demokrasi. Selain itu juga akan menyemarakkan keluarga dari korban separatis lain untuk meminta hal serupa, seperti OPM, GAM, DI/TII, RMS, PERMESTA, dan lain-lain. Namun, jika berpikir out of the box, masyarakat tidak berusaha mencari tahu siapa yang menyebarkan berita tersebut. Apakah berita itu benar atau tidak.
Masyarakat Indonesia saat ini cenderung menelan mentah – mentah isu yang beredar di media massa, terutama media sosial. Tanpa berusaha mencari tahu kebenaran sebuah berita, para netizen menyebarkan berita tersebut di akun media sosial miliknya. Kondisi masyarakat yang mudah terprovokasi ini tentunya dimanfaatkan oleh pihak – pihak yang memiliki kepentingan tertentu, salah satunya yang bertujuan untuk mendiskreditkan pemerintah. Banyak informasi yang belum diketahui kebenarannya disebarkan secara berantai di media sosial Facebook, Twitter, dan Path, yang isinya menimbulkan polemik di masyarakat.
Namun di sisi lain, yang seharusnya paling bertanggung jawab adalah pihak yang menyebarkan informasi – informasi tersebut. Terkait dengan wacana permintaan maaf Presiden Joko Widodo kepada keluarga korban PKI, setelah munculnya isu tersebut pada bulan Agustus lalu, pada Selasa (29/9/2015) kembali beredar pesan berantai mengenai agenda pertemuan Presiden Jokowi dengan keluarga PKI dan Gerwani seluruh Indonesia di Gelora Bung Karno, Jakarta. Dalam pesan tersebut disebutkan bahwa salah satu agenda pertemuan itu adalah Presiden Joko Widodo akan mewakili pemerintah Indonesia untuk meminta maaf pada keluarga PKI dan Gerwani. Hal ini tentunya tidak hanya menimbulkan keresahan di tengah masyarakat saja, melainkan juga di Istana.
Sekretaris Kabinet Pramono Anung merasa ada pihak tertentu yang berusaha mendiskreditkan Presiden Joko Widodo dengan menyebarkan isu tersebut. Pramono menegaskan, Presiden Joko Widodo tidak pernah memiliki niat untuk meminta maaf kepada keluarga PKI, bahkan isu permintaan maaf kepada keluarga PKI itu tidak pernah disinggung dalam rapat bersama para menteri terkait. Presiden pun tidak pernah membahas mengenai permintaan maaf, baik di dalam rapat maupun secara terbuka. Menurutnya, fitnah tersebut berbahaya jika dibiarkan, karena selain menimbulkan keresahan di tengah publik, isu tersebut tidak sesuai dengan kenyataan. Pihak Istana dan kepolisian juga telah mengantongi nama pelaku yang menyebarkan berita tersebut, dan pihak Istana juga telah memberi peringatan penting agar penyebar undangan tidak mengulangi perbuatannya di kemudian hari.
Sampai saat ini belum pernah ada permintaan maaf secara resmi, baik dari ormas maupun TNI kepada kepada PKI maupun korbannya. Mantan Presiden Gus Dur, pernah dikabarkan meminta maaf kepada PKI, namun kabar tersebut diklarifikasi oleh asisten pribadi Gus Dur, Al Sastrow Ngatawi. Menurutnya, dialog permintaan maaf itu antara dua sahabat, yaitu Gus Dur dan Pramudya Ananta Toer (sastrawan/mantan tahanan politik pada 1999).
Masalah PKI hingga saat ini masih menjadi isu yang sensitif. Hal ini sengaja dimanfaatkan oleh pihak – pihak yang tidak bertanggung jawab untuk membuat resah publik dan mendiskreditkan pemerintah, apalagi isu tersebut berkembang bertepatan dengan peringatan G30S PKI dan Hari Kebangkitan Pancasila. Karena jika Presiden Joko Widodo memberikan permintaan maaf, maka akan menciptakan konflik sosial di tengah masyarakat, terlebih lagi beberapa ormas sudah menyarakan ‘perang’ jika Presiden memberi maaf terhadap kekejaman PKI. Penyebaran isu terkait rencana permintaan maaf Presiden Joko Widodo terhadap keluarga PKI ini sudah mengarah ke fitnah. Siapapun pelakunya harus segera diproses hukum karena perbuatannya telah menimbulkan keresahan dalam masyarakat dan jika dibiarkan berlanjut, isu serupa akan kembali tersebar di media massa serta akan menimbulkan keresahan lagi di masyarakat dan pemerintah.
Dalam menanggapi fenomena penyebaran isu di media massa, khususnya media sosial, publik diharapkan jangan mudah terprovokasi sebelum mencari sumber informasi tersebut. Jangan sampai informasi di media sosial ditelan mentah – mentah untuk dijadikan bahan pemberitaan. Dalam hal ini pers bertugas untuk mengecek kembali kebenaran atas data dan fakta yang tersaji. Kalangan pers juga harus mewaspadai informasi di media sosial, karena bisa jadi informasi itu berisi hal – hal provokatif. Masyarakat sebagai pemirsa dan pengguna internet juga diharapkan menjadi smart reader agar tidak mudah terprovokasi dengan informasi – informasi di media sosial yang sengaja disebarkan oleh pihak – pihak tidak bertanggung jawab, yang belum pasti kebenarannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H