Lihat ke Halaman Asli

RIKA ANDRIYANI

Mahasiswa S-1 Perencanaan Wilayah dan Kota Universitas Jember

APBN Indonesia? Beginilah Pembahasannya

Diperbarui: 7 April 2022   22:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Seperti yang sering kita dengar APBN merupakan singkatan dari ‘Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara’. Dalam singkatannya ini terdapat kata anggaran dan jika kita telusuri lagi, berdasarkan KBBI kata anggaran ini memiliki arti: perkiraan, perhitungan, aturan, taksiran mengenai penerimaan dan pengeluaran kas yang diharapkan untuk periode yang akan datang, atau rencana penjatahan sumber daya yang dinyatakan dengan angka, biasanya dalam satuan uang. Ini berarti, APBN merupakan taksiran negara dalam bentuk aturan penerimaan dan pengeluaran uang negara yang kemudian diberlakukan dalam periode tertentu. Dalam konteks negara kita saat ini APBN dirancang untuk kemudian diberlakukan dalam satu tahun periode yaitu 1 Januari sampai dengan 31 Desember. Pemberlakuan periode waktu APBN ini telah ditetapkan mulai tahun 2000. Sebelum itu APBN berlaku dari 1 April sampai 30 Maret.

Mengapa APBN perlu direncanakan? APBN ini dijadikan acuan dalam penggunaan anggaran negara agar pendapatan dan belanja negara dialokasikan sesuai dengan porsinya. Pengalokasian APBN tentunya telah direncanakan dengan persetujuan DPR.

Dari mana asal pendapatan negara? Tentunya ada banyak cara negara mendapatkan uang untuk pembangunan. mulai dari dana hibah, keuntungan BUMN, pajak, hutang ke negara lain, hingga pencetakan uang sendiri. Perlu digaris bawahi pencetakan uang dapat menyebabkan harga barang menjadi naik dan nilai uang menjadi turun atau orang sering menyebutnya ‘inflasi’. Menurut data Laporan Keuangan Pemerintah Pusat tahun 2019, pendapatan negara paling banyak bersumber dari hasil pajak negara. Untuk pendapatan secara detailnya tentunya telah diatur dalam APBN yang direncanakan untuk digunakan pertahunnya.

Mengapa negara sampai berhutang? Utang negara tidak bisa disamakan dengan utang kita. Utang negara ditujukan untuk pembangunan ekonomi Indonesia agar menjadi lebih baik. Banyak orang-orang menghebohkan soal utang negara padahal utang di negara-negara lain yang lebih maju dari Indonesia seperti Amerika Serikat dan Jepang memiliki utang lebih banyak dibandingkan hasil/pendapatan yang negara tersebut peroleh. Utang di Indonesia terbilang masih bisa diseimbangkan dengan hasil pendapatan yang diperoleh. Dari sini dapat dilihat bahwa utang negara tidaklah selalu buruk dan bahkan malah diperlukan. 

Belanja negara dalam bentuk apa saja? Dalam KBBI, belanja berarti: uang yang dikeluarkan untuk suatu keperluan; ongkos; biaya. Mode pembangunan negara kita adalah desentralisasi. Sehingga negara mengalokasikan dana belanja untuk pemerintah pusat dan daerah. Seperti contohnya, APBN kita tahun 2021, sebesar 71% dialokasikan untuk belanja pemerintah pusat dan 29% transfer ke daerah dan Dana Desa. Untuk lebih lanjutnya mengenai klasifikasi belanja negara telah diatur dalam UU No. 17 Tahun 2003. Dalam pengeluaran dana belanja negara tentunya tidak lepas dengan pembiayaan pembangunan yang digunakan untuk membangun jalan, jembatan, bandara, pelabuhan, pembangkit listrik, memajukan pendidikan seperti sekolah gratis dan meningkatkan layanan kesehatan. Dengan ini negara diharapkan dapat memajukan perekonomian nasional serta menciptakan lapangan kerja baru dengan masyarakat yang sejahtera.

Setelah memahami bagaimana APBN Indonesia, disini saya akan membahas mengenai kasus-kasus yang terjadi. Menurut Ministry of Finance Republic of Indonesia, banyak warga negara Indoensia yang memilih menyimpan dan menginapkan uangnya diluar negeri. Rata-rata mereka memiliki kekayaan penghasilan miliaran rupiah setiap tahunnya. Kebanyakan dari mereka menyimpan uangnya di luar negeri, seperti Swiss, Singapura, dan Hongkong. Mengapa demikian? Contohnya, di bank Swiss terkenal dengan system ekonominya yang stabil dan ketat. System perbankan disana cenderung kebal dari bencana global dan perang. Mereka mengamankan uangnya disana, karena Bank di Swiss sangat menjaga kerahasiaan nasabahnya dengan sangat ketat. Tak sedikit dari mereka menggunakan kesempatan ini agar kekayaan mereka tersembunyi sehingga bebas dari pajak nasional. Padahal jika masyarakat patuh membayar pajak mereka bisa membantu menjalankan program pemerintah agar cepat terealisasi. Karenanya, pemerintah membuat kebijakan baru yang mulai berlaku di Indonesia pada 31 Maret 2017 setelah disahkannya UU No.11 Tahun 2016 yaitu Tax Amnesti atau Amnesti Pajak yang dikhususkan bagi mereka yang lalai membayar pajak.

“saat pelaksanaan Tax Amnesty Jilid I berlangsung, dari target 10 juta peserta yang ikut, hanya 1 juta yang mengikuti tax amnesty”, ungkap Wakil Ketua Umum Kebijakan Fiskal dan Publik Kamar Dagang dan Industri (Kadin), Suryadi Sasmita. Menurut Suryadi mereka khawatiran kebijakan tersebut hanyalah jebakan pemerintah sehingga masih banyak orang yang mengamankan harta kekayaannya di luar negeri. Tetapi juga ada dari mereka yang menyimpannya dalam bentuk investasi bisnis bukan karena sengaja disembunyikan. Namun, mereka melihatnya sebagai peluang usaha.

"Jadi, kalau bilang ada banyak atau tidak, ya banyak. Tapi, bukan berarti itu kekayaan yang hitam (ilegal). Kalau aset (pengusaha nasional) di luar negeri banyak yang putih," ujar suryadi saat dihubungi CNBC Indonesia Senin (1/11/2021).  

Jadi dapat dilihat bahwa orang-orang yang mengalokasikan uangnya ke luar negeri memliki 2 kemungkinan, yaitu memang karena mereka ingin berinvestasi tanpa adanya alasan negative lain, atau mereka menyimpan uangnya di luar negeri supaya tidak dilacak dan tidak diketahui untuk menghindari membayar pajak.

Mengapa disini menyinggung Bank Swiss? Menurut literasi-literasi yang telah saya baca, regulasi perbankan di negara Swiss berbeda dengan negara kita atau negara lainnya. Tarif pajak di Swiss tergolong rendah, bahkan hingga nol persen. Adanya perjanjian MLA (Mutual Legal Assistance) antara Konfederasi Swiss dengan Republik Indonesia pada 4 Februari 2019 diharapkan ‘orang penting’ atau siapapun yang menyimpan asetnya di Swiss dapat terlacak oleh pemerintah apabila terindikasi tindak kejahatan. Misalnya: dana hasil korupsi yang sering disembunyikan oleh ‘orang-orang penting’ itu.  

Selain kasus diatas, orang juga sering meributkan soal pendapatan non pajak negara yakni meributkan kekayaan Indonesia yang dikuasai oleh asing yang menurut mereka seharusnya negara sendirilah yang boleh mengusainya. Padahal fakta sebenarnya tetaplah kekayaan itu adalah milik negara dan menjadi hak kita, bukan milik perusahaan asing swasta. Seperti yang telah tercantum dalam UUD 1945 pasal 33 yang isinya “Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, dikuasai negara. Dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”  Kerjasama asing bisa dijalin oleh BUMN, peran BUMN inilah yang dibutuhkan agar tetap terjadi mutualisme karena sebenarnya kita tidak mau terlalu bergantung pada asing untuk memajukan ekonomi kita. Negara yang telah berhasil maju menerapkan hal ini adalah Cina dan Swedia.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline