Tenaga Kesehatan atau Nakes merupakan sebuah profesi yang mulia selain guru. Banyak dorongan yang mendukung nakes untuk diperhatikan oleh pemerintah seiring dengan pembangunan ekonomi yang terus dimajukan.
Pembangunan kemanusiaan khususnya di sektor kesehatan berkaitan erat dengan ketersediaan tenaga medis di Indonesia. Sebelum membahas lebih jauh, jumlah tenaga kesehatan di Indonesia mengalami kenaikan pesat seiring faktor bonus demografi. Hal ini tidak dibarengi dengan alur distribusi yang merata. Alhasil, Indonesia di wilayah Timur mengalami kekurangan tenaga kesehatan. Permasalahan yang terjadi ini erat dengan istilah "Ketimpangan".
Kontestasi politik di tahun 2024 ini memicu beberapa calon presiden untuk melontarkan ragam janji terkait dengan tenaga kesehatan. Isi ketimpangan nakes ini pun sebenarnya sudah ditanggapi oleh masing-masing paslon. Ada yang menawarkan program bantuan beasiswa nakes, kenaikan gaji nakes, program satu desa satu nakes, dan masih banyak lagi.
Namun, untuk menjawab persoalan ketimpangan dan kesejahteraan nakes harus berpikiran rasional dan tentu memerlukan solusi yang komprehensif. Permasalahan jelas disebabkan oleh faktor-faktor lain misalnya ketersediaan lapangan kerja yang minim, birokrasi yang tak efisien dan pemerhatian yang tidak sesuai target oleh kementerian terkait.
Padahal, Wilayah geografis Indonesia yang luas dan jumlah penduduk yang besar memberikan tantangan berat bagi sektor kesehatan. Menyadari bahwa jumlah penduduk Indonesia yang memiliki total 273,8 juta jiwa membuat Indonesia membutuhkan tenaga kesehatan yang sangat banyak dan tentu harus bersifat "adil".
Lantas, tiap kebutuhan dan ketersediaan dokter umum, bidan, perawat dan tenaga kesehatan lainnya harus memiliki indikator tersendiri. Misalnya pemerataan jumlah dokter yang menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memiliki nilai ideal 1:1.000, maka tidak cukup hanya 100 ribu dokter di Indonesia. Melihat negara tetangga seperti Singapura, Brunei maupun Malaysia, jumlah yang ditentukan tersebut sebenarnya tidak sebanding dengan persebaran penduduk di Indonesia. Penduduk Indonesia dalam hal ini sangat banyak dan jelas memiliki permasalahan sektoral.
Meskipun negeri ini masih kurang dari sisi jumlah ideal tenaga kesehatan di tiap wilayahnya, kuantitas tenaga kesehatan saat ini telah mengalami peningkatan signifikan dari masa sebelumnya.
Pada tahun 2018, jumlah dokter di Indonesia masih 118.300 orang, tetapi saat ini telah bertambah lebih dari 20.000 dokter dalam kurun waktu lima tahun terakhir. Jumlah perawat Indonesia pada akhir tahun 2023 mencapai 1.327.325 orang. Belum lagi tenaga kesehatan lain seperti bidan, apoteker, radiologi dan lain-lain.
Melihat hal tersebut, pembangunan sektor kesehatan berkaitan erat dengan ketersediaan tenaga medis di Indonesia. Jumlah tenaga kesehatan cenderung meningkat, tetapi distribusinya masih terkendala karena belum merata di seluruh Indonesia. Salah satu penyebabnya adalah ketimpangan tingkat kesejahteraan di sejumlah wilayah, misalnya di wilayah yang memiliki gaji minimum yang kecil dan beberapa alasan kesejahteraan lain.
Lembaga Center for Indonesia's Strategic Development Initiatives (CISDI) dalam Buku Putih Pembangunan Sektor Kesehatan Indonesia 2024-2034: Merancang Masa Depan Kebijakan dan Pelayanan Kesehatan mengungkap bahwa ketimpangan tenaga kesehatan erat dengan masalah lain. Ketimpangan ini juga merugikan masyarakat secara umum. Pelayanan kesehatan yang kurang memadai dan optimal jelas menimbulkan masalah baru.