Lihat ke Halaman Asli

Rika Salsabila Raya

Jurnalisme dan ibu dua anak

Mengenal Grassroots Movement Power di Era Pemilu 2024

Diperbarui: 4 Januari 2024   08:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ANTARA FOTO/INDRIANTO EKO SUWARSO

Kemewahan kampanye dengan sederet artis ibukota memang ditunggu, bukan diskusi publik yang berisi argumen ilmiah yang ditutup dengan resolusi.

Pemilu di tahun 2024 semakin dekat, masyarakat di era informasi yang mumpuni ini rasa-rasanya tak mungkin ketinggalan tiap berita yang dihimpun media massa. Manuver dan akrobat politik yang dibuat tiap paslon (Pasangan Calon) tidak jarang menimbulkan kehebohan dalam respon publik, misalnya soal membahas masa depan IKN. Tiap paslon tentu memiliki agenda masing-masing dan memiliki tujuan yang sama yaitu, menggaet suara dari akar hingga pucuk tertinggi dari masyarakat. 

Dilansir dari KPU, jumlah pemilih di tahun 2024 mengalami kenaikan signifikan seiring mendekati era bonus demografi yang didominasi pemilih muda. Jika dikalkulasikan, 204,8 juta masyarakat dalam dan luar negeri akan menjadi pemilih di pemilu tahun 2024, jumlah yang sangat fantastis.

Lantas, apa yang dimaksud Grassroots Power dalam pemilu? 

Mengenai Grassroots, berasal dari kata Bahasa Inggris yang diartikan sebagai akar rumput, hal ini merujuk terhadap penggunaan akar yang direfleksikan sebagai pemilih yang berasal dari golongan masyarakat yang memiliki struktur garis paling bawah, kayaknya wong cilik dalam istilah masyarakat umum.

Istilah Grassroots juga memiliki ragam pemakaian, misalnya dalam melakukan kampanye politik, penggunaan istilah Grassroots membawa peran "Orang atau kelompok kecil" yang bertujuan untuk membawa gerakan ke pihak yang sama, orang seperti mereka. Grassroots marketing dalam kampanye sama-sama memiliki sisi perspektif bisnis di dalamnya, contohnya bertujuan dalam upaya menarik masyarakat menjadi pihak setia yang juga melibatkan masyarakat lainnya. Hal ini memiliki dampak besar karena membawa movement atau gerakan yang berhubungan dengan minat masyarakat dalam memilih paslon. 

Istilah Grassroots erat dengan masyarakat desa di wilayah yang diwakili dengan lebih banyaknya orang yang dikategorikan bukan generasi muda, begitu juga dengan jenis pekerjaan yang dikategorikan tidak memerlukan pendidikan tinggi.

Maka, jangan terkejut bila suatu wilayah di Indonesia misalnya, memiliki basis pengikut paslon maupun partai berskala besar yang bila di telisik memiliki relasi yang sama baik soal kesamaan suku, pekerjaan, agama atau karena kesamaan menyukai tokoh politik (contoh: Penggemar Jokowi di NTT yang membuat patung Jokowi di desa mereka). 

Dalam kasus berskala internasional, gerakan Grassroots ini pernah berpijak di negeri Ginseng, Korea Selatan. Revolusi Cahaya Lilin di Korea Selatan dari tahun 2016 hingga 2017 adalah bukti nyata bahwa gerakan Grassroots politik tidak mengenal perbedaan golongan di masyarakat, karena hampir semua masyarakat kelas atas-bawah bersatu.

Gerakan Lilin merupakan imbas terungkapnya tindakan tidak bermoral yang dilakukan oleh Presiden Park Geun-hye. Para demonstran mulai berkumpul dan mengadakan acara menyalakan lilin mulai bulan Oktober 2016. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline