Menguak Kegagalan ASI Eksklusif di Indonesia: Tantangan dan Solusi
Air Susu Ibu (ASI) adalah kebutuhan dasar yang penting bagi pertumbuhan optimal bayi. ASI eksklusif, di mana bayi hanya diberi ASI tanpa tambahan makanan atau minuman lainnya selama enam bulan pertama kehidupannya, diakui secara global sebagai standar emas untuk kesehatan bayi. Namun, di Indonesia, capaiannya masih jauh dari 100%. Menurut data Profil Kesehatan Indonesia 2022, cakupan bayi berusia 6 bulan mendapat ASI eksklusif tahun 2022 yaitu sebesar 61,5%. Sebelumnya, Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden dr. Brian Sri Prahastuti mengatakan dalam tiga tahun terakhir, bayi yang mendapatkan ASI eksklusif mengalami penurunan. Jumlah bayi yang mendapat ASI Ekslusif pada 2018, kata Brian, sekitar 68,7%. Pada 2019 jumlah tersebut menurun menjadi 65,8%. Pada tahun 2021, terdapat 52,5% dari 2,3 juta bayi berusia enam bulan yang mendapat ASI eksklusif.
Menurut penelitian dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), meskipun sekitar 90% ibu di Indonesia pernah menyusui anaknya, hanya sekitar 20% yang memberikan ASI secara eksklusif selama enam bulan pertama kehidupan bayi. Direkomendasikan untuk memberikan ASI hingga dua tahun atau lebih. Alasan tetap memberikan ASI setelah bayi berusia enam bulan adalah karena sekitar 65% kebutuhan energi bayi pada usia 6-8 bulan masih tercukupi dari ASI, sementara pada usia 9-12 bulan sekitar 50%, dan pada usia 1-2 tahun hanya sekitar 20% dari kebutuhannya berasal dari ASI. Bukti ilmiah menunjukkan bahwa pemberian ASI secara eksklusif selama enam bulan pertama kehidupan bayi dapat memenuhi kebutuhan nutrisi yang diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan. Contohnya, kolostrum (ASI pada hari 1-5) mengandung protein tinggi, sementara laktosa dalam ASI sebagai sumber karbohidrat dapat diserap lebih efisien dibandingkan dengan yang terdapat dalam susu formula.
Pada kenyataannya, ASI eksklusif di Indonesia seringkali menghadapi berbagai tantangan yang menghambat implementasinya secara luas:
1.Kurangnya Pengetahuan dan Edukasi: Banyak ibu hamil dan menyusui di daerah perkotaan maupun pedesaan masih kurang mendapatkan edukasi yang memadai tentang pentingnya ASI eksklusif. Mitos dan prasangka lokal sering kali mempengaruhi keputusan ibu dalam memberi makan bayinya.
2.Tingkat Pekerjaan Ibu: Tingginya tingkat pekerjaan ibu di Indonesia, baik di sektor formal maupun informal, membuat kesulitan dalam memberikan ASI secara eksklusif. Kurangnya fasilitas untuk menyusui di tempat kerja dan kebijakan perusahaan yang belum mendukung juga menjadi masalah serius.
3.Promosi Formula Susu: Kampanye promosi dari perusahaan susu formula yang agresif sering kali memberikan dampak negatif terhadap praktik ASI eksklusif.
4.Kondisi Kesehatan Ibu: Kesehatan ibu yang kurang baik, baik fisik maupun mental, dapat mempengaruhi produksi ASI dan motivasi untuk memberikan ASI eksklusif.
5.Pengetahuan suami dan keluarga : pengetahuan suami dan keluarga yang kurang baik mengenai ASI eksklusif dapat mempengaruhi keputusan seorang ibu dalam praktek pemberian ASI eksklusif terhadap bayinya. Pendapat dan saran dari orang terdekat seperti suami atau anggota keluarga lebih dipertimbangan oleh seorang ibu. Dan terkadang ada suatu kondisi yang dialami seorang ibu pasca bersalin yang membuat ia tidak dapat mengambil suatu keputusan terhadap bayinya, dan keputusan itu dialihkan kepada ayah bayi (suami), apabila suami tidak memiliki pengetahuan yang baik tentang ASI Eksklusif tentunya dapat berpengaruh pula terhadap pemberian ASI Eksklusif pada bayinya.
Meskipun ada banyak tantangan, upaya untuk meningkatkan praktik ASI eksklusif di Indonesia dapat dilakukan dengan langkah-langkah berikut:
1.Edukasi yang Intensif: Perlu adanya kampanye edukasi yang intensif, terutama di tingkat komunitas dan keluarga. Informasi yang jelas dan mudah dipahami tentang manfaat ASI eksklusif dan cara untuk meningkatkan keberhasilan menyusui harus tersedia untuk semua orang tua.
2.Dukungan Kebijakan: Pemerintah perlu mengimplementasikan kebijakan yang mendukung ASI eksklusif, termasuk di tempat kerja dengan menyediakan fasilitas dan waktu untuk menyusui.
3.Peran Komunitas dan Keluarga: Keluarga dan komunitas lokal perlu didorong untuk mendukung praktik ASI eksklusif dengan menciptakan lingkungan yang mendukung.
4.Regulasi Ketat terhadap Promosi Susu Formula: Regulasi yang lebih ketat terhadap iklan dan promosi susu formula diperlukan untuk mengurangi pengaruh negatifnya terhadap praktik ASI eksklusif.
5.Dukungan Kesehatan Ibu: Perlu adanya perhatian khusus terhadap kesehatan ibu, baik secara fisik maupun mental, untuk mendukung produksi ASI yang cukup dan kualitasnya.