Lihat ke Halaman Asli

Ummu Abdillah

Mahasiswi Stiba Ar Raayah

Inikah Waktunya?

Diperbarui: 18 Maret 2021   19:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Tes, tes, tes.. Satu dua tiga. Mikrofon dari lantai dasar mulai menggema, pertanda sebentar lagi ada pengumuman. Tapi kali ini tidak seperti biasanya, perasaanku mulai tak karuan "huhh, semoga saja pengumuman biasa" ucapku pelan kepada diri sendiri untuk meminimalisir degup jantung yang aku rasakan sejak tadi. Suara ricuh dari penduduk lantai bawah mulai terdengar. Seakan kabar buruk yang aku takuti belakangan ini akan terjadi. "Ya Rabb, inikah waktunya? apakah aku sanggup?" tanyaku lagi dalam hati.

          "Husstt" suara ricuh yang tadinya memenuhi ruangan berkubah itu seketika hening.
         

 "Bismillahirrahmanirrahim" ucap seseorang memulai pembicaraannya. Kata demi kata pun telah disampaikan, aku yang sedari tadi menyimak, mencoba mencerna setiap kata-kata yang kudengar. Degup jantung ku pun bertambah dua kali lipat, air mata yang sejak tadi ku tahan tak kuasa menahan debit air yang ku bendung, akhirnya tangis ku pun pecah. Seolah tak mau menerima kenyataan yang ada.

          Perpulangan, yaa lebih ditepatnya dipulangkan. Belum pernah terbayang oleh ku wabah ini akan membawa prahara bagi pendidikan ku. Terasa langkah ini tiba-tiba kandas seperti kapal yang sedang karam, timba yang ku pikul belum terisi penuh, tak tahu apa yang harus ku bawa pulang. Dengan cara apapun ku lukiskan keadaan saat ini, bagiku tidaklah sebanding dengan duka ku yang sekarang.

          Seharusnya aku senang dengan berita ini. Yaa, penantian selama kurang 2 tahun yang aku impi-impikan kini akan terbayar, tetapi tidak untuk saat ini dan dengan cara seperti ini.

          Tak mudah menerimanya dengan lapang dada ketika harapan dan impian kita tidak sesuai dengan harapan yang kita inginkan, atau belum menjadi kenyataan, tak sedikit ada orang yang shok, menyerah dengan keadaan, bahkan prustasi. Jadi, hal yang harus kita kedepankan adalah kita harus memahami begitu indahnya takdir dari Allah ta'ala. Yakini bahwa ini adalah takdir yang terbaik buat kita. Lalu  berpositif thinking. Karena boleh jadi Allah telah mempersiapkan takdir lain yang lebih baik dari yang apa kita pikirkan. Karena sesungguhnya Allah memberikan sesuatu kepada hambanya sesuai apa yang hambanya butuhkan, bukan apa yang hambanya inginkan. Yang terbaik buat kita belum tentu terbaik menurut Allah, namun hal yang terbaik menurut Allah adalah sesuatu yang pasti terbaik buat kita. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa ta'ala dalam Qur'an Surat Al-baqarah ayat 216

و عسى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وهُوَ خَيْرٌ لكَمْ وَعَسى أَنْ تُحِبُّوْا شَيْئا وهو شرٌّ لكم واللهُ يعلمُ وأَنْتُمْ لا تَعْلمُوْنَ

Artinya : "Bisa jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan bisa jadi kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui."(QS. Al Baqarah: 216)

          "Qadarullaah" gumamku untuk menenangkan hati dan pikiran yang sudah tidak lagi terarah. Rasanya aku belum siap menghadapi dunia luar yang penuh dengan hawa nafsu. Aku takut aku terbawa gelombang arus kehidupan dan tenggelam di dalamnya. "Na'udzubillahimindzalik".

          Kehidupan dunia merupakan kehidupan yang penuh tipu daya dan permainan yang memperdayakan. Allah subhanahu wa ta'ala berfirman:

وما الحياة الدنيا إلا لعب ولهو وللدار الآخرة خير للذين يتقون أفلا تعقلون

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline