Lihat ke Halaman Asli

Rijo Tobing

TERVERIFIKASI

Novelis

Ayah Work from Home, Anak Study from Home, Kalau Ibu?

Diperbarui: 15 Mei 2020   21:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi (Thinkstockphoto via theintegratedmind.com)

Stress from Home, hahaha. #ketawastres

Delapan minggu sudah berlalu sejak sekolah ditutup secara tiba-tiba karena kekhawatiran akan virus Corona. Anak-anak disuruh belajar di rumah dan bahan pelajaran di-email ke orang tua.

Sekolah mengharapkan orang tua menggantikan guru untuk mengajarkan materi yang bertumpuk dan untuk mendampingi anak-anak dalam mengerjakan berbagai tugas.

Orang tua mendapat materi-materi tersebut 20 sampai 30 tahun yang lalu. Supaya bisa mengajari anak, orang tua harus belajar terlebih dahulu supaya tidak ada salah kaprah. Ada waktu, tenaga, dan kapasitas otak yang didedikasikan khusus untuk hal ini.

Sementara itu sekolah mengharapkan orang tua belajar kembali dan mengajari anak sambil bekerja seperti biasa. Ini ekspektasi yang terlalu tinggi.

Beberapa hari berselang, Covid-19 sudah ditetapkan sebagai pandemi dan suami pun mulai bekerja dari rumah. Pekerjaannya membutuhkan komputer, sambungan telepon, sambungan internet, dan kedamaian untuk bisa berkonsentrasi dalam bekerja dan meeting online.

Dengan dua anak yang SFH dan satu bayi yang sedang hobi merambah segala medan, ya ini seperti misi di dalam film "Mission Impossible".

Empat minggu pertama rumah kami kacau. Ini kondisi mendadak yang bahkan saya sebagai pengelola rumah tangga tidak siap menghadapinya. Rutinitas saya sehari-hari sudah jelas: setelah dua anak yang paling besar berangkat sekolah, saya akan mengurus bayi dan merapikan rumah. Pada siang hari saya menjemput satu anak dari sekolah dilanjutkan dengan berbelanja bahan makanan.

Pada sore hari sepulang sekolah anak yang satu lagi, saya akan mengantar mereka ke tempat les musik atau olahraga. Sepulangnya ke rumah mereka mandi, makan, dan belajar sebelum pergi tidur.

Ini rutinitas saya selama empat tahun terakhir, dengan berbagai penyesuaian. Pandemi membuat kami semua tiba-tiba ngendon di rumah. Suami tidak ke kantor, anak-anak tidak ke sekolah dan tempat les, dan saya pun hanya keluar satu kali dalam dua minggu untuk berbelanja sabun dan tetek-bengeknya.

Pada awalnya saya dan suami kesulitan menyusun jadwal kegiatan sehari-hari untuk kami semua. Rumah memang tempat yang menyenangkan untuk bersantai dan melepas penat. Ada banyak distraksi di rumah untuk mengabaikan kegiatan bekerja dan belajar.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline