Lihat ke Halaman Asli

Rijo Tobing

TERVERIFIKASI

Novelis

Saling Memahami Antara Suami-Istri

Diperbarui: 4 Desember 2017   09:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dok.pribadi

Setiap hari Senin pagi biasanya mood saya ga bagus. Akhir pekan terlalu cepat berlalu, dan saya ga bisa lagi bangun siang dan tidur subuh demi menulis, hehe. Udah mood ga bagus, males pergi latihan taekwondo, pagi ini saya dan suami sedikit berdebat pula tentang makanan.

S(uami) : Mam, ini ada nasi sisa tadi malam. Mau bikin nasi goreng tapi ga ada bumbunya nih.

I(stri) : Bumbu jadi maksudnya? Bukannya kita ga suka pake bumbu jadi?

S : Bukan bumbu jadi. Kemiri ada, bawang merah ada, tapi cabe merah ga ada.

I : Ada, kok, di kulkas. Cabe merah kecil dan cabe hijau kecil ada semua.

S : Ga bisa cabe merah kecil. Harus cabe merah besar, biar nasi gorengnya enak dan lebih wangi.

I : (mengernyitkan dahi dalam-dalam) Serius? Jadi gimana nih nasinya? Aku makan aja buat makan siang?

S : Jangan, tar kamu beli cabe merah besar dulu. Aku masak nasi goreng malam aja buat makan malam.

ASTAGAAA ... percakapan yang panjang banget ya hanya untuk masak nasi goreng, Saudara-saudara? Buat suami saya yang suka masak dan yang hampir selalu mengejar rasa masakan terbaik, ketersediaan dan kualitas bahan makanan (termasuk bumbu-bumbu printilan) itu penting banget banget. Buat saya yang prinsipnya adalah eat and be done with it, semua kerepotan demi memasak satu masakan selalu saya hindari sebisa mungkin. Mau masak nasi goreng?

Asal ada mentega, telur, garam, bawang putih, nasi goreng pun jadi. Bumbunya pun dipotong kecil-kecil dan cepat-cepat, ga seperti suami yang harus blender semua bumbu, tumis dulu dengan minyak zaitun sedikit, barulah nasinya dimasukkan terakhir. Rasa nasi goreng bikinan dia saya harus akui memang enak banget banget, tapi saya ga berminat meniru cara dia. Bumbu-bumbu buat bikin nasi goreng ga ada? Ya sudah, makan nasi polos aja. Masak itu sesuai dengan bahan makanan yang tersedia di kulkas. Saya sudah menyerah coba membuat menu mingguan, karena biasanya masak sesuai mood dan sesuai permintaan anak-anak per harinya.

Gara-gara percakapan pagi hari ini saya jadi teringat dengan konseling pranikah yang kami ikuti 11 tahun lalu. Sesaat setelah kami memutuskan berpacaran, kami segera mengikuti kelas konseling pranikah yang diadakan oleh gereja tempat suami berjemaat. Dari awal pacaran kami memang sudah yakin mau menikah jadi lebih cepat ikut konseling, lebih baik. Kelasnya sendiri bukan one-on-one sessiondengan pendeta, tapi seperti kelas umum dengan peserta 10 -- 20 orang setiap hari Sabtu malam.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline