Awal tahun 2020 merupakan tahun yang sangat mengguncang masyarakat dunia. Penyebaran virus pandemi COVID-19 menimbulkan kepanikan dimana mana. COVID-19, satu dari sekian virus mematikan yang pernah ada di dunia. walaupun tingkat kematian yang disebabkan oleh virus ini terbilang rendah, sekitar 4,5%. Namun, korban yang ditimbulkan oleh virus ini sampai tahun 2021 ini tercatat sebesar 169 juta kasus yang kemudian menyebabkan 3,5 juta jiwa yang meninggal dunia akibat terpapar penyakit COVID-19. Kondisi ini juga memicu terjadinya kerawanan pangan. Oleh karena itu penting bagi kita juga memperhatikan aspek ketahanan pangan selama pandemi.
Sebelum ditemukannya vaksin dan obat untuk COVID-19 pada tahun 2020, korban yang ditimbulkan oleh virus ini terus bertambah diseluruh dunia. Satu-satunya cara paling efektif mencegah penyebaran virus ini adalah dengan melakukan lock down atau membatasi akses dan aktivitas yang dilakukan oleh warga di suatu Negara. Lock down atau pembatasan aktivitas, walaupun disinyalir sebagai cara yang paling efektif mencegah penularan virus, dapat menimbulkan beberapa krisis yang terjadi. tak hanya berdampak pada ekonomi namun juga sangat berpengaruh terhadap kesediaan pangan di setiap Negara. Pembatasan, karantina dan penutupan perbatasan dapat mempengaruhi persebaran makanan yang layak dan bergizi terutama di Negara yang memang sudah mengalami krisis pangan.
Krisis pangan adalah kondisi kelangkaan pangan yang dialami sebagian masyarakat di suatu wilayah yang disebabkan oleh antara lain, kesulitan distribusi pangan, dampak perubahan iklim, bencana alam, lingkungan, konflik sosial, dan akibat perang. Pengertian tersebut dapat diartikan bahwa kebutuhan pangan merupakan salah satu aspek penting yang harus diperhatikan oleh pemerintah untuk menjaga stabilitas sosial-ekonomi dalam suatu negara.
Untuk menilai bahwa suatu daerah atau sebagian wilayah di Indonesia mengalami krisis pangan adalah berdasarkan Pasal 42 Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2015 Tentang ketahanan Pangan dan Gizi, yang pada intinya manyatakan bahwa kriteria krisis pangan adalah sebagai berikut :
- Penurunan ketersediaan pangan pokok bagi sebagian besar masyarakat dalam jangka waktu tertentu
- Lonjakan harga pangan pokok dalam waktu tertentu
- Penurunan konsumsi pangan pokok sebagian besar masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pangan sesuai norma gizi
Persoalan ketika terjadinya produktifitas pangan menurun tentunya akan berimbas pada sosial, ekonomi, dan politik yang berkembang pada masyarakat. Hal ini kemudian secara perlahan melahirkan ancaman terhadap global security. Di Indonesia sendiri misalnya, ketika masalah pangan mencuat kepermukaan dibarengi kebutuhan pokok termasuk beras dan gula yang terus meningkat. Kemudian melahirkan demonstrasi besar-besaran pada 1997 yang menuntut penurunan harga 9 bahan pokok, dan menuntut turunnya pemerintahan Soeharto yang berkuasa karena dianggap tidak mampu menyelesaikan persoalan sosial-ekonomi yang fundamental.
Ketahanan pangan sesuai yang tercantum pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2015 tentang Ketahanan Pangan dan Gizi, menyatakan bahwa ketahanan adalah bagi suatu Negara serta perorangan yang kondisinya sudah terpenuhi dari segi pangan yang dapat dilihat dari terpenuhinya pangan, baik dari segi jumlah serta mutunya, beraneka ragam, keamanannya, gizi, merata, tidak bertentangan dari agama dan budaya masyarakat, serta terjangkau dan hidup dengan sehat, produktif serta aktif secara berkepanjangan.
FAO mengatakan bahwa dunia sebenarnya tidak perlu panik karena ada cukup makanan untuk semua orang. Namun faktanya, bahkan sebelum pandemi ini tercatat 113 juta manusia yang ada di dunia ini sudah mengalami krisis pangan akut akibat krisis yang ada di negaranya masing-masing. Jadi yang perlu di khawatirkan adalah orang-orang yang memang sudah terjangkit krisis pangan bahkan sebelum pandemi ini ada. Negara-negara dengan krisis yang sudah ada sebelumnya juga banyak menderita kekurangan untuk memenuhi kesehatan masyarakatnya yang akan memperburuk kondisi saat ini.
FAO (Food and Agriculture Organization) merupakan Organisasi pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa adalah badan PBB yang mempimpin upaya internasional mengalahkan kelaparan. FAO melayani negara maju dan berkembang, FAO bertindak sebagai forum netral di mana semua negara bertemu secara setara untuk merundingkan kesepakatan dan memperdebatkan kebijakan. FAO juga merupakan sumber pengetahuan dan informasi, dan membantu negara dalam transisi memodernisasi dan meningkatkan praktik pertanian, kehutanan, dan perikanan, memastikan nutrisi yang baik dan keamanan pangan untuk semua
FAO sebagai INGO (International Non-Govermental Organization) yang bergerak dalam bidang pangan menekankan kepada negara-negara untuk tetap membuka perdagangan internasional dan mengambil langkah-langkah untuk melindungi pasar karena terdapat rantai pasokan makanan didalamnya. Mereka mengatakan bahwa kunci utama untuk menanggulangi krisis pangan adalah perdagangan internasional. Selain itu, FAO jugamencoba menyelesaikan permasalahan krisis pangan akibat pandemi ini dengan berbagai cara.
Mereka memfokuskan terhadap Negara-negara berkembang yang memang memiliki krisis bahkan sebelum pandemi ini terjadi. FAO mencoba meminta donor sebesar $110 juta AS. Yang akan difokuskan terhadap bantuan makanan dan menstabilkan mata pencaharian. Dalam hal ini yang akan sangat terbantu adalah petani-petani agar mereka dapat tetap menghasilkan pakan yang layak untuk diri sendiri dan Negara. mereka juga akan mendistribusikan peralatan berkebun ke rumah-rumah agar dapat bercocok tanam menghasilkan bahan makanan sendiri.
Untuk melakukan semua itu, FAO akan bekerja sama dengan pemerintah dari berbagai Negara untuk daerah daerah yang sulit dijangkau. Salah satu caranya dengan pemberian uang tunai kepada tiap-tiap keluarga untuk memenuhi kebutuhan mereka dan memastikan bahwa semua daerah mendapatkan bantuan melalui kegiatan pasar. Kemudian, FAO juga memiliki program yang sejalan dengan UN yaitu program Sustainability Development Goals untuk mengurangi dampak dari pendemi dan memperkuat ketahanan jangka panjang dari sistem pangan dan kehidupan masyarakat. Selain dengan Negara, FAO juga akan bekerjasama dengan otoritas kesehatan Negara dan organisasi kesehatan dunia atau WHO untuk memastikan bahwa orang-orang yang terlibat dalam rantai pasokan makanan tidak beresiko penularan COVID-19.
Pada akhirnya, kesehatan memang sangat penting disaat kondisi seperti ini. namun, kita tidak dapat melupakan sumber mata pencaharian dan juga pangan disaat seperti ini. jika kita melupakanya, hanya akan menambah korban manusia. Bukan karena pandemi ini namun karena krisis pangan yang dialaminya. Sekali lagi perlu ditekankan, bahkan sebelum adanya pandemi ini, terdapat 113 juta manusia didunia yang memang sudah mengalami krisis. Jika kita tidak memperhatikan pangan, besar kemungkinan mereka akan mengalami hal-hal yang sangat buruk yang dapat kita bayangkan.