Lihat ke Halaman Asli

SYAMSUL RIJAL

dosen bahasa dan budaya

Mengapa Harus Tabayyun(?)

Diperbarui: 17 Maret 2017   20:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Mengapa Harus Tabayun(?)

Syamsul Rijal

            Pertemuan Susilo Bambang Yudhoyono dengan Presiden Joko Widodo tanggal 9 Maret 2017 telah  diliput dan diberitakan oleh banyak media. Salah satu media nasional menulisnya dengan tagline “Tabayun di Beranda Istana”, “Tabayun Jokowi-SBY”, dan “Ajang Tabayun Presiden Jokowi-SBY”. Selain itu, ada juga media yang menyebutnya dengan tagline “Presiden Jokowi dan SBY Adakan Veranda Talk”, “Membaca Pertemuan Jokowi-SBY”, dan “SBY Bertamu ke Istana”.

            Pertemuan Jokowi dan SBY tersebut telah memberi beberapa istilah yang menarik untuk dibahas. Istilah ini berkaitan dengan penggunaan bahasa yang menyangkut konsep makna yang berjuang merefresentasikan dirinya dalam satu teks. Yang menarik dalam peristiwa tersebut, konsep pertemuan direfresentasikan oleh media dengan istilah yang berbeda-beda. Ada media yang menggunakan  kata tabayun, veranda talk, pertemuan, dan bertamu.

            Dari keempat istilah tersebut, kata tabayun sepertinya merupakan kata baru yang masuk dalam istilah perpolitikan di Indonesia. Meskipun kata ini sudah lama ada dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, namun tetap menarik untuk dikaji karena baru-baru ini sering digunakan media nasional. Kata tabayun dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi V memiliki dua arti; (1) pemahaman; penjelasan; dan (2) perbedaan; ikhtilaf; kontradiksi. Berdasarkan konteks pertemuan antara Presiden Jokowi dan SBY, kata tabayun lebih tepat diartikan pada nomor (1), yakni pemahaman atau penjelasan.

            Memang konteks kedatangan SBY ke Istana bertemu Presiden Jokowi dilatarbelakangi pemahaman sebelumnya, bahwa terjadi misinformasi antara kedua tokoh tersebut. Kedatangan SBY tersebut ditangkap oleh media (Metro TV terutama) sebagai bentuk tabayun terhadap Presiden Jokowi. Walaupun isi pembicaraannya belum diketahui publik secara pasti; apakah hanya sekadar tabayun atau ada pembicaraan lain.

            Dalam tayangan pertemuan tersebut, SBY dengan jelas menyebut pertemuannya dengan Presiden Jokowi sebagai ajang tabayun. Hal ini semakin meyakinkan publik, bahwa memang pernah terjadi kesalahpahaman antara kedua tokoh tersebut. Oleh karena itu, SBY mendatangi Presiden Jokowi untuk menjelaskan kesalahpahamn tersebut.

            Pertanyaan selanjutnya, mengapa kata tabayun yang dipakai oleh SBY untuk memaknai konsep pertemuan tersebut. Padahal sebelumnya, konsep pertemuan seperti ini sering digunakan istilah klarifikasi. Pertanyaan lain juga akan muncul seperti: ada apa dengan isi pertemuan tersebut? ada apa dengan SBY yang menyebut pertemuan tersebut sebagai tabayun? ada apa dengan konteks perpolitikan Indonesia saat ini? Mengapa harus menggunakan kata tabayun?

            Beberapa bulan sebelum pilkada serentak dilaksanakan, konflik antara Ahok dengan Rizieq Shihab sedang memanas. Salah satu penyebabnya adalah Ahok dituduh menistakan agama Islam dengan menyebut kalimat, “dibohongi pakai Almaidah ayat 51”. Rizieq Shihab melayangkan protes keras kepada Ahok. Beberapa pendapat mengatakan bahwa hal itu terjadi karena ketidakpahaman Ahok terhadap agama Islam, Alquran, dan Surah Almaidah. Oleh karena itu, sebaiknya Rizieq Shihab mengadakan tabayun terlebih dahulu sebelum hal itu diperkarakan di pengadilan.

            Saat itulah kata tabayun mulai dikenal publik sebagai kata yang bermakna ‘klarifikasi’ atau ‘penjelasan atas kesalahpahaman’. Meskipun kata tabayun belum terlalu populer saat itu, tetapi disinyalir SBY menggunakannya setelah mendengar kata itu pada konflik Ahok dan Rizieq Shihab. Jadi, kata tabayun awalnya memang digunakan dalam menyelesaikan kesalahpahaman dua pihak, terutama dalam budaya Islam. Kata tabayun sendiri pun diserap dari bahasa Arab. Oleh karena itu, sepertinya salah satu efek konflik kasus dugaan penistaan agama Islam adalah memopulernya kata tabayun itu, yang kini telah digunakan oleh SBY.

            Hal lain yang perlu dipertanyakan dalam penggunaan kata tabayun adalah mengapa kata itu digunakan oleh SBY. Padahal, kata klarifikasi lebih familiar digunakan oleh masyarakat Indonesia. Bahkan, kata klarifikasi terdengar lebih berprestise dibanding kata tabayun.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline