Lihat ke Halaman Asli

SYAMSUL RIJAL

dosen bahasa dan budaya

Kuburan Tak Berjasad

Diperbarui: 26 Juni 2015   03:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Oleh: S. Rijal Paddaitu*

Usia memang kadang-kadang menjadi alasan sebagian orang untuk tekun beribadah. Maka wajar, jika orang tua lebih rajin beribadah dari pada anak muda. Namun berbeda halnya dengan Pak Sulaiman, hal tersebut tidak terjadi pada dirinya. Pak Sulaiman taat beribadah sejak usia muda. Kesadaran untuk menyembah Sang Pencipta sudah dimilikinya sejak masih muda.

Pak Sulaiman hidup di sebuah desa kecil yang letaknya tidak terlalu jauh dari kota. Dia seorang pensiunan pegawai Dinas Pendidikan dan Kebudayaan atau biasa disingkat P dan K pada masa orde baru dengan berijazah Bachelor of Art atau B.A.. Pak Sulaiman memiliki dua orang anak yang semuanya telah menikah dan meninggalkan kampung halaman. Jadi, Pak Sulaiman hanya tinggal bersama istrinya menghabiskan sisa hidupnya dengan taat beribadah.

Meski hidup pas-pasan, Pak Sulaiman tetap hidup tentram dengan penghasilan dari gaji pensiunannya setiap bulan dan hasil dari kerjanya dengan bertani dan berkebun di desa. Sedikit demi sedikit hasil keringatnya selama bertani dan berkebun dikumpulkan untuk menunaikan ibadah haji. Tetapi, sampai sekarang nama Pak Sulaiman hanya masih tercatat dalam daftar tunggu calon jamaah haji karena kuota haji tidak sebanding dengan jumlah pendaftar haji.

Hal itulah yang kadang-kadang membuat gundah Pak Sulaiman: tentang rezki, takdir, dan ajal. Dia telah bekerja keras mencari rezki untuk urusan dunia dan akhirat tetapi takdirlah yang belum berpihak kepadanya. Dan yang paling membuatnya gundah adalah Pak Sulaiman mulai merasa takut jika suatu saat Allah berkehendak lain, takut jika tiba-tiba ajal menjemputnya sebelum dia menunaikan rukun islam yang terakhir. Pemikiran itu kadang-kadang mengendurkan keimanannya.

Selain beribadah, bertani, dan berkebun, Pak Sulaiman juga adalah tipe orang yang rajin membaca buku dan mempelajari buku-buku agama. Kebiasaan membaca buku tersebut adalah warisan dari pekerjaannya sebagai pegawai Dinas Pendidikan dan Kebudayaan selama 31 tahun. Sehingga tidak diragukan lagi pengetahuannya tentang agama, tentang pendidikan dan budaya serta pengetahuan-pengetahuan secara umum juga banyak dikuasai oleh Pak Sulaiman.

Namun sayang, semua ilmunya tidak diketahui oleh orang-orang di sekitarnya. Bukan berarti Pak Sulaiman yang kikir berbagi pengetahuan dengan orang di sekitarnya, melainkan lingkungan itu sendiri yang membuatnya tidak kondusif untuk ditempati berdikusi dan memperlihatkan ilmunya. Masyarakat sekitar rumah Pak Sulaiman hanya sibuk dengan pekerjaannya masing-masing dan agak susah menerima sesuatu yang baru.

Sudah beberapabulan terakhir ini Pak Sulaiman menjadi bahan pembicaraan masyarakat di desa itu. Hal tersebut disebabkan oleh adanyapemandangan yang kurang wajar di mata masyarakat. Setiap orang yang lewat di depan rumah Pak Sulaiman selalu memunculkan pertanyaan. Anehnya, pertanyaan itu tidak pernah diajukan langsung kepada Pak Sulaiman sebagai pemilik rumah. Pertanyaan itu hanya berputar-putar di antara masyarakat itu sendiri. Akhirnya, gunjing dan gibah pun muncul menyatu menjadi satu berita populer yang beredar di masyarakat.

Pertanyaan itu muncul dengan adanya kuburan di halaman samping rumah Pak Sulaiman. Entah kapan Pak Sulaiman membuat kuburan itu, yang jelasnya masyarakat selalu bertanya-tanya karena setahunya, di rumah Pak Sulaiman belum ada orang yang meninggal sejak tujuh tahun terakhir. Dan masyarakat tahu bahwa di dalam keluarga Pak Sulaiman tidak ada orang sakit dan kedua anaknya masih hidup dan bekerja di kota.

Masyarakat masih segan menanyakan kepada Pak Sulaiman. Maklum, karena dia adalah salah satu warga desa yang dianggap sukses dan berhasil serta taat beribadah.Pak Sulaiman dianggap sukses dan berhasil oleh masyarakat setempat karena mereka melihatnya secara fisik. Pertama, Pak Sulaiman sukses dalam pekerjaannya sebagai PNS yang selalu diidam-idamkan oleh banyak orang, apalagi dia bekerja di ibukota kecamatan sebagai pegawai P dan K. Kedua, dianggap berhasil karena kedua anaknya melanjutkan pendidikan ke tingkat perguruan tinggi dan telah bekerja dengan baik.

Berbagai spekulasi muncul dan beredar dalam masyarakat itu sendiri tentang adanya kuburan di dekat rumah Pak Sulaiman. Pak Sulaiman dianggap menganut aliran agama tertentu, dianggap melakukan persugihan sehingga kehidupannya sukses dan berhasil, dianggap mengikuti satu tarekat tertentu yang menyimpang dari ajaran dasar agama Islam, dan dianggap sudah mulai musyrik.

Memang hal itu patut mengundang kecurigaan warga setempat karena bukan hanya di samping halaman rumah Pak Sulaiman yang ada kuburan, melainkan di kebun tempatnya bekerja setiap hari juga dijumpai sebuah kuburan. Masyarakat semakin yakin dengan spekulasi yang bermunculan di antara warga desa. Anggapan tentang persugihan, aliran sesat, tarekat tertentu, dan musyriksemakin kuat.

Namun, wacana itu tetap sebagai wacana karena tidak ada usaha untuk membuktikannya sebagai sesuatu yang benar. Padahal mungkin saja Pak Sulaiman memiliki jawaban yang tepat sebagai alasan pertanggungjawaban keberadaan kuburan itu. Hanya saja masyarakat sendirilah yang senang akan sesuatu yang aneh seperti kebiasaan-kebiasaan dalam mitos. Keanehan-keanehan itu akan terus hidup dan berkembang dalam masyarakat karena mereka dilematis dengan kebenarannya. Kadang-kadang tidak percaya, tetapi mereka juga takut kebenaran mitos tersebut terbuktikan sehingga mitos-mitos itu tetap dipelihara seiring dengan keterbatasan pengetahuan dan nalar masyarakat. Apalagi jika mitos tersebut telah dilengkapi dengan tanda-tanda alam sebagai perwujudannya.

Anggapan negatif terhadap Pak Sulaiman semakin beredar luas di masyarakat Sehingga muncul tuduhan dengan berbagai konspirasi. Berita tersebut sampai pada telinga kepala desa dan beberapa tokoh masyarakat setempat.Tetapi apa boleh buat, sebelum Pak Desa dan tokoh masyarakat tiba di rumah Pak Sulaiman, beberapa orang warga telah memadati halaman rumah Pak Sulaiman. Tujuannya tidak lain untuk memperjelas keberadaan kuburan itu. Jika memang benar Pak Sulaiman sedang menjalankan ajaran agama yang berbeda dengan ajaran dasar agama Islam dan telah melakukan persugihan, maka dia akan diusir paksa oleh warga.

“Hai Pak Sulaiman! Keluar dari rumah dan segera pergi dari kampung ini!” teriak seorang warga.

“Kamu telah mengotori kampung kita ini dengan melakukan persugihan di rumahmu! Kamu tidak boleh tinggal di desa ini karena kamu akan mendatangkan bencana bagi warga desa.” Tambah seorang warga dengan teriakan keras.

Pak Sulaiman tetap tenang di dalam rumahnya dan segera menyiapkan mentalnya untuk menghadapi warga.Beruntung sebelum amukan warga semakin besar, Kepala Desa dan beberapa tokoh masyarakat lainnya telah tiba di rumah Pak Sulaiman. Dengan segera Pak Sulaiman keluar rumah menemui warga yang mulai agak tenang dengan kedatangan Pak Desa.

Pak Sulaiman mulai menjelaskan tentang keberadaan kuburandi samping rumahnya dan yang ada di kebunnya.

“Tenang saudara-saudara sekalian, aku mengerti kecemasan kalian tentang kuburan itu dan aku sangat bangga akan kesetiaan kalian dalam memlihara agama. Tetapi aku punya cara lain dalam memandang agama ini meskipun mungkin sebagian orang menganggapnya salah”

“Bahwasanya, kuburan yang kalian lihat di samping rumahku, itu hanya susunan batu-batu nisan semata dan tidak ada sama sekali jasad manusia di dalamnya. Itu hanya hiasan di halaman rumahkuseperti jam pengingat waktu setiap tiba waktu salat. Begitu pula kuburan yang ada di kebunku, juga tak berjasad. Kuburan itu adalah salah satu caraku untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt.. Setiap aku melihat kuburan itu, maka aku mengingat pula kematian. Dengan mengingat kematian, aku semakin taat beribadah kepada Allah di sisa usiaku yang semakin usur ini. Dengan melihat kuburan itu, tingkah laku dan tutur kataku selalu terjaga terhadap sesama. Setiap aku keluar rumah, aku selalu mengingat kematian dan jika aku kembali ke rumah, aku pun mengingat kematian.Jika aku ke kebun untuk bekerja, aku selalu mengingat kematian dengan melihat kuburan yang tak berjasad itu. Semua itu hanya simbol untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt., dan tidak ada maksud apa-apa, apalagi untuk menduakan Allah!”

“Jadi untuk mengingat kematian, aku tidak perlu menunggu ada tetangga yang meninggal dunia, lalu mengambil hikmah dari kematian itu. Dan jika salah satu hakikat ziarah kubur adalah untuk mengingat kematian, maka aku tidak perlu menunggu Ramadan dan lebaran tahun depan untuk ziarah kubur lalu ingat lagi tentang kematian. Karena di rumahku ini, aku telah hidup bersama kematian itu sendiri!”

Makassar, 17 September 2010

*mahasiswa Program Pascasarjana

Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Hasanuddin

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline