Lihat ke Halaman Asli

Masihkah Demokrasi? Dari DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) menjadi (DPP) Dewan Perwakilan Partai akhirnya DPK (Dewan Perwakilan Koalisi)

Diperbarui: 17 Juni 2015   17:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Masihkah Demokrasi? Dari DPR(Dewan Perwakilan Rakyat) menjadi (DPP) Dewan Perwakilan Partai akhirnya DPK (Dewan Perwakilan Koalisi)

Mengikuti perkembangan Parlemen kita, sebagai seorang awam, warga negara Republik Indonesia, pemilik sesungguhnya dari kedaulatan di negeri ini, saya merasa sangat prihatin. Dari Pemilu ke Pemilu, kedaulatan rakyat semakin terampas, menjadi sekedar sebuah slogan simbolik, jualan para politisi oportunis. Puncaknya adalah dalam Pemilu 2014.

Esensi Demokrasi kita sebenarnya sederhana saja.

Pertama, kedaulatan ada di tangan rakyat. Pemilik kedaulatan adalah rakyat – demos – kratia.

Kedaulatan itu kemudian dimandatkan / diwakilkan kepada para wakil rakyat. Meskipun negara kita menganut “trias-politika”, tetapi pewakilan kedaulatan itu hanya dilakukan pada 2 unsur : legislatif dan eksekutif. Sedangkan pewakilan kedaulatan yudikatif, diperantarai kedua wakil terdahulu. Idealnya ke depan, pewakilan yudikatif juga dilakukan langsung oleh rakyat sendiri juga.

Maka, hasilnya, adalah ada 2 wakil rakyat (secara langsung) : Eksekutif (Presiden, Gubernur, Bupati / Wali Kota) dan Legislatif (DPR/DPD, DPRD Propinsi dan DPRD Kabupaten/Kota.

Sebagai Wakil, idealnya mereka semua, baik eksekutif maupun legislatif (dan Yudikatif) melaksanakan tugas yang dipercayakan rakyat, di bidang mereka maqsing-masing. Mereka harus lebih mendengar dan patuh pada suara rakyat (Indonesia), dari siapapun juga, bahkan dari diri dan lembaga mereka sendiri). Mereka harus menyuarakan suara rakyat. DPR adalah Dewan Perwakilan Rakyat.

Sayangnya, dalam perjalanan sejarah bangsa kita, hal itu telah dan makin jauh menyimpang. Apa yang dipertontonkan oleh para wakil rakyat itu, bukan hanya pengingkaran terhadap kedaulatan rakyat, tetapi pembajakan dan pengkhianatan terhadap suara dan kedaulatan rakyat.

Selama beberapa periode, yang lebih mereka utamakan adalah suara Partai mereka masing-masing. Yang lantang diperjuangkan oleh para anggota parlemenArgumentasinya cukup masuk akal, bahwa Partai itu mewakili rakyat, bahkan ada partai yang memakai slogan “suara partai, adalah suara rakyat”. Dalam praktek selama ini, jauh lebih sering, yang mereka suarakan bukanlah bahkan bertentangan dengan suara Rakyat, melainkan suara dan kepentingan Partai. DPR berubah menjadi DPP – Dewan Perwakilan Partai.

Perkembangan terakhir, makin memprihatinkan. Meskipun menganut sistem demokrasi Presidentil, tetapi sekarang seolah adalah fakta politik yang sah, adanya 2 kubu Koalisi, yang masing-masing menyebut diri Koalisi Merah Putih (KMP) dan Koalisi Indonesia Hebat (KIH). Dan sepak terjang di Parlemen saat ini adalah memenangkan kepentingan Koalisi ini. Posisi Partai makin tergeser, dan tentu saja, posisi Rakyat.DPP itu kini menjadi DPK – Dewan Perwakilan Koalisi.

Jadi? Sebenarnya ini bukan Demokrasi lagi !!!!

Seba, 14 Nopember 2014

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline