Lihat ke Halaman Asli

Rihad Wiranto

Saya penulis buku dan penulis konten media online dan cetak, youtuber, dan bisnis online.

Guru Zaman Kuno, Guru Zaman Now

Diperbarui: 26 November 2019   07:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Guru sedang membina siswa (kompas.com)

Sebagai orang yang sudah senior, saya telah mengalami zaman kuno dan zaman now. Saya sempat mengalami sekolah di zaman Suharto. Di SD Banyumas, Jawa Tengah, tempat saya kecil, saya memandang guru dengan perasaan takut. Hubungan guru dengan murid terasa ada jarak.

Ketika kelas 6, suatu kali saya bersiul saat guru sedang menulis di papan tulis. Karena guru menghadap ke papan, dia tidak tahu siapa yang bersiul. Guru itu hanya bertanya "siapa itu?" Tapi satu kelas diam semua. Seharian saya khawatir, kalau-kalau ada teman yang melapor. Tapi sampai berhari-hari kemudian saya tidak ditegur. Bisa saja guru itu tahu tapi tak melanjutkan perkara itu. 

Suatu saat, saya melihat Pak Guru berjalan di depan rumah saya. Saya dari jauh bertanya, "Mau kemana Pak?" Saya berteriak dari jauh sebenarnya dengan maksud baik. Tapi seluruh orang dewasa di sekitar saya, seperti orangtua, dan kebetulan ada tetangga, menegur saya karena bertanya sambil berteriak.

Mereka sepakat meski pertanyaan itu baik, tapi saya bertanya terlalu kasar. Tidak ada rasa hormat kepada guru. Kisah itu bahkan sudah puluhan tahun berlalu, masih saya ingat sampai sekarang. 

Saya merindukan kembalinya kewibawaan guru di mata murid dan orangtua. Kalau kita melihat berita belakangan ini, saya miris juga. Ada guru dipukul murid, atau dianiaya bahkan sampai meninggal. Sebaliknya ada guru menampar siswa lalu diadukan orangtua ke polisi. Ada guru memperlakukan murid secara tidak senonoh yang akhirnya masuk perkara hukum. 

Guru yang Dihormati

Saya berpendapat, karakter murid yang menghormati guru harus ditegakkan. Jadi pertanyaan mendasar, bagaimana mengembalikan marwah guru yang terhormat di mata murid?

Zaman memang berubah cepat. Pada zaman dulu, guru adalah sumber utama informasi. Dia memiliki otoritas tinggi untuk menentukan soal ujian dan nilai. Dalam dunia silat, kita harus "berguru" kepada yang memiliki jurus silat lebih tinggi. 

Kini, dunia berubah cepat, bahkan sebelum internet muncul, guru formal di sekolah tidak lagi menguasai seluruh ilmu. Pembimbing bimbel (mereka adalah mahasiswa, atau perseorangan bukan guru) kadang lebih dipercaya ilmunya daripada guru di sekolah.

Saat ini, dengan kekuatan internet, guru di kelas bisa terlihat "ketinggalan zaman" jika dia tidak mau belajar.  Intinya, kalau guru mengharapkan untuk dihormati karena ia serba tahu, maka itu sia-sia. Guru tak bisa merasa paling pintar, atau paling benar di mata murid. Guru menjadi orang biasa. Ia bisa lebih unggul dari seorang murid dalam ilmu tertentu, tapi bisa kalah pandai pada ilmu lain. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline