Lihat ke Halaman Asli

Rifqi Wijdan Zain

Mahasiswa Universitas Gadjah Mada

Menyelami Ketenangan di Blue Lagoon

Diperbarui: 11 September 2024   17:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Aliran sungai membawa cerita yang tak terucap dari batas waktu dan kehidupan. (dokumentasi pribadi)

Yogyakarta selalu menjadi tempat di mana masa lalu berdansa dengan masa kini, dan di tengah perpaduan ini terdapat Blue Lagoon yang memikat di desa Dalem, Widodomartani, Ngeplak, Sleman, Yogyakarta, pelarian sempurna bagi mereka yang mencari ketenangan. Saat akhir pekan mendekat, saya mengajak lima teman dekat dari SMA untuk melarikan diri selama akhir pekan ke pemandian alam ini, tertarik dengan janji airnya yang jernih dan ketenangan yang hanya bisa ditawarkan oleh lokasi yang terpencil.

Kami berangkat pada pagi hari Sabtu, dengan antusiasme yang terasa saat kami melewati lanskap Yogyakarta yang indah. Perjalanan itu sendiri menjadi pengingat akan keindahan alam daerah ini—sawah hijau yang membentang sejauh mata memandang, dihiasi oleh siluet pohon-pohon tinggi di kejauhan. Setibanya di Blue Lagoon, kami disambut oleh ketenangan yang langsung membedakannya dari tujuan wisata yang lebih komersial. Airnya, yang berasal dari mata air bawah tanah, berwarna biru yang mencolok, memantulkan langit dan kehijauan di sekitarnya dengan kejernihan yang hampir surreal. 

Pemandian ini terletak di tengah-tengah rimbunan pepohonan, yang memberikan kesan tersendiri. Rasanya seolah-olah kami telah melangkah ke dunia yang berbeda, dunia di mana kekhawatiran kehidupan sehari-hari dijauhkan dari kehidupan sehari-hari oleh pelukan lembut alam. Blue Lagoon itu sendiri merupakan aliran sungai memanjang, masing-masing menawarkan perspektif yang berbeda pada lanskap di sekitarnya. Kolam dinaungi oleh kanopi lebat di atasnya, sementara yang lain bermandikan cahaya matahari, menciptakan permainan cahaya dan bayangan yang memukau untuk dilihat.

Saat kami duduk di air yang dingin, membiarkan stres dari pelajaran dan rutinitas sehari-hari kami mencair, kami tidak bisa tidak terpukau oleh kesederhanaan dan kemurnian pengalaman ini. Tidak ada keramaian atau pembangunan yang mengganggu-hanya suara gemericik air yang tenang di atas batu dan gemerisik dedaunan yang tertiup angin. Ini adalah tempat di mana seseorang dapat benar-benar terhubung dengan alam, bebas dari gangguan kehidupan modern.

Kemudian hari itu, saya berbincang dengan pemilik toko, seorang penduduk lokal yang ramah dan tampak bersemangat untuk berbagi cerita tentang Blue Lagoon. Dia menceritakan bagaimana, sebelum menjadi desa wisata, daerah itu hanyalah bagian lain dari desa, yang hanya dikenal oleh penduduk setempat yang menggunakan mata air untuk mengairi sawah mereka. 

Keberadaan aliran sungai yang tersembunyi di antara ribuan pepohonan ini merupakan rahasia yang dijaga dengan baik hingga tahun 2014, ketika sekelompok mahasiswa dari program KKN (Kuliah Kerja Nyata) menemukannya. Mereka mengunggah foto-foto mata air tersebut ke media sosial, dan kabarnya dengan cepat menyebar. Pengunjung yang penasaran mulai berdatangan, tertarik dengan keindahan yang tak tersentuh.

Pemilik toko berbicara dengan rasa bangga dan nostalgia saat ia menggambarkan bagaimana masyarakat bersatu untuk mengembangkan daerah tersebut menjadi objek wisata. Desa yang dulunya terabaikan dan biasa-biasa saja, diubah menjadi tempat yang penting, ekonominya direvitalisasi oleh arus pengunjung yang terus berdatangan. Blue Lagoon itu sendiri ditingkatkan dengan fasilitas dasar, membuatnya lebih mudah diakses oleh wisatawan sambil mempertahankan pesona alamnya. Masyarakat setempat, di bawah pengelolaan Bumdes (Badan Usaha Milik Desa), bertanggung jawab atas penge

mbangan kawasan ini, memastikan bahwa manfaat pariwisata dirasakan oleh semua pihak.

Percakapan kami menambahkan lapisan baru pada pengalaman ini. Saya mulai melihat Blue Lagoon tidak hanya sebagai destinasi yang indah, tetapi juga sebagai simbol ketangguhan dan kecerdikan masyarakat. Penduduk desa telah mengambil apa yang dulunya merupakan mata air yang tersembunyi dan bermanfaat dan mengubahnya menjadi objek wisata yang berkembang, sambil tetap menjaga keseimbangan ekologisnya. Ini adalah bukti dari apa yang dapat dicapai ketika sebuah komunitas berkumpul bersama dengan visi yang sama.

Saat matahari mulai terbenam, memancarkan cahaya keemasan di atas air, kami dengan enggan bersiap untuk pergi. Akhir pekan itu lebih dari sekadar jeda dari rutinitas; itu adalah perjalanan ke jantung tempat di mana alam dan budaya berbaur secara harmonis. Blue Lagoon, dengan airnya yang murni dan cerita transformasinya, meninggalkan kesan yang mendalam pada kami semua.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline