Topik ini sudah seharusnya menjadi sikap tentang pemikiran kita terhadap islam dan budaya. karna memang di negara yang multikultural ini tidak sedikit yang mendikotomikan antara keduanya. entah karna ketimpangan informasi atau lainnya sehingga menimbulkan kegoncangan yang tak tertahankan akan orientasi antar keduanya. Oleh karna itu, sebagai masyarakat yang mampu memilah dan memilih informasi haruslah mengetahui bagaimana pengetahuan dan pemahaman islam tentang akulturasi budaya.
A. Islam Nusantara Memandang Tradisi
Terminologi keberagamaan perlu dibedakan dengan Terminologi agama atau keagamaan. Di satu sisi, keagamaan berasal dari akar kata agama yang menunjuk pada seperangkat wahyu ketuhanan agar menjadi petunjuk kehidupan orang yang beriman untuk mewujudkan kebahagiaan dunia dan akherat. Di sisi lain, term keberagamaan merupakan kata benda dari akar kata beragama. Kata kerja beragama, menunjuk pada produk kegiatan berikut segala aktifitas melaksanakan substansi ajaran agama oleh orang-orang yang beriman sesuai dengan materi ajaran tersebut . Dengan demikian, kandungan pengertian keberagamaan selalu berkaitan dengan kekhususan kelompok pemeluk agama, jika dibandingkan dengan himpunan manusia pada umumnya. Dalam posisi ini, himpunan orang beragama atau para pemeluk agama tersebut merupakan unit sosial yang memiliki kesadaran diri bertumpu pada jati dirinya sendiri. Maka, pada fenomena ini lahirlah komunitas keberagamaan yang memiliki karakterisitik atau ciri tertentu.
Agama Islam yang bersumber dari al-Qur_an dan Sunnah dan diyakini sebagai kebenaran tunggal oleh pemeluknya. Akan tetapi, pada saat ajaran yang bersifat transenden ini mulai bersentuhan dengan kehidupan manusia, serta aspek sosio-kultural yang melingkupinya,maka terjadilah berbagai penafsiran yang cendrung berbeda dan berubah-ubah. Hal ini akibat perbedaan kehidupan sosial penganut yang juga terus berubah. Dari perbedaan penafsiran itu lahirlah kemudian pemikiran-pemikiran dalam bidang fiqh dan teologi yang berbeda. Selain itu, realitas ini pula yang pada akhirnya melahirkan tradisi keberagamaan kaum muslimin, yang masingmasing menampakkan cirri khas dari kehidupannya.
Hal tersebut di atas menandakan bahwa meskipun Islam itu satu dari sudut ajaran pokoknya, akan tetapi setelah "terlempar" dalam konteks sosiokultural-politik tertentu pada tingkat perkembangan sejarah tertentu pula agama bisa memperlihatkan struktur interen yang berbeda-beda. Maka, jika dilihat dari perbedaan persepsi keberagamaan yang biasanya terjadi di kalangan muslimin, maka sejatinya perbedaan itu bukan tentang pokokpokok ajaran Islam itu sendiri, akan tetapi bagaimana memanifestasikan ajaran Islam itu di dalam sistem kehidupan sosial, antara Islam sebagai model of reality dan Islam sebagai models for reality, sehingga menciptakan setidaknya dua bentuk komunitas beragama yaitu antara folk variant dan scholarly veriant, yang dalam konteks keindonesiaan terwujud dalam bentuk komunitas atau kelompok tradisionalis, dan kelompok modernis .
Kelompok tradisionalis sering dikategorikan sebagai kelompok Islam yang masih mempraktekkan beberapa praktek tahayyul, bid'ah, khurafat, dan beberapa budaya animisme, atau sering diidentikkan dengan ekspresi Islam lokal, sementara kelompok modernis adalah mereka yang sudah tidak lagi mempraktekkan beberapa hal di atas. Akan tetapi kategorisasi dan polarisasi ini menjadi kurang tepat ketika ditemukan adanya praktek budaya animisme yang dilakukan oleh kalangan muslim modernis. Selain itu, klaim Islam tradisional sebagai pelaku tahayul, bid`ah dan khurafat dewasa ini kurang menemukan pijakannya. Sebab kalangan muslim tradisional bukanlah pelaku perbuatan itu, karna memang dalam ajaran Islam perbuatan-perbuatan yang menjurus kepada Tahayyul, bid`ah dan khurafat sangat dilarang. Melainkan Islam tradisionalis lebih menekankan kepada kesadaran untuk menghargai tradisi dan budaya yang sudah ada di tengah masyarakat.
Tradisi keberagamaan yang berkembang di kalangan Islam tradisionalis tampak lebeih toleran terhadap nilai-nilai tradisi dan budaya lokal setempat. Kalangan ini meyakini, ajaran Islam datang dan tersebar ke penjuru dunia, bukan untuk mengganti budaya dan tradisi yang ada dengan tradisi dan budaya Arab sebagai tempat awal diutusnya nabi Muhammad saw sang pembawa risalah Islam. Ajaran Islam juga tidak mengharamkan orang-orang Islam untuk berbudaya dan beradat istiadat sesuai dengan kulturnya, karna budaya merupakan bagian dari kehidupan manusia yang tidak dapat dipisahkan, selama ia hidup di dunia ini. Selama tradisi dan budaya itu tidak bertentangan dengan syari`at Islam yang telah ditetapkan, maka menurutnya sah-sah saja untuk tetap dilaksanakan dan dilestarikan.
B. Islam dan Akulturasi Timbal Balik dengan Budaya Lokal
Kata akulturasi berasal dari bahasa Inggris yaitu, acculturate yang artinya: menyesuaikan diri (kepada adat kebudayaan baru atau kebiasaan asing). Sedangkan menurut kamus Besar Bahasa Indonesia "akulturasi" adalah percampuran dua kebudayaan atau lebih yang saling bertemu dan saling mempengaruhi atau proses masuknya pengaruh kebudayaan asing dalam suatu masyarakat, sebagian menyerap secara selektif sedikit atau banyak unsur kebudayaan asing itu. Dari pengertian akulturasi ini, maka dalam konteks masuknya Islam ke Nusantara (Indonesia) dan dalam perkembangan selanjutnya telah terjadi interaksi budaya yang saling mempengaruhi. Namun dalam proses interaksi itu, pada dasar kebudayaan setempat yang tradisional masih tetap kuat, sehingga terdapat suatu bentuk perpaduan budaya asli (lokal) Indonesia dengan budaya Islam. Perpaduan inilah yang kemudian disebut akulturasi kebudayaan.Akulturasi merupakan proses sosial yang timbul bila suatu kelompok manusia dengan suatu kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur unsur dari suatu kebudayaan asing sedemikian rupa sehingga unsur-unsur kebudayaan asing lambat laun dapat diterima dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan hilangnya kebudayaan itu sendiri.
Latar belakang sejarah sebagai bukti adanya akulturasi Islam dan budaya lokal. Sebelum Islam datang ke Indonesia, di Nusantara (Indonesia) telah berdiri kerajaan-kerjaan yang bercorak Hinduisme dan Budhisme. Seperti kerajaan Sriwijaya dan Majapahit. Akan tetapi setelah proses islamisasi dimulai sejak abad ke XIII, unsur agama Islam sangat memegang peranan penting dalam membangun jaringan komunikasi antara kerajaan-kerajaan pesisir dengan kerajaan-kerajaan pedalaman yang masih bercorak HinduBudha. Oleh karena itu, dalam menyikapi akulturasi budaya analisis dari perspektif sejarah masuk dan berkembangnya Islam di Indonesia. Karena dalam proses Islamisasi di Indonesia tidak berjalan satu arah, tetapi banyak arah atau melalui berbagai macam pintu. Pintu-pintu itu, misalnya melalui kesenian, pewayangan, perkawinan, pendidikan, perdagangan, aliran kebatinan, mistisisme dan tasawuf. Ini semua menyebabkan terjadinya kontak budaya, yang sulit dihindari unsur-unsur budaya lokal masuk dalam proses Islamisasi di Indonesia. kita sebagai muslim, harus punya sikap kritis dalam melihat konteks akulturasi Islam dan budaya lokal dalam menelaah sejarah Islam di Indonesia.Kita harus punya pandangan, bahwa Islam itu bukanlah suatu sistem yang hanya membicarakan ke Tuhanan saja, tetapi yang tak kalah pentingnya adalah mengandung ajaran peradaban (tamaddun) yang komplit atau lengkap.
C. Akulturasi Nilai Islam dengan Budaya Indonesia