Sarekat Islam merupakan Organisasi terbesar di masa pergerakan Nasional Indonesia serta menjadi salah satu organisasi Islam tertua di Indonesia yang berdiri pada akhir tahun 1911 oleh Haji Samanhudi, seorang pengusaha batik asal Solo. Haji Samanhudi menamai organisasi ini awalnya bernama Sarekat Dagang Islam (SDI). Namun pada saat HOS Tjokroaminoto menjabat sebagai ketua menggantikan Haji Samanhudi, ia mengubah nama Sarekat Dagang Islam menjadi Sarekat Islam pada tanggal 10 November 1912 dengan tujuan yang lebih luas.
Organisasi yang dipimpin oleh Tjokroaminoto ini memiliki tujuan untuk membangun persaudaraan serta tolong-menolong di sesama muslim untuk membangun perekonomian rakyat ke arah yang lebih baik. Tidak hanya itu, organisasi ini juga bertujuan memajukan sekolah-sekolah islam, HOS. Tjokroaminoto pernah memberikan pernyataan tentang alasan pengambilan asas agama Islam sebagai dasar dari organisasinya, dia mengatakan "Memang Sarekat Islam memakai nama agama sebagai ikatan persatuan bangsa, buat mencapai cita-cita yang sesungguhnya dan agama tidak akan jadi penghambat tujuan itu."
Pendiri Sarekat Islam pada dasarnya sudah menyadari bahwa penjajahan tidak dapat dihancurkan kecuali dengan iman dan takwa kepada Allah SWT. Oleh sebab itu umat Islam harus dipersatukan demi memelihara kehormatan dan harga diri. Umat Islam di Indonesia harus dihimpun dalam satu wadah demi memelihara dan membebaskan diri dari perbudakan Bangsa Belanda.
Tjokroaminoto tanpa ragu mendalami dan menggali nilai nilai atau asas islam yang diharapkan mampu memberi solusi atau jalan keluar untuk berbagai persoalan yang dihadapi bangsa Indonesia. Ia Menyatakan bahwa Nilai-nilai islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. Semestinya harus digali tanpa henti dengan melakukan penafsiran sehingga dapat di implementasikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, karena menurutnya yang paling utama adalah bagaimana nilai islam dapat dijadikan asas dasar dalam mengapus penjajahan. Islam tidak hanya berbicara hubungan atara manusia dan tuhan, tapi lebih dari itu. Tjokroaminoto secara tegas menyatakan bahwa islam adalah agama yang membawa kedamaian dan keselamatan serta memiliki tujuan persatuan bagi manusia di Dunia ini.
Saat kolonialisme memasuki masa senjanya, peran ulama di nusantara digantikan oleh para pemimpin islam yang bergerak melalui organisasi-organisasi sosial. Beberapa di antara mereka adalah H. Abdul Karim Amrullah, Zaenuddin Labai al-Yunusi, dan tokoh-tokoh Sarekat Islam lainnya. Para pemimpin Islam itu bergerak untuk menyadarkan umat akan kemerosotan Islam dan mendorong mereka ke arah yang lebih baik. Yang mereka lakukan tidak hanya mengecam kolonialisme, tetapi juga menyembuhkan apa yang menjadi borok di internal umat islam.
Meskipun gerakan SI yang di monitori oleh Tjokroaminoto yang secara kasat mata bersifat non-politik, tapi jika dilihat dari prinsip cara kerjanya organisasi ini bisa dikatakan gerakan politik, karena dakwah-dakwah islamiah yang digencarkan juga menggunakan cara-cara mempengaruhi dan menguasai massa supaya menerima ide,konsep serta maksud tertentu.
Saat Tjokroaminoto memimpin Sarekat Islam, ia menjadikan Kota Surabaya sebagai pusat pergerakannya, tidak memerlukan lama Sarekat Islam mulai ada kemajuan dan memperoleh banyak pendukung dari seluruh Jawa. Beliau berupaya melakukan beberapa cara untuk menjadikan Sarekat Islam sebagai sebuah organisasi nasional. Tjokroaminoto pun mulai berinisiatif mengubah jalur pergerakan Sarekat Islam dari jalur ekonomi islam menjadi jalur politik. Hasil usaha dari Tjokroaminoto ini mulai terlihat ketika pada tahun 1916. Perjalanan politiknya dibagi menjadi 6 pembagian, yaitu;
- Kongres Nasional Pertama Di Bandung
Kongres perdana ini diselenggarakan pada tanggal 17-24 Juni tahun 1916 dan dihadiri oleh sekitar 800.000 anggota SI.Pemakaian kata "nasional" dalam kongres ini merupakan suatu usaha dari gerakan Sarekat Islam untuk mewujudkan penduduk pribumi yang bisa diberikan hak untuk mengemukakan suaranya dalam berbagai masalah politik. Hal ini diungkapkan sendiri oleh Tjokroaminoto selaku Ketua dari organisasi Sarekat Islam pada saat menyampaikan pidatonya dalam kongres nasional di Bandung pada 17 Juni 1916. Adapun permasalahan yang dibahas dalam kongres ini yaitu usaha pemisahan Central Sarekat Islam yang digaungkan oleh Gunawan yang juga didukung oleh Haji Samanhudi, lalu rencana pembentukan kweekschool, pembentukan Dewan Kolonial ,particuliere landerijen dan membahas masalah pertahanan Hindia Belanda.
- Kongres Nasional Kedua Di Batavia
Kongres ini dilaksanakan pada tanggal 20 - 27 Oktober 1917 di Batavia (Jakarta). Permasalahan yang dibahas disini yaitu permasalahan perkebunan tebu, tanah partikelir, nasib buruh, dan masalah mengenai Volksraad (Dewan Rakyat). Namun pada saat pembicaraan ini berlangsung, banyak sekali pro kontra yang terjadi khususnya antara Abdul Muis dan Semaun. contohnya pada pembentukan Volksraad yang mendapatkan persetujuan Abdul Muis. Karena hal ini bisa dimanfaatkan untuk membela hak-hak rakyat melalui aksi parlementer yang bisa dilakukan. Disisi lain, Semaun yang menyatakan tidak setuju Central Sarekat Islam mengirimkan perwakilannya untuk menjadi kandidat dari Volksraad. Karena Semaun menganggap bahwa pembentukan Volksraad ini sebagai suatu "pertunjukan kosong" belaka. Akan tetapi pernyataan Semaun tidak didengar dan tetap berpartisipasi dalam pembentukan Volksraad dan mengirimkan kandidatnya untuk dijadikan sebagai perwakilan.
- Kongres Nasional Ketiga di Surabaya
Kongres yang dilaksanakan pada tanggal 29 September - 6 Oktober 1918 ini dihadiri sekitar 87 cabang Sarekat Islam. Pada kongres ini, permasalahan yang dibicarakan masih bersifat sosial. Semaun dan Abdul Muis pun kembali terjadi pertentangan yang mempermasalahkan berbagai aspek seperti agama, nasionalisme dan kapitalisme. Selain itu, dilaksanakannya kongres nasional Central Sarekat Islam yang ketiga ini pun Tjokroaminoto diangkat menjadi Dewan Rakyat (Volksraad) sebagai perwakilan dari Sarekat Islam oleh pemerintah pada tanggal 23 Februari 1918.
- Kongres Nasional Keempat di Surabaya