Lihat ke Halaman Asli

Rifqi Salsa Fauzi

Pendidikan Sejarah Universitas Siliwangi

Latar Belakang Serangan Umum 1 Maret

Diperbarui: 3 Mei 2024   07:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Serangan Umum 1 Maret merupakan wujud nyata dari persatuan Bangsa Indonesia untuk    menegakan kembali kedaulatan bangsa yang sudah diproklamasikan. Setelah Indonesia memproklamirkan kemeredekaannya, Belanda masih tetap berusaha ingin menguasai kembali Indonesia dengan berbagai cara. Indonesia saat itu sebagai negara yang masih muda melakukan sejumlah cara untuk mempertahankan kemerdekaannya, termasuk dengan cara diplomasi atau berunding dengan Belanda. Salah satu jalur diplomasi yang ditempuh kala itu adalah perjanjian Renville. Hasil Perundingan Renville yang ditandatangani pada 17 Januari 1948 itu ternyata cukup merugikan bagi Indonesia. Wilayah kedaulatan RI menjadi semakin sempit karena wilayah Indonesia hanya Jawa Tengah, Yogyakarta,  dan  Jawa  Timur dengan diterapkannya aturan Garis van Mook atau Garis Status Quo. Di tengah kekalutan politik Indonesia saat itu, Belanda menggempur kembali Indonesia dalam agresi militer II pada  tanggal  19 Desember  1948.  Agresi Militer Belanda II ini memiliki tujuan untuk menghancurkan kedaulatan Bangsa  Indonesia dengan melakukan serangan di Ibukota negara yaitu Yogyakarta. Belanda ingin membuat ibukota Indonesia hancur sehingga menimbulkan rasa tidak aman yang membuat Bangsa Indonesia akan menyerah dan menuruti perintah Belanda.  Selain dengan melakukan Agresi Militer Belanda II ini, Belanda ingin menunjukan kepada dunia internasional bahwa Indonesia dan TNI sudah tidak ada. Tindakan Belanda tersebut juga merupakan pelanggaran atas perjanjian Renville. Agresi militer II yang dikenal dengan Operasi Gagak ini dikecam keras oleh dunia Internasional. (Pratama, 2023:9 8 - 107)

Para   tentara   Belanda   yang   terdiri   dari pasukan  baret  merah  (Dutch  Paratrooper) dan pasukan baret hijau yang dipimpin oleh Letnan  Kolonel  van  Beek  mulai  tiba  di Yogyakarta.    Mereka    mulai    menyerang Pangkalan Udara Maguwo  dan menembus pertahanan TNI. Pasukan dibawah komando Van Beek melakukan penyerangan di depan istana Gedung Agung sebelah  Malioboro. Saat itu disana hanya terdapat Kompi II Corps Polisi Militer (CPM) yang dipimpin  oleh  Lettu Susetyo. Tembak menembak terjadi antara keduanya dimana  saat  itu  jumlah  pasukan Susetyo tidak  sebanding  dengan  tentara  Belanda. Pasukan  yang  dipimpin  Susetyo  semakin terhimpit  sehingga  muncul  sebuah  usulan agar  Presiden  Soekarno  dan  para  pejabat sipil dibawa pergi dari dalam istana. Tetapi Soekarno saat itu memberikan perintah untuk berhenti  menembak dan Letkol van Beek berhasil  masuk ke istana dan menjadikan Soekarno sebagai tahanan rumah. Pasukan Belanda berhasil menguasai Yogyakarta pada pukul  15.30  dan  mereka juga merebut kantor telepon dan gedung Radio Republik Indonesia (RRI). Setelah Yogyakarta berhasil dikuasai Belanda, Soekarno dibawa tentara Belanda dan diasingkan ke Sumatera. Namun   semua elemen  pada  saat  itu  tetap  menolak  untuk kembali pada Pemerintah Belanda. Mereka memilih untuk bersatu dan berjuang menyusun   strategi   untuk menunjukkan kepada Belanda dan dunia bahwa Indonesia masih ada. Hal tersebutlah kemudian yang menimbulkan  Serangan  Umum  1  Maret 1949.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H



BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline