Lihat ke Halaman Asli

Rifqi Muhammad

Seorang penjahit

Untuk Kendaraan Bertenaga Sampah

Diperbarui: 26 Juni 2015   16:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Kita mengenal sampah sebagai residu terbuang dari penggunaan barang, yang lazimya tak bisa dimanfaatkan ulang. Akibatnya, kumpulan sampah yang semakin menggunung tidak dibaregi dengan pertambahan orang yang piawai memanfaatkannya. Seakan hanya lalat yang mampu mendayagunakan sampah.

Wahyudi Budi Sediawan, Muslikhin Hidayat, Siti Syamsiah, dan Ria Millati, tergolong manusia bertangan ulet dan berotak terampil yang mampu mengalahkan lalat. Kalau selama ini pemanfaatan sampah kebanyakan berkutat pada barang kerajianan dan pupuk, mereka menyulap sampah menjadi bahan bakar bagi kendaraan.

Bermula dari keprihatinan atas menipisnya candangan minyak bumi di negeri ini, yang pada saat bersamaan gumpalan gas buang dari kendaraan semakin memprihatinkan, peneliti dari Uniersitas Gadja Mada ini pun memutar otak. Bagaimana menciptakan sumber energi yang dapat diperbarui dan ramah lingkungan? Diciptakankah bioetanol dari rampah yang naninya bisa dijadikan bahan bakar kendaraan. Posisi bioetanol jauh lebih aman dan menguntungkan ketimbang minyak.

Wahyudi dan kawan-kawannya memang bukanlah penemu baru. Di Indonesia, penggunaan bioetanol sebagai bahan bakar alternatif dari hayati sudah mulai dikaji sejak beberapa tahun lalu. Pembaruan yang dilakukan oleh Wahyudi dan kawan-kawanya, adalah mengusahakan pembuatan bioetanol dari biomassa, yang berbasis lignoselulosa atau pati. Kalau sebelumnya bioetanol diproduksi dari jagung, singkong, tetes atau tebu,bahan baku bioetanol Wahyudi berupa limbah-limbah perkotaan, misalnya bekas kayu, ranting, daun, sekam, tongkol, dan lai-lain. Bahan baku yang dibutuhkan umumnya tersedia secara luas sehingga mudah didapat.

Wahyudi menghidari penggunaan bahan baku biomasa berbasis pati yang bisa dimanfaatkan sebagai makanan atau pakan. Karenanya ia memanfaatkan sampah. Ada tiga tahap yang mesti dilalui dalam proses pembuatan bioetanol jenis ini: hidrolisis lignoselulosa menjadi gula; fermentasi gula menjadi etanol; dan pemurnian etanol menjadi etanol dengan kualitas bahan bakar kendaraan (99,5 %).

Dengan demikian, setidaknya, apa yang dihasilkan oleh Wahyudi telah mengatasi dua perkara: ketergantungan pada cadangan minyak bumi yang kian menipis dan akumulasi sampah yang kerap menjadi sumber bencana dan penyakit. Ya. Bioetanol, dengan demikian, tak lain merupakan salah satu alternatif sumber energi kendaraan yang dapat diperbarui, ramah lingkungan, solutif, dan sangat menjanjikan.

Usaha yang dilakukan oleh budi perlu kita apresisasi. Tanpa orang-orag seperti mereka, ketika cadangan minyak dalam bumi ini habis, kita tak bisa apa-apa. Menjalani hidup dengan bergumul barang yang diolah dari sampah, lebih menyenangkan ketimbang hidup dengan bergumul sampah karena tidak diolah.

Artikel ini juga di posting di http://rifqiblog.wordpress.com/2010/05/08/kendaraan-bertenaga-sampah/

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline