Lihat ke Halaman Asli

Etika Dakwah dalam Konteks Keilmuan: Menjaga Integritas dan Moralitas dalam Berdakwah

Diperbarui: 17 Oktober 2024   20:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pada hari Rabu, 9 Oktober 2024, Program Studi Manajemen Dakwah semester 3 kelas A, B, C, dan D mengadakan kuliah bersama untuk mata kuliah Filsafat Dakwah dengan tema "Etika Dakwah dan Moralitas". Dalam pertemuan ini, para mahasiswa diajak untuk mendalami terkait etika dalam dakwah, baik dalam konteks keilmuan maupun praktik di lapangan. Diskusi ini mencakup tiga fokus utama: pertama, memahami konsep dasar etika dakwah; kedua, mengeksplorasi implikasi moral dan etis dalam teori dan praktik dakwah; dan ketiga, melakukan kajian terhadap studi kasus yang relevan dengan etika dakwah serta moralitas dalam berbagai situasi dakwah di masyarakat.

Etika Dakwah dalam Konteks Keilmuan

Etika berasal dari kata Yunani "ethos", yang berarti adat, kebiasaan, atau karakter. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), etika didefinisikan sebagai "akhlak" dalam bahasa Arab dan mencakup ilmu tentang apa yang baik dan buruk, serta hak dan kewajiban moral. Berdasarkan definisi ini, etika dapat dipahami sebagai nilai-nilai yang mengatur perilaku individu dalam kehidupan sosial.

Secara etimologis, istilah "dakwah" berasal dari bahasa Arab, dan berarti memanggil, mengajak, atau menyeru. Secara terminologis, dakwah adalah upaya untuk mengajak orang untuk beriman kepada Allah dan melaksanakan perintah-Nya. Tujuan dakwah adalah untuk memberi mereka kebahagiaan di dunia dan akhirat dengan mengajak mereka untuk melakukan hal-hal baik dan menghindari hal-hal buruk. Menurut para ulama, dakwah adalah cara untuk memberi inspirasi dan bimbingan kepada orang-orang untuk mengikuti ajaran agama.

Seorang da'i (orang yang berbicara) dan seorang mad'u (orang yang mendengarkan) harus mengikuti etika dakwah. Seorang da'i harus jujur, sabar, penuh kasih sayang, rendah hati, amanah, dan berintegritas. Di sisi lain, mad'u harus menghormati da'i, memperhatikan apa yang mereka katakan, dan bersabar untuk belajar dari mereka. Etika ini memastikan bahwa dakwah berjalan dengan baik dan dengan hasil yang baik.

Selain itu, da'i harus mematuhi kode etik dalam dakwah. Ini termasuk menghindari membedakan perkataan dari tindakan, tidak mencela keyakinan agama lain, tidak melakukan diskriminasi sosial, dan tidak meminta imbalan dalam dakwah kecuali dengan kesepakatan. Da'i juga diingatkan untuk menghindari berteman dengan orang yang melakukan hal-hal yang merugikan dakwahnya. Dengan mengikuti prinsip-prinsip ini, dakwah dapat dilakukan dengan benar dan sesuai dengan ajaran Islam dan tuntunan Al-Qur'an.

Implikasi Moral dan Etis dalam Teori dan Praktik Dakwah

Etika dakwah yang baik berdampak besar pada berbagai aspek kehidupan, seperti keteladanan, keikhlasan, pluralisme agama, tauhid, dan globalisasi. Secara umum, etika dakwah sangat penting untuk memiliki dampak moral dan sosial yang baik pada masyarakat. Seorang da'i akan memperkuat nilai-nilai akhlak yang luhur dan menciptakan suasana dakwah yang penuh penghormatan dan tanggung jawab jika etika mereka dipahami dan diterapkan dengan baik.

Pertama, etika dalam keteladanan menjadi fondasi penting bagi seorang da'i. Sebagai orang yang diharapkan menjadi contoh bagi umat, seorang da'i harus mampu menunjukkan sikap yang teguh dan konsisten dalam menjalankan nilai-nilai kebenaran. Keteladanan tidak hanya berlaku pada diri sendiri, tetapi juga pada keluarga, teman, dan komunitas. Seorang da'i dapat membantu membangun masyarakat yang lebih baik dan berakhlak mulia dengan menunjukkan contoh yang baik.

Kedua, menurut etika keikhlasan, seorang da'i harus berdakwah hanya karena Allah Ta'ala. Setiap tindakan didasarkan pada keikhlasan. Seorang da'i tidak mengharapkan keuntungan materi, tetapi berkonsentrasi pada kebaikan dan kepentingan umat. Dengan memiliki sikap ikhlas ini, da'i dimotivasi untuk menjalankan dakwah mereka dengan tulus dan dengan niat tulus untuk memperoleh ridha Allah.

Ketiga, etika yang terkandung dalam pluralisme agama mengajarkan seorang da'i untuk menghormati kebebasan beragama dan menyebarkan ajaran Islam dengan cara yang persuasif. Pendekatan ini harus didasarkan pada konsep-konsep seperti qaulan karima (ucapan yang mulia), qaulan layyina (ucapan yang lembut), dan qaulan baligha (ucapan yang tepat). Metode ini berkontribusi pada pembentukan suasana dakwah yang damai dan saling menghormati.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline