Lihat ke Halaman Asli

Fenomena Komentar Negatif oleh Warganet Indonesia

Diperbarui: 2 September 2018   00:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Tahun 2018 menandai perjalanan yang sudah cukup panjang bagi mayoritas masyarakat Indonesia dalam hal mengakses internet. Jika dulu begitu panjang proses sampainya satu berita dari satu tempat ke tempat lain, kini masyarakat hanya perlu menggunakan Instagram atau akun sosial media lainnya yang mereka gunakan untuk memotret atau merekam story yang dapat mereka bagikan hanya dalam hitungan detik.

Kecepatan alir informasi lewat internet seakan tak bisa dibendung dan kini berita atau informasi dari internet seakan telah menjadi makanan sehari-hari. Fenomena alir informasi tersebut juga dibarengi dengan alir pendapat, respons, atau komentar yang diberikan terhadap suatu hal.

Pada masa lalu seseorang yang ingin opininya dapat tersebar luas di khalayak lewat media mungkin harus menunggu beberapa hari atau bahkan seminggu agar opininya dapat termuat di media massa cetak seperti koran. Sekarang, dalam hitungan detik, masyarakat dapat memposting atau memublikasikan komentarnya atau opininya terhadap suatu hal pada internet.

Mereka dapat melakukannya pada laman-laman blog seperti Wordpress, Blogger, dan sejenisnya, atau melalui media-media daring yang bebas persetujuan konten dari admin seperti lewat Kompasiana atau lewat media-media daring lainnya.

Di sisi lain, masyarakat juga dengan mudah dapat memanfaatkan kolom komentar pada media sosial, dan hal tersebut dipahami lebih mudah ketimbang harus melewati langkah-langkah yang lebih panjang saat memublikasikan tulisan via blog atau Kompasiana.

Komentar-komentar masyarakat banyak yang positif dan mengandung nilai-nilai kebaikan. Namun, tak bisa dipungkiri bahwa banyak pula warganet (sebutan bagi para pengguna internet) yang mengirimkan komentar-komentar negatif yang bermacam-macam bentuknya, mulai dari hinaan, cemoohan, ujaran kebencian, atau bahkan sampai perisakan (cyber bullying).

Komentar-komentar negatif tersebut seakan merasa benar sendiri dan menyalahkan suatu hal yang dikomentarinya. Tak ayal kala ini muncul istilah "mahabenar warganet/netizen dengan segala komennya".

Hal tersebut setelah ditelusuri oleh penulis dan atas artikel-artikel lain yang penulis jadikan acuan, ternyata dilakukan oleh oknum-oknum warganet yang tak jelas identitasnya. Akun-akun yang mereka gunakan biasanya adalah akun-akun kosong yang, misalnya pada Instagram, ketika dicek maka tidak ada postingan sama sekali dan jumlah pengikut akunnya bahkan mencapai angka nol (tidak ada sama sekali).

Akun-akun bodong tersebut kemudian digunakan untuk melancarkan aksi komentar negatif pada banyak tempat, yang kemudian memancing komentar warganet lainnya dan menimbulkan "kericuhan".

Dalam dunia sosial hal-hal yang bertentangan seperti itu, yaitu komentar positif dan komentar negatif, amat lumrah terjadi, namun sayangnya penyikapan warganet dalam memberikan komentar saat ini dirasa masih kurang baik. Hal tersebut dibuktikan dengan masih banyaknya komentar-komentar negatif pada internet.

Padahal, sesuatu yang dikomentari secara negatif itu belum tentu negatif (seperti yang disampaikan pada komentar), dan seharusnya diberi apresiasi. Salah satu contoh mudah yang ditemui adalah pada pelaksanaan Asian Games 2018 yang akan segera usai.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline