Lihat ke Halaman Asli

Rifki Feriandi

TERVERIFIKASI

Open minded, easy going,

Danau Sentarum di Mata Traveller Amatir

Diperbarui: 27 Juli 2015   06:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Travelling the biggest investment to look for great ideas (@ridwankamil)

Memang adakah yang disebut traveller amatir? Iya sih. Bagi penulis sendiri, travelling amatiran adalah yang dilakukan dengan frekuensi sangat jarang, dengan pengetahuan travelling yang sangat terbatas dan cenderung ikut-ikutan. Apalagi jika ditambah dengan pengetahuan pendukung travelling yang juga amatiran, seperti mengabadikan momen hanya dengan mengandalkan hape tanpa pengetahuan fotografi apa-apa. Namun, enaknya menjadi traveller amatir adalah kita bisa menikmati setiap momen satu demi satu, bahkan momen-momen yang dianggap tidak terlalu menarik bagi traveller sejati. Karena... di balik setiap momen itu terkadang terselip  ide-ide besar atau bahkan sampai terucap sebuah kata "Masya Allah - Allahu Akbar".

Danau Sentarum.

Danau Sentarum adalah sebuah Taman Nasioanal di bawah Departemen Kehutanan, dan merupakan "daerah tangkapan air dan sekaligus sebagai pengatur tata air bagi Daerah Aliran Sungai Kapuas" (sumber: di sini).

Danau Sentarum berada di Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat. Kawasan wisata cantik ini bisa dijangkau dengan perjalanan darat dari Kota Putussibau sekitar dua jam perjalanan.

Lokasi yang tepat menikmati Danau Sentarum adalah Bukit Tekenang. Ke bukit itulah penulis menuju. Bukit Tekenang berada di wilayah administratif Dusun Parit, Desa Dalam, Kecamatan Selimbau.

Di awal perjalanan, kita sudah disambut oleh rumah-rumah panggung khas danau. Rumah-rumah itu berdiri tinggi, beberapa meter di atas muka air. Sepertinya, air sedang turun. Meski umumnya rumah-rumah itu terbuat dari kayu / papan, namun banyak juga ditemui rumah kokoh batu-bata yang berdiri di atas tiang-tiang penyangga kayu. Agak tidak nyambung sih, tapi toh rumah-rumah seperti itu berdiri.

Perjalanan ke Bukit Tekenang dilakukan dengan transportasi air berupa speed boat. Satu speed boat standarnya dinaiki untuk empat orang,  dua di belakang, dua di depan - termasuk supir. Tapi jika pun dipaksain, masih muat untuk tiga orang di depan. Speed boat itu terasa sangat kecil di tengah-tengah danau yang makin lama terasa makin luas. Betul, awalnya speed boat masih berjalan di kanal, dengan kiri-kanan perumahan terapung dan lalu rimbun-nya pohon alang-alang. Namun, makin jauh dari daratan, yang ada di kiri-kanan hanyalah air yang membiru.

Perjalanan saat itu tepat ketika mentari bersinar dengan teriknya. Teriknya mentari tidak menjadikan kulit sakit karena panas. Hal ini mungkin karena angin yang menerpa karena speed boat berkecepatan penuh. Rasanya seru sekali berada di dalam speed boat dengan kecepatan maksimal di "jalan" yang lurus, halus, tanpa hambatan. Ya,  setidaknya merasakan serunya kejar-kejaran seperti di film. Terik mentari justu membuat segalanya terasa bagus. Air danau terlihat sangat biru. Garis-garis air tersibak saja menjadi begitu indah. Lalu memandang ke atas, langit sangat jernih, biru dengan awan-awan bak kapas-kapas terapung. Terkadang, bias sinar mentarinya pun tertangkap mata. Biyutipul bingit.

Setelah hampir satu jam perjalanan, kami di sambut dengan pemandangan yang tidak kalah indahnya. Pintu gerbang masuk ke Bukit Tekenang berwarna biru dengan gapura papan nama warna putih berdiri dengan gagahnya, apalagi dengan kibaran merah-putih kebanggaan. Birunya struktur itu terpantul sempurna di atas air danau yang diam. Di sebalahnya, beberapa rumah penduduk pun menyambut - juga dengan refleksi nyaris sempurna di permukaan danau. Ah, sangat indah.

Baik dari sisi depan, maupun sisi belakang, refleksi rumah di permukaan danau begitu indah dinikmati.
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline