Lihat ke Halaman Asli

Rifki Feriandi

TERVERIFIKASI

Open minded, easy going,

Kini Saya Pun Mantap Berkata: Nuklir Itu Aman

Diperbarui: 2 Oktober 2018   10:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Nuklir untuk kesejahteraan, persembahan untuk negeri | Foto: Rifki Feriandi

Pagi itu, 25 September 2018, di Ballroom Hotel Harris Vertu, saya duduk menyimak.  Mata menatap layar. Otak dengan asyiknya mencerna informasi yang masuk. Nuklir. Bahasan berat. Tapi mulut lalu menjadi tersenyum. Sejumput kalimat singkat muncul.

"Ooh. Aman kalo gitu".

Iya, hari itu saya menghadiri acara Media Gathering Bersama Bapeten tentang edukasi publik terhadap pengawasan pemanfaaan tenaga nuklir. Edukasi yang mengubah persepsi saya tentang nuklir.

Logo Bapeten

Terus terang saya buru-buru dan berlomba untuk segera mendaftar di acara ini dengan satu ekspektasi: mengerti mengenai nuklir dalam bahasa sederhana. Dan tema yang diusung adalah apa yang selama ini saya cari, mengenai tenaga nuklir yang tidak perlu ditakuti. Aman. Apalagi pembicaranya adalah mereka yang profesional dan kompeten di bidangnya, pengawasan tenaga nuklir. PENGAWASAN gitu loh. Dari BAPETEN. Badan Pengawas Tenaga Nuklir. Institusi resmi pemerintah yang dibentuk melaksanakan amanat Undang-undang No 10 tahun 1997. Institusi yang dipisahkan dari induknya, BATAN - Badan Tenaga Atom, demi tercipta pengawasan yang lebih profesional, independen dan tidak konflik kepentingan. Keputusan yang bahkan diperkuat dengan Kepala Bapeten yang berada langsung di bawah Presiden.

Kasubag Humas Bapeten, Retno Agustyah, memberi paparan | Foto: Rifki Feriandi

Stigma negatif berubah phobia itu......

Mau tidak mau saya menyetujui apa yang dipaparkan oleh Bu Retno Agustyah, Kepala Subbagian Hubungan Masyarakat, Bapeten, sebagai pemateri pertama. Kejadian Hiroshima-Nagasaki, Chernobyl dan ditambah kecelakaan Fukushima membuat stigma nuklir begitu menakutkan. Tidak aman. Katastropik. Berbahaya bagi lingkungan.  Stigma yang lalu membentuk kebencian-ketakutan. Phobia. Lalu segala yang berkaitan dengan nuklir itu ditolak. Dan terus terang, itu pula yang terjadi pada saya.

Bayangan nuklir yang tertanam di benak awam selama ini | Foto: Sciencestruct

Kemudian, phobia itu lalu membutakan saya terhadap apa-bagaimana-untuk apa nuklir itu. Padahal, Nuclear Reaction yang katastropik itu hanya bagian kecil saja, sebagai reaksi yang tidak terkendali. Sementara reaksi nuklir terkendali justru begitu banyak dan sangat bermanfaat bagi masyarakat.

Nuklir aman dalam aplikasi keseharian. Gak takut, kan?

Jadi, apa saja nuklir yang bermanfaat itu?

Yang dimanfaatkan dalam teknologi nuklir adalah pancaran radiasi terus menerus (alfa, beta, gamma, neutron). Nuklir terutamanya dipakai di bidang medis. CT Scan. Mammografi. Radioterapi. Rontgen, termasuk rontgen gigi. Yang terakhir ini membuat saya sedikit bergumam. "Oh, pake nuklir juga toh". Yap, karena sudah dua kali saya menjadi pasien rontgen gigi namun baru sadar, kalo rontgen gigi pun pakai teknologi nuklir.

CT Scan, teknologi nuklir untuk kesehatan | Foto: wikipedia

Lalu sebagai seorang insinyur teknik, saya juga cukup punya feeling kalo teknologi nuklir itu diaplikasikan di lapangan, meski terus terang lebih mengenalnya tidak dengan kata "nuklir" di dalamnya. Non destructive test, atau uji pengecekan keretakan pesawat atau struktur dan kebocoran pipa adalah salah satu aplikasi yang akrab di telinga dan menggunakan teknologi nuklir. Well logging juga demikian.
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline