Lihat ke Halaman Asli

Rifki Feriandi

TERVERIFIKASI

Open minded, easy going,

Angpau atau Celengan di Lebaran, Apa yang Anak Pilih?

Diperbarui: 11 Juni 2018   19:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Angpau jaman now, sudah jarang uang kertas nomina seribu atau dua ribu rupiah | Foto: Rifki Feriandi

"Alhamdulillah, Ade banyak uang euy sekarang", kata si Ayah di Lebaran tahun yang sudah lewat. Si Ayah mengomentari anak bungsunya yang sedang memegang uang kertas baru. Lumayan banyak. Maklum, ayahnya mempunyai enam orang kakak, jadi ada enam orang yang memberinya angpau. 

Belum ditambah oleh Enin dan Aki. Tidak lupa saudara-saudara dari si Ibu. Pantas saja wajah si Ade ceria. Bahagia. Wajah ceria juga ditunjukkan oleh si pemberi angpau itu. Mereka - eh beliau-beliau - itu memperlihatkan kebahagiaannya dengan berbagi kepada anak atau ponakan atau cucunya. Iya, sudah berbahagia baik karena anak-anak sudah menyelesaikan puasanya atau sesederhana ingin berbagi karena anak-anak - dengan kehadirannya - sudah memberi kebahagiaan. Kebahagiaan sebagai sebuah keluarga.

Setelah menerima uang, lalu si Ade masukkan uang kertas lima, sepuluh dan dua puluh ribuan itu ke dalam dompetnya. Uang kertas seribu dan dua ribuan rasanya makin sedikit dipakai. Dan sengaja si Ibu beri dompet lucu buat si Ade biar dia bisa menyimpan uang angpaunya di dompetnya sendiri dan bertanggungjawab terhadap masuk dan keluar uangnya sendiri. Sengaja juga biar tidak sedikit-sedikit dia pergi ke Ibu menitip angpau yang baru datang. Mending kalau dititipin si Ibu, kalau dititipin ke si Ayah kan parah. Suka lupa, lalu dipakai buat beli bensin. Wkwkwkwk.....

Si Ayah lalu biasanya melanjutkan pernyataan di atas dengan pertanyaan.

"Ini uang Ade minta atau dikasih Uwak?".

"Nggak Yah. Ade nggak minta. Ade kan gak minta uang ke Uwak atau ke Enin. Itu dikasih saja", kata si Ade mantap. Dia masih ingat kali, kalo si Ayah saat ngobrol tanpa sadar suka menyelipkan pesan sponsor, agar dia tidak meminta angpaw. Alasannya sih dibuat sederhana. "Nanti juga Ade dikasih lah. Gak usah khawatir". Hehehehe....sama tidak mendidiknya yak? Gak juga sih.  Memang sepertinya ada sedikit "ajakan mengharap", tapi ya lama-lama juga dia mengerti kok. "Mengharap" akan menghasilkan "kepuasan" karena menerima dan "kekecewaan" karena tidak menerima sesuatu yang diharapkan. Dia nanti akan belajar sendiri. Si Ayah biarkan juga dia seperti anak-anak yang lain yang ceria di akhir Ramadan. Tapi, setidaknya si Ade jadi terbiasa tidak menarik-narik baju Uwak atau Eninnya lalu menengadahkan tangan sambil berkata "Angpaunya mana?".

Lama kelamaan, pada suatu ketika, excitement si Ade menerima angpau itu hilang. Ketika saudara lain datang dan orang lain berebutan, si Ade mah kalem-kalem saja. Angpau yang paling awal-awal saja yang membuat dia excited, setelah itu seperti tidak ada semangat. Meski ada dompet, dia kadang menitipkan angpau itu ke si Ayah. Terkadang, dia juga melanjutkan dengan sebuah kalimat. "Itu buat Ayah aja. Uang Ade udah banyak". Wkwkwkwk..... Alhamdulillah dia tidak serakah dan tahu kalau si Ayah senang banget dapat angpau dari anak sendiri.

Nah, iseng kemarin si Ayah tanya.

"De, kalau Ade suka angpau atau celengan?".

Tahukah apa jawaban dia?

Jawabannya ada di youtube ini. Cekidot.





BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline