Lihat ke Halaman Asli

Rifki Feriandi

TERVERIFIKASI

Open minded, easy going,

Jangan Beri Aku dan Anakku Minuman Bersoda, Kawan

Diperbarui: 1 Juni 2018   11:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi minuman bersoda | Foto: alodokter.com

Kemarin, di hape saya muncul pesan yang sama dari dua pengirim berbeda. Pesan yang sudah bisa ditebak, tidak diteruskan atau dishare oleh si penerima, ya saya, karena terus terang belum dikonfirmasi kebenarannya. Padahal, kalau ditelusuri pesannya bagus. Tentang air bersoda dan bahayanya minum air bersoda pada saat buka puasa.

Tapi, meski isinya bagus tapi belum jelas kebenarannya, nanti kita terikut dosa menyebarkan berita bohong dong. Buah pala buah kedondong. Jangan dong. Buah kwini buah kelapa. Ini bulan puasa.

Tapi baiklah.

Mengutip dari okezone, ramuan minuman bersoda itu tercipta karena ketidaksengajaan. Katanya, awalnya John Pemberton, seorang apoteker pada 8 Mei 1886, membuat ramuan penghilang sakit kepala. Saat itu pemerintahnya tidak membolehkan memproduksi obat yang mengandung alkohol.

Lalu dia bersama temannya membuat ramuan dari daun koka (wikipedia secara khusus menyebut coca bukan cocoa yang artinya coklat) dan biji kola (cola acuminata). Temannya tidak sengaja mencampurkannya dengan air berkarbonasi. Tara, jadilah coca-co...eh, minuman bersoda.

Bahan minuma soda, biji kola. Kalo koka kan you know what. Bukan kokoa lo | Foto: wikipedia

Senikmat apapun mereka yang minum produk bersoda, jangan tawarkan itu kepada si Ayah dan keluarganya. Dijamin, tidak akan ada satu pun yang meminumnya. Sekalipun itu namanya dijadikan "Soda Gembira", terus terang tidak akan ada yang gembira di keluarga si Ayah ketika meminumnya. Jangan salah. Tidak ada larangan dari si Ayah untuk meminumnya.

Tidak ada hukum yang difatwakan si Ayah untuk haram meminumnya - lagian siapa sih Ayah itu. Ini hanya karena si Ayah tidak memberi peluang anak-anak untuk mencicipi minuman itu, karena si Ayah tidak pernah memberi contoh. Malahan, si Ayah berlaku sebaliknya, memperlihatkan ketidaksukaan dengan minuman bersoda. Ya tidaklah. Bukan dengan cara memalingkan wajah seperti ketika kita tidak suka bertemu mantan yang baru mutusin. Tapi ya reflek saja.

Ketika gelas beradu dengan bibir yang basah - sering dijilat karena haus :) , dan setitik minuman soda itu sudah mulai terasa di lidah, indera pencecap berkata: "warning, ada rasa yang tidak biasa, pahit gila". Di kala lidah orang lain berkata bahwa minuman bersoda yang sama rasanya manis dan enak, si Ayah mah malah merasakan pahit. Padahal pahitnya kehidupan pun tidak seperti itu, eaa.

Lalu, jika tidak sempat diludahkan -  kalo dalam ruangan kan tidak boleh meludah - setetes minuman soda yang sudah bercampur air liur itu masuklah ke gerbang kerongkongan. Lalu mulailah reaksinya. Cegukan. Iya, kadang cegukannya itu beruntun beberapa kali, sambung menyambung menjadi satu. Dan reaksi di diri si Ayah ternyata menular. Kalo saat itu bersama teman-teman, mereka pun bereaksi. Ketawa. Kejam, ya?

Ini tanpa soda loh. Entahlah kadar gulanya :) | Foto: Rifki Feriandi

Begitulah. Reaksi itu bukan karena penolakan tubuh yang tahu kalau minuman itu tidak bagus untuk kesehatan. Iya, kalo cek di gugel itu banyak kupasan mengenai itu. Yang begini lah, yang begitulah. Termasuk katanya kandungan gulanya tinggi. Si Ayah sampai bergumam: "Plis deh, rasanya pahit gitu dibilang gulanya tinggi. O-em-ji".

Ada juga sih artikel yang menulis beberapa kegunaan dari minuman bersoda. "Antara Mengerikan atau Menguntungkan". Begitu. Salah kegunaannya adalah " jago banget membersihkan peralatan masak, terutama dengan noda membandel dan karat yang susah hilang". Yaelah, kegunaan. Itu bukan kata Ayah loh. Baca saja di sini. Agar lebih fair, cari juga di youtube-nya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline