Lihat ke Halaman Asli

Rifki Feriandi

TERVERIFIKASI

Open minded, easy going,

“Nama Saya Elis” – Sebuah Duka Manula di Jakarta

Diperbarui: 24 Juni 2015   12:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tangannya yang dari tadi sibuk mencari-cari sesuatu di dalam keresek hitam itu sejenak berhenti. Wajahnya lalu menoleh kepadaku yang baru saja menduduki kursi peron rusak berwarna biru, Badannya ringkih, sedikit bungkuk. Lalu gesekan keresek kembali terdengar seiring kesibukan dia mencari sesuatu – entah apa.

Lalu suara keresek itu berhenti. Kini dia menatap tajam kepadaku. Aku pun menoleh. Kulihat mulutnya membuka, yang memperlihatkan giginya yang agak kotor di pinggirnya. Dan … keluarlah kata pembuka yang amat sangat menyakitkan saya: “kok masih muda sudah banyak ubannya”. Cetar…..

Hmm…ice breaking yang sangat sempurna. Dan inilah ceritanya.

###

Nama saya Elis. Saya mau ke Bekasi. Usia saya enam puluh tahun. Bapak? Suami saya? Suami saya sudah meninggal. Sudah lama.

Saya tinggal di sini, di Jombang sini. Di belakang stasion ini. Di rumah petak. Ya sendirian. Gak punya sodara. Anak ada. Dia udah kawin. Sekarang ya dia sama bininya. Jauh di sono.

Nenek? Mau ke mana? Ya mau naek kereta yang ke Bekasi. Ke rumah ponakan. Iya, yang selama ini ngasih uang buat hidup. Kagak enak kalo saya tinggal di sana.

Alamatnya nenek gak punya. Ya, nyang penting ke Bekasi saja. Nti turun di mana itu, setasiun apa ya? (lalu dia menyebutkan nama stasiunnya). Dari sana naek metromini. Ya,kalo gak ketemu yang tanya tukang ojek.

Ya pernah dicopet mah. Duit diambil. Ya balik lagi saja ke stasiun. Bilang aja mau ke Jombang.

Minta uang buat ongkos ke sana?

Gubraks

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline