Lihat ke Halaman Asli

Rifki Feriandi

TERVERIFIKASI

Open minded, easy going,

Iron Lady - "tontonan pendidikan wajib" bagi pejabat tinggi Indonesia

Diperbarui: 25 Juni 2015   05:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13369267171923637529

Brilian!!! Satu kata itu saya sematkan pada filem serius yang baru sempat saya tonton ini, jauh setelah filem ini beredar di negeri asalnya, dan cukup jauh juga dari perhelatan Oscar kemarin. Filem yang menceritakan kehidupan mantan Perdana Menteri Inggris - Lady Margaret Thacher - itu dibuka dengan Margaret tua yang ringkih karena usia, menjalani kehidupan normalnya sebagai seorang warga, bertahun-tahun setelah dia melepas jabatan kepala pemerintahannya karena mosi tidak percaya dari dalam partainya sendiri. Dengan diawali oleh kekagetannya dengan harga roti yang melambung, mengalirlah cerita tentang kehidupannya dalam penggalan demi penggalan: tentang awal masuk ke arena politik, kekerasan hati untuk berkiprah sebagai pejabat pemerintah, keseriusan mempersiapkan diri untuk itu. Meskipun cerita dibawakan dengan melompat-lompat flashback, namun saya bisa menikmati alur cerita yang cukup jelas itu. Apalagi inti cerita di saat Thatcher sudah menjadi Perdana Menteri dan berhadapan dengan beberapa keadaan yang krusial, seperti perlawanan dari pihak oposisi, tekanan dari rekan separtai, diperlihatkan secara bagus. Bahkan adu argumentasi yang melatarbelakangi sebuah keputusan tidak segan-segannya diolah oleh sutradara Phyllida Lloyd secara cermat. Dua penggal kisah dengan makna yang sangat berkesan bagi saya adalah saat Margaret Thatcher dengan piawai meng-counter debat dengan oposisi dengan meyakinkan, dan keteguhan dan ketegasan hatinya dalam memutuskan sebuah hal yang sangat penting dengan mengutamakan keberlangsungan sebuah negara dibandingkan kepentingan golongan. Brilian!!! Mau tidak mau kebrilianan filem ini pun sangat ditunjang oleh akting dari pemeran utama wanitanya, Meryll "Brilianwati" Streep. Tidaklah salah jika Academy of Motions Picture menganugrahinya piala Oscar untuk yang keempattigakalinya (dari nominasi ke 17nya) - setelah Kramer-Kramer dan Sophies Choice , karena sepanjang filem berputar, otak saya menerima bahwa "itulah Margaret Thacher", dan bukan "itulah Meryll Streep yang berperan sebagai Margaret Thatcher". Bagaimana tidak jika dari gerakan badan (body language) dan raut wajah (facial expression) di awal dan ujung cerita saja - tanpa sepatah kata pun - sudah mampu berbicara banyak dan membangun sebuah kisah. Apatah lagi ketika dia memperlihatkan kepiawaiannya mengolah vocal sehingga sekali mulut berbicara saya langsung berujar "itu memang Margaret Thatcher, aksennya memang seperti itu (padahal seperti khalayak ketahui, Meryll Streep adalah kelahiran dan warga negara Amerika, di mana aksen Inggrisnya sangat berbeda dengan British English). Untuk aktingnya, cukuplah anda coba menontonnya, dan silakan terkagum-kagum. Dengan kepiawaian Meryll Streep seperti itu, olah peran para aktris pendukung lainnya - termasuk Margaret dan Dennis muda - seolah-olah tenggelam. Namun saya masih bisa menikmatinya. Hanya saja, saya cukup terganggu dengan sosok Dennis Thatcher tua yang diperankan oleh Jim Broadbent karena benak saya masih menginginkan sebuah sosok yang lebih ramping, lebih serius dan sedikit kaku seperti yang selama ini saya sering lihat dia mendampinga Margaret di tangga Downing Street 10 di dalam Dunia Dalam Berita. Brilian!!! Terlepas dari ulasan kritikus filem utama - Roger Ebert - yang hanya memberi filem ini dengan dua bintang, bagi saya filem ini sangat bagus untuk ditonton. Saya memberinya lima bintang penuh. Memang sih filem ini agak terlalu serius, tapi filem ini penuh dengan hal-hal yang bisa dipungut. Banyak sekali nilai dan hikmah yang tercecer sepanjang filem berdurasi 165 menit ini. Coba simak beberapa penggalan kalimat yang sempat saya catat ini: "You can rewind it, but you can't change it (Kamu bisa memutar balik peristiwa itu, tapi kamu tidak bisa merubahnya" (Dennis Thacher kepada Margaret saat berbicara di dapur) "If you want to change the party, LEAD IT. If you want to changet the Country, LEAD IT (Jika kamu ingin mengubah kondisi partai, PIMPINLAH. Jika kamu ingin mengubah keadaan negara, PIMPINLAH" (Saran dua penasehat utama kepada Margaret Thatcher saat dia pertama kali ingin memasuki pertarungan politik) "It's time to GET UP (Saatnya untuk bangkit)" (pidato Margaret Thatcher pada saat krisis ekonomi melanda Inggris). Lalu, nikmatilah celoteh Margaret Thatcher sepuh yang penuh makna pada saat konsultasi dengan dokter - berhubung dia sering mengalami halusinasi tentang Dennis Thatcher yang dianggapnya masih hidup: You know what the problem of my age? We are governed by people who are care more about feeling than more about though. People don't think anymore They feel. Oh feeling. (Tahu tidak apa masalah utama sekarang ini? Kita dipertintah oleh orang-orang yang terlalu peduli tentang perasaan dibandingkan dengan pemikiran Orang-orang sekarang tidak berpikir Mereka lebih menekankan perasaan. Oh, perasaan.) Watch your think for they become words Watch your words for they become actions Watch your actions for they become habbits Watch your habbit for they become characters And watch your character, for it becomes your destininy Padahal, apa yang kamu PIKIR akan menjadi sebuah kata Apa yang kamu katakan lalu akan menjadi sebuah tindakan Apa yang kamu lakukan kemudian akan menjadi sebuah kebiasaan Dan kebiasaan akan membentuk karakter Lalu karakter? Itu akan menentukan nasib anda) Namun, puncak dari pujian saya terhadap filem ini adalah dari sebuah scene di saat Margaret Thatcher berdebat keras dengan rekan separtainya - yang lalu berujung kepada pemakzulan dirinya. Ah, well. All about career. Gentlemen. If we don't cut spendings we will be banckrupt Yes, the medicine is hars, but the patient requires it in order to live. Should we withhold the medicine? No. We are not wrong. We DID NOT SEEK ELECTION ... and (we) win in order to manage the decline of a great nation. (Ah, ternyata semuanya memikirkan karir ya? Bapak-bapak. Jika kita tidak memotong pengeluaran, kita akan bangkrut. Betul, obat itu pahit, tetapi pasen membutuhkannya untuk hidup. Haruskan kita tidak memberikan obat itu? Tidak bukan? Kita tidak bersalah. Kita tidak melakukannya untuk memenangkan Pemilu. Kita memenangkannya untu mencegak kebangkrutan negeri) Sebuah hikmah inti yang indah bahwa seorang pemimpin itu membutuhkan sebuah KETEGASAN dalam memutuskan sesuatu dan memutuskan sesuatu itu UNTUK KEPENTINGAN BANGSA DAN NEGARA dan bukan untuk kepentingan golongan dan partai. Itulah kenapa saya mengkategorisasikan filem ini sebagai filem pendidikan, dan menyarankan agar filem ini menjadi tontonan "wajib" bagi para pejabat tinggi negeri kita, sehingga mereka lebih tegas dalam memikirkan dan melakukan sesuatu untuk negara (dan bukankah salah satu sumpah para pejabat adalah "mengutamakan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi dan golongan?). Mudah-mudahan filem ini bisa menginspirasi para pejabat kita. Namun hati-hati, jangan salah kamar ya. Tontonlah filem Iron Lady. Jangan tertukar dengan filem Iron Ladies. Karena filem terakhir adalah filem komedi tentang para pemain voli di Thailand yang lemah gemulai. Salam resensi, 13 Mei 2012 (Nonton gratisan dalam penerbangan Brisbane-Jakarta)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline