Lihat ke Halaman Asli

Rifki Feriandi

TERVERIFIKASI

Open minded, easy going,

Kemarau Kekeringan, Hujan Kebanjiran. Kita Menabur, Kita Juga yang Menuai

Diperbarui: 26 Juni 2015   01:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hobi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Kartun Konpopilan hari Minggu 25 September menyuguhkan sesuatu yang sangat menusuk, karena secara sederhana telah menggambarkan perasaan banyak masyarakat kita. Gambar pertama memperlihatkan Konpopilan dengan kambingnya mendongak dengan tangan menengadah. Dengan keadaan tanah di sekelilingnya retak-retak, raut wajahnya yang ditempa matahari menyengat jelas berkata 'Hujan, kapan kau datang?'. Sementara seekor ayam yang berada di antaranya ikutan menjerit. Gambar kedua, Konpopilan juga dengan kambingnya, dengan pose yang sama kembali mendongak dan mengeluh. Dalam hujan lebat itu dia mungkin berkata 'Kapan kau datang mentari?'. Kali ini dia lakukan hal itu di atas atap, karena sekelilingnya banjir sampai menyentuh langit-langit. Kawan. Itulah kita, bukan? Komunikasi visual kartun itu menyampaikan pesan yang menohok: 'Kemarau kekeringan, hujan kebanjiran, dan manusia (serta binatang) tetap saja komplen (berkeluh kesah). Padahal, lihatlah beberapa foto yang saya ambil. Terlihat bahwa kita jugalah sebenarnya yang menabur apa yang kita tuai sekarang, bukan? Dan pemerintah pun menambah subur masalah ini, dengan tidak melakukan penegakan hukum semestinya. Dan sekarang kita berkeluh kesah? Keluh kesah yang sama yang diucapkan tahun lalu? Dua tahun lalu? Tiga tahun lalu? Dan tahun-tahun sebelumnya? Sepetak sawah di sudut Jl By-Pass - Jl Buah Batu Bandung, ditimbun tanah padat. Entah buat apa? Bukankah ini akan mengurangi resapan air jika di atasnya berdiri bangunan? Juga sepetak sawah di Jalan tembus ke arah Bandara Soekarno Hatta, juga ditimbun. Tanah entah di kilometer berapa jalan tol Padaleunyi, juga ditimbun. Demi kenyamanan pengendara yang ingin beristirahat? Demi majunya roda perekonomian? Demi...., demi.....? Namun, tertatakah? Sesuai peruntukannya kah? ht pbr / Sebuah sungai di Garut yang tercemar - diambil dari />tp://green.kompasiana.com/polusi/2011/08/20/sungai-kematian-kota-garut-ekspedisi-cimanuk-telapak-bag3/ Kawan. Mari kita mencoba ramah dengan alam. Lakukan sebisa yang kita lakukan. Lakukan dari hal yang kecil dan dekat dengan diri kita: membuang sampah pada tempatnya, menghemat air, mengurangi penggunaan plastik, memperluas serapan air dengan berkebun. Singkirkan sedikit ego kerakusan duniawi. Pikirkan sedikit masa depanmu. Masa depan anak-cucumu. Msa depan lingkungan. Bapak, Ibu Pejabat Pemerintah. Mari Bapak/Ibu lakukan tugasnya dengan benar. Bimbing dan beri arahan kami, masyarakat awam. Tegakan aturan demi terlindunginya alam. Jangan hiraukan iming-iming gemerlapnya dunia, pemimpinku, jika ternyata membawamu, keluargamu dan masyarakat yang manut kepadamu kedalam kecelakaan. Jadilah pemimpin yang benar. Dan masyarakat pasti akan berada di belakangmu. Dan cucuku. Mudah-mudahan kami bisa mewariskan air bersih buatmu, udara bersih buat anakmu, dan segarnya udara buat buyutmu. Cag, 26 September 2011

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline