Lihat ke Halaman Asli

Rifki Feriandi

TERVERIFIKASI

Open minded, easy going,

911 di benak awam, sepuluh tahun lalu

Diperbarui: 26 Juni 2015   02:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Dunia menjadi berbeda setelah peristiwa sebelas September" Entah kutipan siapa ucapan di atas, tetapi itulah yang terjadi bukan? Dunia sudah berbeda setelah peristiwa 911. Padahal, saat peristiwa itu terjadi saya menerimanya dengan terbengong-bengong. Saat itu saya sedang mempunyai tugas beberapa bulan di negara lain. Sepulang kerja seperti biasa saya nyalakan teve, dari saluran NHK. Terlihatlah gedung WTC yang mengepulkan asap. "Wah, kebakaran besar", pikir saya saat itu. Saya bahkan punya pikiran, "Wah, ini filem hebat amat, pakai kebakaran di gedung jangkung segala". Lalu seperti juga cowok-cowok lainnya, yang tidak pernah bisa berdiam di satu saluran, saya pun pindah-pindahin saluran teve tersebut. Cukup kaget juga mendapati hampir semua teve menayangkan hal yang sama. Akhirnya, sampailah saya di saluran CNN, yang mereportasekan apa yang terjadi itu dengan judul "America under attack". Mulailah saya serius memperhatikan laporan dari CNN itu, termasuk analisa-analisa awal dari reporter-reporter itu. Kemudian, seperti menonton sebuah filem aksi, sebuah pesawat terbang mendekat dan akhirnya menabrak gedung kembar satunya lagi. Pekikan dan jeritan saya dengar dari layar. Saat itu kalau tidak salah, beberapa saluran menayangkan arah pengambilan gambar dari beberapa sisi saja. Saya pun ikutan bergumam, "Masya Allah". Lalu, seperti yang dialami pemirsa lainnya, saya menyaksikan hilir mudik petugas pemadam kebakaran, palang merah serta juga serpihan-serpihan yang berterbangan. Saya juga merasakan kasihan melihat beberapa kepala nongol dari lantai-lantai di atas, sambil mengibarkan bendera-bendera dari apa saja yang mereka miliki. Terkadang pula saya memekik sendiri - karena saya tinggal di apartemen tipe studio, jika saya melihat sesuatu yang meloncat dari jendela atau kaca yang pecah. Apalagi jika wartawan peliputnya men-zoomnya. Miris sekali. [caption id="attachment_134342" align="aligncenter" width="300" caption="(diambil dari Mbah Gugel)"][/caption] Yang paling menyesakkan adalah tatkala dua gedung tinggi itu roboh, bergemuruh, dengan gumpalan debu-debu yang deras meluncur, disertai lari-nya orang-orang menyelamatkan diri. Tentu saja gambaran itu ditambah dengan pekikan orang-orang yang ada di televisi. Saya langsung berpikir mereka di sana mungkin merasakan ini adalah akhir dunia. Mencekam, meski saya menontonnya jauh dari negara Amerika. . Peristiwa robohnyadua gedung itulah yang benar-benar menohok saya. Saya - seorang insinyur bangunan, dengan spesialis bangunan tinggi, sekarang melihat kenyataan bangunan kembar tertinggi dunia, yang didesain campuran beton dan baja, ternyata bisa roboh, dan dalam waktu begitu cepat. Saya cukup terpana, dan kadang berbisik sendiri "kok, bisa ya?". Kok bisa yang bisa dterjemahkan beberapa hal, baik terhadap gedung WTC dan kejadian serupanya.

  • Kok bisa bangunan modern yang diidesain para ahli sampai akhirnya roboh menjadi tumpukan puing
  • Kok bisa ya pesawat menabrak gedung, dan tepat lagi di sasaran
  • Kok ya bisa ya Pentagon diserang
  • Kok bisa ya pesawat berbelok arah tidak terlacak radar
  • Kok bisa ya pesawat mendekat udara Pentagon tanpa diusir
  • Kok bisa ya Amerika yang begitu digjaya di filem-filem televisi, ternyata begitu rentan dan rapuh.

Lalu, beberpa bulan dan tahun muncullah apa yang membuat dunia menjadi berbeda itu. Pre-emptive action dimulai. Irak diserang. Afganistan diserang. Sadam Husein dipenggal. Peduli amat apakah Mass Destruction Weapon ditemukan apa tidak. Tapi ya kok saya punya feeling bahwa rasanya tidak mungkin jika Amerika diserang "teroris" tanpa bantuan dari dalam ya? Mau bagaimanapun penjelasannya, bagi saya ada yang kurang ya, apa mungkin karena selama ini saya dicekoki filem-filem Barat yang memperlihatkan digjayanya Amerika, padahal pada kenyataannya rapuh dan mudah diserang bangsa lain - diistilahkan teroris. Maaf, saya tidak dalam posisi membela salah satu, tidak membela atau menghinakan mereka yang dibilang "teroris" atau membela atau menghinakan Amerika sebagai yang ditimpa musibah. Hanya saja, kembali "rasa" saya dan "pikiran" saya yang cetek ini kok ya masih menerima hal ini sebagai sesuatu yang "logis" - logis dalam pikiranku yang awam. Yah, mudah-mudahanlah dunia akan lebih baik lagi sekarang dan nanti. Dan mudah-mudahan Indonesia bisa berperan lebih banyak di percaturan dunia, dalam membawa dan menggaungkan perdamaian. Semoga. Cag, 11 September 2011

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline