Jengkel dengan SBY? Muak dengan anggota DPR? Jengah dengan para menteri yang melempem? Mual dengan pejabat yang tidak profesional? Kesal dengan aparat mata duitan? Heran dengan ulah Nazarudin? Kecewa dengan Bung Anas?
Jika jawabannya adalah YA, timbul pertanyaan lain. Haruskah kita potong satu generasi agar didapat pemimpin yang berpihak dengan rakyat?
Ah, janganlah potong satu generasi Kawan, karena siapa tahu pemimpin dari generasi selanjutnya pun sudah terkontaminasi sifat negatif generasi bapaknya. Dibanding potong generasi, mengapa kita tidak mulai saja dari sekarang mencari sosok anak muda generasi baru yang belum atau tidak terkontaminasi korupsi, kolusi, nepotisme dan segala perilaku negatif? Yakinlah, pasti ada beberapa sosok di antara sekian ratus juta warga negara yang memiliki modal positif sebagai pemimpin masa depan: visioner, jernih, profesional, berintegritas, tegas dan bernurani. Yakinlah juga pasti ada beberapa sosok unggul tersebut yang tidak memiliki catatan masa lalu negatif. Tinggal kita munculkan sosok-sosok itu, kita angkat profilnya dan kita gadang-gadang untuk menjadi pemimpin masa depan. Biarkanlah masyarakat yang melakukan fit and proper test bagi mereka.
Dan satu orang muda yang penasaran saya ingin ketahui lebih lanjut terekspose dalam sebuah media beberapa bulan lalu. Dalam artikel yang membahas pengusaha muda itu, muncul empat figur anak muda yang bersinar. Tiga darinya sudah kita kenal karena selain mereka sudah sering terekspose, nama mereka pun cukup mudah dikenal dengan adanya sisipan nama orang tuanya yang lebih dulu moncer - meski bisa jadi mereka sendiri mempunyai prestasi yang tidak tersangkut paut dengan kebesaran nama orang tuanya.
Satu anak muda yang ingin saya tahu lebih banyak adalah Prof Firmanzah PH. Disebutkan di media itu bahwa Firmanzah adalah Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Usianya masih muda, kelahiran tahun 1976 - jadi berusia 35 tahun, dan menjabat Dekan FE UI pada usia 33 tahun. Itulah kenapa Museum Rekor MuRI mencatatnya sebagai Dekan termuda di Indonesia.
Yang membuat saya - yang belum mengenalnya dan baru kali ini mengenalnya dari media, berpikir bahwa dia adalah calon pemimpin masa depan, adalah:
1. Dari segi intelektual, bukankah dia orang yang brilian? Menyelesaikan tingkat sarjana, pasca sarjana dan doktoral dalam usia yang sangat muda pasti membutuhkan kemampuan intelektual yang hebat, bukan? Seorang pemimpin Indonesia masa depan kita harapkan mempunyai intelejensia yang cakap.
2. Dari segi kepemimpinan, bukankah dia orang yang handal? Menerima sebuah tugas berat sebagai seorang Dekan, yang mengatasi beberapa Kepala Jurusan pasti membutuhkan kesadaran akan jiwa kepempinan yang kuat, bukan? Dan kepemimpinan yang dibutuhkan bukan saja untuk komunitasnya, dalam arti Jurusan almamaternya, tapi lintas Jurusan. Tinggal kita lihat prestasi dia sampai dengan akhir masa jabatannya sebagai Dekan itu.
3. Dari segi keterpilihan, bukankah dia orang yang elektabel? Dia adalah Dekan FE UI. Fakultas Ekonomi gitu loh, yang adalah fakultas yang terpandang di negeri ini. Tidak mungkin dia menjadi Dekan jika dia menjadi titipan seseorang - masa sih di jaman reformasi dan informasi masih ada titip menitip. Jika dia ternyata menang dalam pemilihan Dekan, dengan mengalahkan calon lainnya, bukankah itu arti gamblang bahwa dia adalah orang yang elektabel - seperti elektabelnya SBY dulu.
4. Dari segi keterpercayaan, tidak mungkin dia menjadi Dekan jika dia tidak dipercayai rekan kerja atau bahkan para alumni dan sesepuh. Bukankah FE UI memiliki sejarah panjang dengan alumni dan sesepuhnya yang mewarnai perjalanan sejarah fakultas. Segi keterpercayaan ini sepertinya berkaitan erat dengan segi keterpilihan, tapi tidak ada salahnya saya pisahkan dua segi ini.
5. Dari segi 'bebas kaitan dengan masa lalu', bukankah saya belum mendengar bahwa dia menjadi bagian sebuah partai, terlibat dalam organisasi atau pemerintahan yang sedang ada masalah. Yang saya baca dari latar belakangnya, dia berasal dari keluarga sederhana, dari ibu yang buta huruf. Dia menjalani kuliah dengan cepat dan mendapatkan beasiswa. Dia juga aktif berorganisasi. Dari perjalanan seperti itu, saya kok menilai bahwa dia masih 'bersih' dan cenderuh 'gigih dan tahan banting'. Ah, itu ternyata poin nomor enam - gigih dan tahan banting