Canon Pixma MP610 Color ink-jet printer, copier, scanner. Itu nama resmi printer yang saya punyai. Saya dan si Kakak, yang paling sering menggunakan printer itu, cukup menyebutnya printer Canon. Tidak cukup menyebut printer saja, karena sebelumnya saya memang pernah memiliki printer lain, produksi merek-merek ‘ sebelah’. “Tetapi, ya gitu deh”, adalah jawaban saya jika ditanya ada apa dengan printer-printer merek “sebelah” itu. “Lelet…”, itu jawaban si Kakak.
Entah apa yang mendasari saya membeli printer merek Canon jenis Pixma MP610 itu. Saat itu tahun pertama si Kakak ikut dengan saya, ayahnya, yang sedang bertugas kerja di Brisbane. Dia sedang berada di kelas lima SD. Yang diingat adalah saat itu saya hanya meminta informasi kepada penjualnya printer apa yang bagus dan cepat untuk mencetak, scan dan bisa untuk menjadi mesin foto copy. Petugas penjualnya lalu menunjuk Canon Pixma MP610.
[caption id="attachment_338183" align="aligncenter" width="300" caption="(sumber: canon.co.uk)"][/caption]
Printer itu lalu saya beli. Saya lah orang yang banyak menggunakan printer itu di tahun pertama, karena pada saat itu si Kakak belum banyak tugas – lagi pula di Brisbane anak sekolah level SD tidak dibebani tugas macam-macam. Printer itu sidak saya pergunakan terlalu sering, mengingat intensitas kebutuhan mencetak saat itu tidak banyak. Namun berhubung sedang berada di luar negeri, dan tentunya dengan aktivitas jalan-jalan di kota Brisbane dengan segala hal yang baru, maka foto-foto dokumentasi saya menjadi lebih banyak. Dan di situlah saya menikmati sebuah aktivitas baru: memilah dan mencetak foto. Dan di situ pulalah saya merasakan keunggulan printer yang saya beli. Apa keunggulan itu? Sederhana: cepat dan mudah dan kualitas bagus.
Printer Pixma MP610 dilengkapi dengan software untuk mencetak. Dengan software itu, saya bisa dengan mudah mencetak foto-foto yang saya punyai. Mudah sekali, tidak berbelit-belit. Tinggal install software dari CD yang menyertai printer itu dan langsung pakai. Tanpa setting yang rumit, gambar yang tampil dalam cetakan adalah gambar yang sama dengan yang ada di layar. Tidak hanya itu, warna yang muncul pun sama dengan warna yang ada di layar. Dan yang membuat saya senang adalah proses pencetakannya pun cepat, tidak memerlukan waktu terlalu lama dari sejak mulai mengirim data ke printer dan kertas muncul. Juga hasil cetakannya pun bagus, bahkan untuk dicetak di kertas bisaa. Apalagi jika dicetak menggunakan kertas glossy yang sesuai dengan peruntukan sebuah foto, hasilnya lebih bagus lagi. Bahkan saya sampai bergumam jika saya sudah tidak akan butuh toko foto lagi.
Hanya setahun setengah kita berada di Brisbane dan kembali ke Jakarta – lengkap dengan membawa si printer Canon itu. Saat di Jakarta, si Kakak sudah masuk SMP, mulailah dia menguasai penggunaan printer itu. Beberapa tugas mulai muncul, dan makin tinggi intensitasnya seiring dia beranjak naik kelas. Printer Canon pun dengan setia tetap menemaninya tetap dengan performanya yang cepat. Jarang terjadi keluhan dari Kakak, karena memang Canon Pixma MP610 mencetak dengan cepat.
Menginjak masuk ke SMA, frekuensi penggunaan printer jauh lebih banyak. Bukan hanya tugas sekolah, namun tugas dari kegiatan luar sekolah – ekstra kulikuler – Kakak ternyata membutuhkan sebuah printer yang bisa diandalkan untuk mendukukung dokumentasi, proposal dan laporan yang Kakak dan teman-temannya buat. Setelah saya mengetahui jika Kakak begitu menikmati kesibukan organisasi, di OSIS dan tari Saman, dan melihat kesungguhan dia melakukan tugas yang diembannya, maka saya gembira karena printer Canon yang belum berganti itu tetap masih bisa diandalkan: mencetak lebih cepat dan lebih banyak.
Namun demikian, godaan prinsip ekonomiternyata menghampiri: ingin hasil bagus dengan biaya murah. Saat itu saya mulai berpaling menggunakan tinta refill – isi ulang. Sepintas memang refill sepertinya amat membantu memberikan keuntungan finansial berupa harga tinta yang lebih murah. Dengan kuantitas lembar yang dicetak lebih banyak, tentunya penggunaan tinta akan lebih banyak. Dengan tinta yang lebih murah, tentunya biaya akan lebih murah, bukan? Iya sih, memang lebih murah. Tapi sejak memakai tinta-tinta isi ulang itu, mulailah masalah muncul. Masalah entah sering macet lah (jam), kualitas cetakan yang tidak begitu bagus lah sampai yang paling fatal adalah printer head yang bermasalah. Saya sadar jika produsen mensyaratkan penggunaan tinta asli tentunya sudah dengan pertimbangan. Tapi, ya saya termasuk salah seorang pragmatis tidak berpikir panjang yang termakan iklan. Lagipula, tinta isi ulang gampang diperoleh dan legal – terbukti dengan menjamurnya toko tinta isi ulang di mana-mana tanpa ada tindakan dari pemerintah. Dengan sering “rewel”nya printer kesayangan itu, rewel pula lah si Kakak, karena tugasnya banyak terganggu.
[caption id="attachment_338184" align="aligncenter" width="300" caption="(sumber: www.steves-digicams.com)"]
[/caption]
Akhirnya, printer Canon kami menginap beberapa bulan untuk diperbaiki, dan menunggu penggantian printer head. Saat yang bersamaan tugas Kakak tidak bisa diabaikan begitu saja. Akhirnya saya beli printer bermerek tapi cukup murah. Namun printer itu tidak berumur lama, karena sering bermasalah dan lelet. Sampai akhirnya printer Canon berhasil diperbaiki dan senyum si Kakak kembali mengembang.
Sejak saat itu, saya tidak lagi menggunakan tinta isi ulang demi penghematan. Apalagi setelah dipikir jika tinta asli tapi tidak mahal-mahal amat, terjangkau di kantong. Apalagi tinta ink-jet bisa berukuran kecil dan bisa dibeli satu warna satu warna, tergantung mana dulu yang habis. Hal ini tentunya sangat pas dengan kondisi keuangan kita kebanyakan – tidak mengeluarkan uang dalam jumlah besar dalam satu saat. Bandingkan dengan biaya tinta laser yang berpuluh kali lipat harganya. Padahal dengan printer Pixma MP610 yang berupa ink-jet kualitas hasil dan kecepatannya tidak kalah dengan laser jet. Bandingkan pula dengan besarnya biaya jika penggunaan tinta isi ulang justru merusak mesin.
Hari ini, Canon Pixma 610 milik kami masih aktif dipergunakan. Itu berarti sudah tujuh tahun dia menemani saya dan mendampingi perjalanan sekolah si Kakak. Meski aktivitas mencetak lebih banyak dilakukan si Kakak, namun saya masih terus menggunakan printer itu sampai sekarang untuk memuaskan hobibaruku: men-scan foto-foto jadul kepunyaan keluarga, termasuk foto berusia lebih dari 50 tahun.
[caption id="attachment_338185" align="aligncenter" width="300" caption="Foto-foto hitam putih adalah hasil scan Canon Pixma MP610 (koleksi pribadi)"]
[/caption]
Ah, tidak perlu ngomong terlalu banyak. Tujuh tahun bertahan dengan Canon Pixma MP610. Coba saja deh
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H