Lihat ke Halaman Asli

Menuju Pertempuran Akhir Prabowo vs. CSIS feat. Jokowi

Diperbarui: 18 Juni 2015   05:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dua hari terakhir ini beredar foto Ketua KPU Husni Kamil Manik sedang bertemu dengan orang-orang yang disebut sebagai orang Hendropriyono, anggota timses Jokowi-JK di sebuah ruangan tampak seperti kamar hotel mewah (lihat: pic.twitter.com/phnqipTB8t). Saya sengaja menunda penulisan artikel karena bermaksud menunggu tanggapan Husni Kamil Manik atas foto tersebut namun tidak ada komentar sampai tulisan ini disusun sehingga saya asumsikan fotonya memang benar, asli dan bukan hasil photoshop.

Apakah saya kaget atau heran apabila foto tersebut benar dan membuktikan Ketua KPU berkongkalikong dengan timses Jokowi-JK? Tidak, sebab bukankah sehari menjelang debat capres pertama timses Jokowi-JK bernama Trimedya Panjaitan tertangkap basah bertemu Komisioner KPU bernama Hadar Nafis Gumay dan Komjen Budi Gunawan di restoran Sate Khas Senayan pada hari Minggu malam? Yang membuat saya syok adalah temuan bahwa istri Husni Kamil Manik bernama Endah Mulyani memiliki orang tua sama dengan Mufidah, istri Jusuf Kalla yaitu H. Buya Mi'ad dan Sitti Baheram. Ini jelas nepotisme...sungguh permainan yang luar biasa gila!! Tidak usah bicara yang rumit-rumit, dengan fakta Ketua KPU adalah ipar JK saja sudah merupakan alasan membatalkan pilpres yang lalu dan melakukan pemilihan ulang.

Dengan demikian dapat dimengerti alasan KPU tidak mengindahkan rekomendasi Bawaslu untuk melakukan pilpres ulang di Jakarta karena ditemukan lebih dari 5.841 TPS bermasalah tapi KPU hanya mengulang pencoblosan di 16 TPS; menjelaskan alasan Ketua KPUD Sumut bernama Benget yang kader PDIP dan Yulhasni yang mantan Ketua Timses Maisyayak Johan dari Nasdem mengesahkan suara Nias Selatan yang jumlah pemilih digelembungkan hingga 50% termasuk mendiamkan aksi anggota KPPS menyobek kertas suara yang mencoblos Prabowo-Hatta saat menghitung suara yang masuk bagi masing-masing calon dan masih banyak lagi kecurangan masif lainnya.

Modus kecurangan yang terjadi pada pilpres 2014 adalah penggelembungan suara yang terjadi khususnya pada daerah-daerah yang memenangkan Jokowi-JK dan terdapat bukti tidak bisa terbantahkan bahwa apabila kita membandingkan jumlah penduduk versi Badan Pusat Statistik/BPS dan jumlah Daftar Pemilih Tetap yang disusun KPU maka hasilnya adalah sangat jomplang di mana jumlah DPT pada propinsi-propinsi yang memenangkan Jokowi-JK jauh lebih tinggi daripada jumlah penduduk yang dibuat oleh BPS. Kok bisa? Mari kita lihat empat contoh berikut ini:

1. Jawa Tengah:

- Jumlah penduduk versi BPS: 33.774.100, dan yang berumur 15thn ke atas versi BPS: 23.356.156.

- Jumlah DPT menurut KPU: 27.398.829, atau selisih 4.042.673 dengan BPS atau lebih tinggi 15% dari hitungan BPS.

2. DI Jogjakarta:

- Jumlah penduduk versi BPS: 3.679.200, dan yang berumur 15thn ke atas versi BPS: 2.544.316.

- Jumlah DPT menurut KPU: 2.740.060, atau selisih 209.744 dengan BPS atau lebih tinggi 8% dari hitungan BPS.

3. Jawa timur

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline