Lihat ke Halaman Asli

Rifkal ArthaYuda

Mahasiswa S1 keperawatan universitas muhammadiyah kalimantan timur

Anomali Krisis Minyak Goreng di Negara Penghasil Kelapa Sawit

Diperbarui: 13 Maret 2022   14:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Polemik yang berujung pada permasalahan tak henti-henti menghampiri negara Indonesia, mulai dari kasus Covid-19 yang sudah lebih dua tahun tak selesai-selesai, lalu penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden, hingga yang lagi ramai jagat di media sosial yaitu krisis minyak goreng. Langkanya minyak goreng menjadi permsalahan yang menimbulkan kerusuhan di masyarakat, di mana masyarakat sibuk mendatangi toko-toko untuk mendapatkan minyak goreng. Antrean yang panjang dan memakan waktu pun terjadi, orang-orang menghabiskan waktu yang lama seharian hanya untuk mendapatkan minyak goreng, yang biasanya sangat mudah untuk didapatkan. Antrean yang lama ini pun tak menjamin orang-orang mendapatkannya, banyak yang akhrinya berujung dengan kekecewaan karena sudah menghabiskan waktu untuk mengantre tetapi pulang dengan tangan kosong.
Antrean untuk mendapatkan minyak goreng banyak menimbulkan permasalahan lain, dilansir dari media SuaraKaltim.id pada hari Sabtu, 12 Maret 2021 dikatakan bahwa seorang ibu-ibu mengalami sesak napas lalu pingsan saat diduga desak-desakan mengantre untuk membeli minyak goreng. Kejadian ini berawal dari kegaduhan, lalu setelah itu warga pun panik dan segera membantu ibu-ibu tersebut untuk keluar dari antrean. Kemudian si ibu langsung dilarikan ke rumah sakit, tapi nahasnya saat dalam perjalanan, sang ibu berakhir wafat.
Krisis minyak goreng pun menimbulkan panic buying di masyarakat. Melihat pengalaman dari kasus yang lama yaitu orang berebutan dan menimbun hand sanitizer dan juga masker karena kepanikan yang menjamur. Akhirnya sekarang terjadi lagi, dengan objek permasalahan yang berbeda dan pola yang sama. Kelangkaan minyak goreng banyak membuat toko-toko memberlakukan bahwa tiap orang hanya boleh membeli maksimal 2 pieces saja, dan aturan ini tak membuat masyarakat kehabisa akal. Karena keterbatasan dalam pembelian, akhirnya banyak dari masyarakat yang membawa pasangan, anak, keluarga hingga kerabat untuk bersama-sama mendatangi toko dan membeli minyak secara bersamaan serta bersandiwara saat di dalam toko seperti tidak saling mengenal sebelumnya.
langkanya minyak goreng ini membuat kita bertanya-tanya mengapa hal ini bisa terjadi, padahal jika dilihat secara komperhensif, Indonesia merupakan salah satu negara dengan penghasil kelapa sawit terbesar di dunia, dan dua pulau sentral terluas berada di Sumatera dan Kalimantan. Melihat informasi tersebut, krisis minyak goreng ini menjadi sebuah anomali karena sekali lagi bahan dasar untuk membuat minyak goreng pun tersedia dan tersebar banyak di bumi nusantara, lantas apa yang salah, apa yang membuat minyak goreng menjadi mahal dan selangka ini.
Banyaknya alibi yang dberitakan dibalik naik dan langkanya minyak, mulai dari lonjakan minyak nabati dunia hingga efek pandemi Covid-19. Krisis minyak goreng ini harus segera di selesaikan dan pemerintah lah yang mempunyai tanggung jawab sepenuhnya karena masyarakat hanyalah konsumen dan yang mememgang kendali regulasi adalah pemerintah. Menurut penulis, kelangkaan minyak ini tak lepas dari genggaman kapitalsime yang memang menjadi mode produksi yang dapat memberikan efek buruk pada masyarakat, terhusus yang masih mengandalkan upah harian untuk memenuhi kebutuhannya. Petani-petani sawit yang berupaya dalam menjaga, menanam, hingga memanen sawit pun ikut menjadi bagian yang sangat sulit mendapatkan minyak goreng.
Indonesia sangat kaya akan sumber daya alamnya dan semua banyak di kuasai oleh para kapital. Sistem kapitalisme di suatu negara kebanyakan dan dapat dibilang hampir semua berorientasi untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya dan menekan pengeluaran sekecil-kecilnya. Hal ini membuat banyak asumsi beredar di masyarakat, yang pastinya para penguasa akan terseret menjadi subjek utama yang bermain bersama kaum kapital dalam permasalahan ini.
Menurut penulis, pemerintah harus bertindak tegas dalam menyelesaikan permasalahan ini, terkhusus Kementrian perdagangan yang mempunyai tupoksi sesuai dengan pokok permasalahan yang ada. Tindak tegaslah jika memang ada perusahaan ataupun segelintir oknum yang menjadi dalang terjadinya krisis minyak goreng ini, karena jika tidak cepat terselesaikan, argumen bola liar tentang gagalnya pemerintah dalam mengurus negara akan semakin meluas dan pastinya tingkat kepercayaan masyarakat kepada pemerintah pun akan menurun. Langkanya minyak juga akan menimbulkan kerumunan yang besar di tempat pendistribusian seperti toko-toko yang menjualnya, mengingat ini masih dalam proses penyelesaian wabah Covid-19, dan jika ini berlangsung lama maka permasalahan-permasalahan lain pun akan muncul lagi.
Penulis juga memberi saran kepada pemegang regulasi di tingkat kecamatan, kelurahan atau pun desa, agar lebih sadar juga dalam permasalahan ini. Melihat kasus yang terjadi akibat antrean yang panjang dan lama, lebih baiknya setiap RT dapat digerakan untuk bekerjasama dengan pemilik toko atau warung yang menjual minyak, lalu para kepala RT ini akan mengambil alih dalam pembagian minyak kepada warganya, dengan hal ini, minyak pun akan merata didapatkan oleh masyarakat dan risiko buruk akibat antre pun tidak akan terjadi. Hal ini juga dapat mengurangi kerumunan dan mobilisasi warga sehingga kasus Covid pun tidak akan membludak kembali.
Teruntuk masyarakat sekalian, hilangkanlah jauh-jauh panic buying, apalagi sampai menimbun banyak minyak karena takut akan kehabisan. Mari bersama-sama kita saling berbagi dan tolong-menolong, karena jika hal tersebut tidak dijalankan maka sikap egois akan menjadi hal utama yang akan memperburuk suasana dan menimbulkan perpecahan. Semoga permasalahan ini dapat segera selesai dan seluruh masyarakat akan mendapatkan kebutuhannya secara mudah dan nyaman.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline