Kita mulai lagi, judul diatas saya ambil dari situs pengusahamuslim.com , artikel yang cukup menggelitik saya untuk memulai memencet keyboard laptop dan menghadirkan tulisan ini. Terlihat pada tulisan tersebut pada tinjauan syariahnya banyak hal yang tidak singkron antara pernyataan-pernyataan yang disampaikan.
"Setelah melalui proses administrasi, biasanya anda diwajibkan membayar uang muka (DP) sebesar 20%. Setelah mendapatkan bukti pembayaran DP maka bank terkait akan melunasi sisa pembayaran rumah sebesar 80%"
Ini merupakan konsep KPR yang berlaku pada bank konvensional dan tidak bisa dipersamakan dengan yang dilakukan pada produk musyarakahnya Bank Syariah, konsep diatas juga ada dilaksanakan pada Bank Syariah melalui produk Murabahah.
pernyataan diatas kontra dengan pernyataan berikut :"Anda membeli 20% dari rumah itu, sedangkan lembaga keuangan membeli sisanya, yaitu 80%. Dengan demikian, perbankan menerapkan akad musyarakah (penyertaan modal).
Kemudian tulisan selanjutnya
1. Dalam aturan syariat, barang yang dijual secara kredit, secara resmi menjadi milik pembeli, meskipun baru membayar DP.
"Setau saya dalam islam tidak ada penjualan barang yang dilakukan dengan kredit, yang ada hanyalah murabahah dengan pembayaran secara cicilan, sehingga makna kata yang tersampaikan oleh penulis tersebut sangat jauh dari kaidah syariah. Kemudian, rata-rata konsep yang digunakan oleh Bank syariah untuk pembiayaan kepemilikan rumah (Tidak lazim penggunaan kata KPR Syariah), adalah pembiayaan Musyaraqah Muttanaqisah yang merupakan pembiayaan kongsi pemilikan rumah dimana jumlah porsi kepemilikan satu pihak akan berkurang sesuai dengan pembayaran oleh pihak lain, dan diakhir akad akan menjadi 100 persen milik nasabah"
Seperti yang disampaikan diatas, ada juga bank syariah yang menggunakan akad Murabahah sebagai akad pembiayaannya, pada akad ini juga tidak diakui bahwa sistem yang digunakan adalah kredit, akan tetapi pembelian dengan sistem cicilan.
2. Nilai 80% yang diberikan bank, hakekatnya adalah pinjaman BUKAN kongsi pembelian rumah. Dengan alasan:
a. Bank tidak diperkanankan melakukan bisnis riil. Karena itu, bank tidak dianggap membeli rumah tersebut.