Judul saya diatas minimal bisa menggambarkan apa yang terjadi di dunia perbankan saat ini (ini sih menurut analisa saya saja....!). Banyak BPR/BPRS yang sudah mulai kehilangan pangsa pasarnya, ini diakibatkan oleh makin maraknya lembaga-lembaga keuangan illegal yang menjamur dimana-mana. Pemainnya juga bukanlah perusahaan, akan tetapi hanya perorangan yang memiliki uang lebih dan memanfaatkan kondisi keuangan masyarakat yang sedang tidak baik. Perusahaan leasing kendaraan pun saat ini tidak hanya memberikan pembiayaan terhadap kendaraan baru, kendaraan second pun bisa diberikan pembiayaan, sehingga praktek menggadaikan BPKB sudah bisa diprediksikan akan jamak terjadi di perusahaan leasing.
Kondisi diatas sampai saat ini tidak menjadi perhatian serius baik dari pemerintah maupun bagi institusi perbankan, padahal...praktek-praktek seperti itu bisa merugikan bank dan juga memberikan pelajaran tidak baik bagi masyarakat. Masyarakat pasti akan dirugikan dengan praktek ini, tapi apa mau dikata....kalau sedang kepepet atau butuh uang cepat..kesanalah mereka akan mengadu. Hal ini terkait dengan kemudahan yang mereka dapatkan, karena kalau ke tempat gadai illegal ini mereka cukup memberikan BPKB...langsung dapat uang. Berbeda jauh dengan peminjaman di Bank, butuh inilah...butuh itulah...nunggu proses analisa, kemudian unggu pencairan, melengkapi dokumen dan kondisi ini terkadang membutuhkan waktu yang cukup lama. Makanya sampai saat ini, bisnis ilegal ini semakin berkembang pesat tanpa ada yang berani dan mampu mencegahnya.
Lain lagi dengan Bank-bank besar di negeri ini yang memiliki trend untuk mendirikan unit mikro, untuk menjangkau nasabah-nsabah mereka yang selama ini tidak bisa dibantu melalui kredit komersil bank tersebut. Danamo buka Danamon Simpan Pinjam (DSP) , Bukopin bikin Swamitra, Bank Rakyat Indonesia dengan Teras BRI, Unit Mikro BNI, Mandiri Unit Mikro, CIMB dengan Mikro Laju, PNM dengan Ullam dan lain-lain.
Saya juga heran dengan Bank Indonesia, sudah jelas-jelas ada pembagian job pada masing-bank, dan seluruh planning dan program yang akan direncanakan oleh institusi perbankan selalu diketahui dan di sah kan pelaksanaannya oleh Bank Indonesia. Tapi kenapa kegiatan-kegiatan usaha mikro ini diperbolehkan berdiri dan beroperasi di lokasi-lokasi yang sudah menjadi lokasinya BPR/BPRS, secara tidak langsung Bank Indonesia sudah memulai program meminimalisir jumlah BPR/BPRS yang ada...(Ini hanya analisa ekstrim saya).
Saya pernah punya analisa..! Kalau mau minjam dana Rp. 500.000,- kebawah pinjamlah ke koperasi, kalau mau minjam Rp. 5jt kebawah maka datanglah ke BPR/BPRS dan kalau mau pinjaman diatas 10 jt maka kunjungilah Bank. Ini yang sering terngiang dalam pikiran saya, bahwa masing-masing lembaga keuangan telah memiliki opsi pasarnya sendiri-sendiri, sehingga tidak akan terjadi persaingan tidak sehat antara institusi keuangan yang ada.
Tapi apa yang terjadi saat ini, pangsa pasarnya BPR/BPRS mulai tergerus oleh kemunculan lembaga-lembaga mikro dari beberapa bank besar yang ada di negeri ini, mereka juga bisa memberikan pembiayaan dibawah Rp. 5jt, sehingga bisa dipastikan masyarakat akan lebih memilih lembaga mikro tersebut ketimbang Bank, bisa jadi karena kemudahan dan juga nama bank yang berada di belakang lembaga mikro tersebut.
Apa salahnya, jika bank ingin melaksanakan program mikro, bekerjasama saja dengan BPR/BPRS yang ada di lokasi mereka. Hal ini lebih berdayaguna dan bermanfaat bagi kedua belah pihak, bukan harus mematikan nafkah dari bank-bank yang kecil tersebut, dan saya pikir inilah solusi konkrit bagi Bank-Bank Besar dalam menyalurkan dana mikronya. ......terkait lagi dengan Bank-nya...mau nggk bekerjasama dengan BPR/BPRS, dan mau nggak BI mempersulit izin pendirian unit mikro di daerah-daerah.
Belum lagi ditambah dengan program pemerintah yang bekerjasama dengan beberapa Bank Nasional dan Bank Pembangunan Daerah untuk pembiayaan KUR (Kredit Usaha Rakyat), dengan subsidi bunga yang diberikan pemerintah dan juga penjaminan serta tingkat suku bunga yang diberikan kepada nasabah yang relatif rendah dibandingkan dengan suku bunga pada perbankan lainnya.
Saat ini semua orang sudah terjangkit virus KUR, dimana-mana masyarakat bercerita akan kemudahan dan bunga rendah yang bisa didapatkan melalui program KUR, dan berbondong-bondong mengajukan pinjaman di Bank-bank penyalurnya. Per bulan Agustus 2012 Bank-bank yang menjadi penyalur Kredit Usaha Rakyat ini antara lain, BRI sebagai penyalur terbesar dengan jumlah Rp. 51,6 triliun disusul oleh Bank Mandiri dengan plafond Rp. 9,6 triliun, BNI dengan plafond sebesar Rp. 8,9 trilun, BTN dengan plafond Rp. 2,9 triliun, BSM 2,4 triliun, BNI Syariah Rp. 17,9 miliar, dan penyaluran KUR oleh BPD sampai bulan Agustus 2012 ini telah mencapai Rp. 8,2 triliun. Sebuah pencapaian yang sangat baik bagi sebuah program pemerintah untuk membantu masyarakat yang memiliki usaha kecil dan menengah.
Program KUR yang sudah membahana di seantero Indonesia tersebut bisa saya pastikan secara langsung telah membunuh pangsa pasar yang dimiliki oleh BPR/BPRS....Timbul pertanyaan besar bagi saya, sadarkah pemerintah dan juga Bank Indonesia akan akibat yang ditimbulkannya ...? Saya rasa para stake holder ini sadar akan apa yang ditimbulkan oleh program KUR tersebut. Apakah azaz pembiaran yang saat ini diberlakukan oleh pemerintah, ataukah BI sudah mulai gerah dengan keberadaan BPR/BPRS yang ditakutkan akan mengganggu kesehatan perbankan di Indonesia.
Dengan program-program yang dicanangkan pemerintah tersebut otomatis akan membunuh dan mengakhiri keberadaan BPR/BPRS di tengah-tengah masyarakat yang coba mereka berdayakan melalui produk-produk yang mereka miliki. Mereka membina nasabah mulai dari yang kecil sampai bisa beranjak menjadi pengusaha besar, biasanya kalau sudah besar...nasabah akan mereka giring ke beberapa bank yang telah bekerjasama dengan BPR/BPRS tersebut. Inilah bentuk porsi pembagian job yang telah ditetap kan oleh para pengambil kebijakan, plafond pinjaman yang di ajukan kepada BPR/BPRS akan diset supaya tidak menggerus kesehatan BPR/BPRS tersebut dan juga tidak mengambil pangsa pasar-nya Bank Umum. Nah....! Sekarang,..Pemerintah melalui Bank Umum yang ada mencoba menggerus pangsa pasar BPR/BPRS tersebut dengan memberikan pembiayaan kepada sektor mikro dan menengah yang selama ini menjadi jargon jualannya BPR/BPRS.