Lihat ke Halaman Asli

Bukan Dongeng Superman, Dongengkan Anti Kekerasan

Diperbarui: 25 Juni 2015   22:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tiba-tiba tangan Bedu merangkul Mentari dari belakang sambil berkata, “Halo cantik, boleh aku jadi sahabatmu?”.Tanpa disangka oleh Bedu, Mentari yang terlihat lembut itu membalikan badan menghadap Bedu dan menolak tangan Bedu sambil menatap tajam. “Maaf, kalau kau ingin jadi sahabatku, jangan lakukan seperti ini tadi kepadaku! Awas, aku akan berteriak jika kamu melakukanya lagi!”

Cuplikan di atas merupakan petikan sebuah dongeng dari kegiatan Rifka Annisa Goes to School di SDN Kalongan pada tanggal 19 November 2011 yang lalu. Adegan dongeng tersebut menggambarkan bagaimana seorang anak perempuan bernama Mentari, berupaya menolak perlakuan tidak sopan seorang anak laki-laki yang akan melecehkan dirinya. Acara Rifka Goes To School ini merupakan satu dari rangkaian acara kampanye 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (HAKTP) yang dilakukan Rifka Annisa dengan tujuan mensosialisasikan perilaku anti kekerasan kepada anak-anak di institusi pendidikan.

“Rifka ingin mengajak masyarakat memikirkan kembali bahwa anak-anak juga menjadi target bahkan pelaku dari kekerasan,” tutur Any Sundari,selaku Humas dan Data Media Rifka Annisa. Anak-anak sering mengalami kekerasan dalam bentuk sepele. Namun yang mungkin luput dari perhatian kita adalah akibat tindakan sepele itu bisamengarah pada tindak pelecehan seksual.

Berdasarkan Konvensi Hak Anak yang disahkan Majelis Umum PBB, setiap anak berhak mendapat perlindungan dari segala bentuk eksploitasi seksual (pasal 34). Hal tersebut juga dijamin dalam Pasal 28B ayat 2 UUD 1945, yang menyatakan “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”. Setiap anak memiliki hak konstitusional sehingga negara dan masyarakat wajib melindungi hak asasi anak.

Anak-anak menjadi target penting dari kampanye anti kekerasan, agar mereka menyadari betapa pentingnya mencegah dan melindungi diri mereka dari kekerasan seksual sejak dini. Berdasarkan laporan yang dihimpun oleh Divisi Pendampingan Rifka, pada tahun 2010 ada 3 kasus pelecehan seksual yang dirujuk dari Polres Imogiri (2 kasus) dan Polres Gunung Kidul (1 kasus). Pada tahun yang sama pula, ada 22 kasus perkosaan yang terjadi di Yogyakarta. Pada tahun 2011, terjadi peningkatan pada kasus pelecehan seksual yaitu sejumlah 29 kasus dan kasus pemerkosaan meningkat menjadi 25 kasus. Kasus pelecehan seksual maupun pemerkosaan tersebut setidaknya membuat kita waspada untuk lebih melindungi anak-anak dari kejahatan serupa.

Dalam kampanye ini, dongeng disampaikan oleh Arif Rahmanto. Pria yang sehari-hari berprofesi sebagai guru di SD Muhammadiyah Sapen tersebut begitu komunikatif dan menghibur dalam menyampaikan dongeng yang berjudul “Mengejar Bintang”. Dengan mengambil ilustrasi seorang anak laki-laki bernama Bedu yang sering menjahili teman-temannya di sekolah terutama anak-anak perempuan, Kak Arif (sapaan akrabnya), mencoba memberikan informasi tentang pentingnya keberanian anak-anak untuk mencegah dan melindungi dirinya dari pelecehan seksual. Secara sederhana, kampanye anti kekerasan yang dikemas dalam gaya bahasa ala anak-anak tersebut, ingin mengajak anak-anak sadar akan perilaku dan kegiatan apa saja yang dapat menjurus pada kekerasan seksual. Permainan kuda-kudaan, pengantin-pengantinan, dan dokter-dokteran yang biasa anak-anak lakukan, seringkali mengantarkan terjadinya kasus pelecehan tanpa disadari baik oleh pelaku atau korban.

Kegiatan ini sekaligus menjadi momentum Rifka Annisa untuk mengajak para guru, orang tua, dan khususnya anak-anak itu sendiri untuk melakukan usaha preventif. Sejauh ini, tidak banyak keluarga maupun pihak sekolah yang memperhatikan isu kekerasan terhadap anak sebagai hal krusial. Pihak keluarga malah sering merasa malu untuk menguak atau melaporkan kasus tersebut dianggap tabu.

Rifka Annisa ingin mengajak masyarakat waspada sekaligus tidak segan melaporkan kepada pihak berwajib, jika tindakan kekerasan seksual tersebut menimpa anak-anak, karena pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur dapat dijerat oleh hukum. Sehingga, kedepan masyarakat dan khususnya anak-anak dapat sedini mungkin menyadari pentingnya melindungi diri dan lingkungannya dari kekerasan seksual tersebut. (One)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline