Bukan suatu hal baru lagi jika Indonesia dikenal sebagai negara yang pluralis. Berbagai pulau dihuni oleh kelompok masyarakat dengan karakteristik yang berbeda. Sebut saja keberagaman. Keberagaman selalu menunjukkan adanya beberapa jumlah agama, ras, suku, budaya, dan bahasa dalam suatu kelompok. Sedangkan pluralisme sering dimaknai adanya kesediaan keterbukaan dan toleransi di tengah-tengah keberagaman yang mengkulminasikan perdamaian sebagai hasil untuk dipertahankan.
Namun ironisnya, dalam proses sosial sering ditemui adanya kelompok-kelompok tertentu yang sengaja diklasifikasikan berdasarkan latar belakang yang sama. Bahkan bukan hal asing apabila keberagaman seringkali menjadi kausalitas timbulnya konflik hingga perpecahan kelompok akibat hal-hal sepele yang dianggap kontroversial. Di era pesta demokrasi misalnya.
Pesta demokrasi menunjukkan kedaulatan rakyat dengan memilih kandidat untuk menjadi pemimpin yang sesuai dengan kriterianya. Terlepas dari itu, pemahaman istilah demokrasi tidak hanya berputar pada konsep yang berkembang dalam dunia politik saja. Melainkan suatu konsep menghargai setiap hak-hak dan kemampuan individu dalam bermasyarakat. Menghargai pendapat misalnya. Setiap orang berhak menyuarakan pendapatnya sebagaimana yang termaktub dalam Undang-Undang Dasar 1945.
Jelang pilpres 2019 beberapa hari ini, suara rakyat mewarnai di setiap beranda media sosial. Khususnya beberapa pernyataan persuasif yang bermaksud untuk mengajak orang lain agar memilih calon atau kandidat yang sesuai dengan kehendaknya. Namun tidak jarang ditemui, bahwa pada akhirnya tanpa disadari pernyataan tersebut justru mendapat respon yang negatif akibat misaferensi. Kelompok lain sebagai kubu lawan memiliki sudut pandang berbeda hingga kemudian menilai bahwa ia terlalu berlebihan dan bertolak dengan fakta yang ada. Perbedaan pendapat ini seringkali berujung pada klaim kebenaran pribadi. Seperti antara dua kubu yang saling mengklaim bahwa capres dan cawapres yang dipilih sesuai kehendaknya adalah pemimpin yang lebih pantas membawa Indonesia menjadi lebih baik, berkembang, dan maju.
Dari konflik tersebut akhirnya berimbas pada orang lain yang tidak pandai memfilter informasi sehingga menjadi bimbang dan lebih memilih golput daripada menyuarakan hak suaranya. Padahal hak suara setiap individu akan menentukan siapa pemimpin yang pantas untuk memimpin bangsa Indonesia. Maka dari itu terlepas dari beberapa konflik yang telah terjadi, di hari tenang menuju pilpres saat ini, mari kita renungkan kembali betapa pentingnya hak suara kita demi masa depan Negara Republik Indonesia yang lebih baik. Apabila masih ada kesempatan untuk menimbang kelebihan dan kekurangan dari kedua capres dan cawapres, maka lakukanlah dan pilih salah satu yang menurut anda pantas. SEBAB GOLPUT TIDAK AKAN MEMBERIKAN SOLUSI BAGI INDONESIA!!!
#iainjemberantigolput
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H