Lihat ke Halaman Asli

Rifka Aulia

Mahasiswa UPN "Veteran" Yogyakarta

Komunikasi Lintas Budaya Mahasiswa Indonesia pada Program Indonesia International Student Mobility Awards (IISMA) di Rusia

Diperbarui: 30 Maret 2023   05:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Iisma Picture. Sumber: Universitas Diponegoro

Indonesian International Student Mobility Awards (IISMA) merupakan program baru dari pemerintah Indonesia dibawah naungan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) dimana mahasiswa Indonesia tingkat sarjana (S1) berkesempatan untuk mengambil studi selama satu semester pada perguruan tinggi mitra Indonesia di luar negeri. Mahasiswa yang dapat mengikuti program IISMA dimulai dari mahasiswa semester 4 sampai semester 7.

Tantangan yang muncul kemudian adalah mahasiswa yang mendapat program IISMA di negara yang tidak menggunakan Bahasa inggris sebagai Bahasa utamanya. Mahasiswa yang mendapat negara seperti di Amerika Serikat, Inggris, ataupun Singapura akan lebih mudah berkomunikasi daripada mahasiswa yang menjalani program di negara seperti Jerman, Jepang ataupun Turki. Tidak terkecuali juga negara Rusia. Rusia seperti diketahui memiliki Bahasa yang sulit karena adanya alfabet Cyrillic yang tidak familiar terutama bagi orang Indonesia.

Mahasiswa Indonesia dengan mahasiswa Rusia maupun masyarakat Rusia merupakan dua budaya asal yang sangat berbeda. Budaya tidak dapat dipisahkan dengan komunikasi dan setiap budaya memiliki perbedaan berkomunikasi masing-masing. Komunikasi lintas budaya menjadi alat yang tepat untuk melihat keseluruhan cara hidup dari suatu kelompok masyarakat yang terjalin dari generasi sebelumnya sampai ke generasi selanjutnya. 

Selain itu, komunikasi yang dilakukan oleh seseorang tidak akan terlepas dari budaya yang ada didalam dirinya. Keseluruhan yang menjadi bagian dari budaya seperti nilai, norma, kepercayaan, pandangan melihat dunia, diri sendiri dan orang lain akan memengaruhi setiap individu dalam berkomunikasi.

Pada mahasiswa Indonesia yang mengikuti program IISMA di Rusia, dari segi perbedaan agama, di kota Moskow masyarakatnya menerima dengan positif perbedaan tersebut. Meskipun kota Moskow mayoritas penduduknya beragama Kristen Ortodoks, tetapi masih sangat mudah menemukan makanan halal. Hal tersebut dikarenakan di kota Moskow banyak juga pendatang dari negara tetangga yang beragama Islam seperti Kazakhstan maupun Pakistan.

Perbedaan Bahasa merupakan tantangan terbesar yang dihadapi mahasiswa Indonesia program IISMA di Rusia yang kemudian sulit untuk melakukan komunikasi lintas budaya dengan masyarakat sekitar. Namun, mahasiswa Indonesia tidak butuh waktu lama untuk menyesuaikan diri dalam hal komunikasi dengan memahami beberapa kata yang sering diucapkan ketika berinteraksi, Mahasiswa Indonesia juga menggunakan alat bantuan berupa aplikasi penerjemah yaitu Yandex translate yang lebih akurat menerjemahkan Bahasa Rusia dibandingnya google translate.

Budaya yang paling berbeda antara Indonesia dan Rusia yaitu mengenai budaya tolong-menolong dan sifat peduli dengan sekitar. Di Rusia, masyarakatnya cenderung individualis. Terdapat impresi bahwa orang Rusia akan terkesan dingin dan tidak ramah ketika tidak saling mengenal namun akan lebih akrab dan bersikap hangat dengan orang yang sudah dikenalnya. Hal tersebut dikarenakan bagi orang Rusia menunjukkan sikap ramah-tamah ataupun senyuman kepada orang lain yang tidak dikenal akan dianggap tidak sopan. Meskipun begitu, tidak sulit untuk mahasiswa Indonesia berbaur dengan masyarakat Rusia.

Untuk mahasiswa Indonesia yang muslim dan berhijab, pandangan negative terkait jilbab tidak terlihat di kota Moskow. Mahasiswa muslim tidak khawatir dengan adanya perlakuan Islamophobia karena masyarakat Rusia menunjukkan sikap toleransi yang baik. Selain itu, rasisme mengenai bangsa Asia juga tidak dirasakan oleh mahasiswa Indonesia program IISMA.

Sebelum berangkat ke Rusia, mahasiswa Indonesia sudah diberitahukan mengenai keberangkatannya yang bertepatan dengan musim dingin dimana suhu dapat mencapai -22 derajat Celsius. Hal tersebut menjadi pengalaman pertama bagi mahasiswa Indonesia mengingat di Indonesia hanya terdapat dua musim. 

Selanjutnya, informasi mengenai tempat tinggal juga sudah jelas yaitu tinggal di dormitory kampus. Kondisi dari dormitory itu sendiri juga jauh berbeda dengan bayangan mahasiswa Indonesia dimana merupakan bangunan lama dengan aturan yang lumayan ketat dari petugas. Mahasiswa tidak diijinkan sembarang menggunakan peralatan listrik, untuk pergantian sprei dan handuk dilakukan pada hari selasa dan adanya inspeksi mingguan dari petugas.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline