Saya adalah auditor pertanian, perkebunan dan produk olahan pangan organik dari lembaga sertifikasi independen.
2 minggu ini melaksanakan tugas di wilayah Wates, Kulonprogo, DIY. Produk yang kami “inspeksi” adalah gula kelapa organik, atau biasa disebut gulo batok. Terlepas dari siapa dan apa pekerjaan saya, bukan nilai penting dalam tulisan ini.
--
Suasana kromo inggil mengiringi setiap percakapan keseharian kami, cukup sulit bagi arek jawatimuran untuk menata kosakata dengan halus mendayu-dayu seperti mereka, salah-salah terkesan kasar, dan tidak nyaman di hati, jadilah kita berbahasa ngoko-indonesia, suapaya aman, tidak lupa kita selalu minta maaf.
Terdapat 2000-an (dua ribu) petani gula kelapa yang harus kita pastikan tidak menggunakan pupuk kimia dan pestisida, kita mengambil sampel sekitar 60-an (enam puluh), saya dan rekan bagi tugas selama 2 minggu kedepan, alhasil paling tidak masing2 dari kami bertemu 5-7 petani tiap harinya.
Yo ngene iki mas wong gunung, ngaputen mas nggeh, tasik primitip (ya begini mas orang gunung, maaf mas yah, masih primitif),
Yo mboten toh pak, njenengan sampun kelambenan, nggeh mboten primitip, teng pundi tiang primitip saget ndamel henpon sisan, (ya tidak pak, bapak sudah pake baju, ya tidak primitif, diamana orang primitif bisa memakai Handphone juga)
Berulang-ulang mereka minta maaf, meskipun tidak salah, padahal saya sangat menikmati mengenal mereka dan belajar dari mereka.
Di tengah perjalanan – niku tiang sing nderes teng duwur sinten pak ? mandap teng mriki disek pak (itu yang sedang mengambil gula di atas siapa pak ? berhenti di sini dulu – begitu permintaan saya ke mas kamto, yang mengantar saya mengunjungi sang penderes.
Waduh pak, kulo lali asmone, engken kulo tingali teng daptare mawon. (maaf mas, saya lupa, nanti saya lihat di daftar) – ucap mas kamto
berhentilah saya, tepat sebelum pak tukijan turun, kemudian bertanya nama, rumahnya mana, pohonnya dipupuk apa, dll. Seketika saya belajar tentang perjuangan mereka menggapai manis di ujung atas pohon kelapa. Meskipun hasil tidak semanis dengan harga gula kelapa saat ini, namun kedamaian tetap meliputi mereka dengan sederhana, yang jelas jerih payah pun tidak bisa dibandingkan dengan resiko yang ada.
Sudah jam 8 pagi, pak agus, sopir kami sudah datang menjemput di wisma ini, *wisma kusuma, konon katanya ini hotel paling bagus di wates, dan sepertinya saya setuju. Ini hari kesekian kami mengunjungi petani gula, sekenario kunjungan terdapat segala pertanyaan seputar organik, namun diluar sekenario tersebut, ada idealisme hati untuk turut merasakan kebahagian sederhana mereka, meskipun ditengah himpitan ekonomi. Merasakan memiliki rumah ditengah hutan yang hanya bisa diakses dengan jalan kaki semi pendakian. Mendengarkan musik gamelan jowo dari stereo yang mereka miliki dengan volume keras, musik itu cukup menghibur bagi rumah di tengah hutan. Mendadak saya ingat hastag di twitter #bahagiaitusederhana.
Rekan saya berkata, Nek hasil korupsine wawan nang banten ikut digawe mberdayakno petani macem wong-wong iki pasti iso ngewangi – (kalau hasil korupsi wawan di banten itu dipakai untuk memberdayakan petani macem wong-wong iki pasti iso ngewangi).
Yo jelas mas, minimal digawe dalan ae, wis ngewangi iku – (ya jelas mas, minimal dibangun jalan saja, sudah membantu) jawab saya.
-----
Pemerintah, kementrian dan dinas, memang paling enak untuk dijadikan kambing hitam, karena saat masyarakat berinovasi, hanya sektor pemerintahan lah yang masih loading. Saat masyarakat membutuhkan organik, supsidi yang diberikan adalah supsidi pupuk kimia, dan diberbantukan ke kelompok-kelompok tani. Sudah salah, menjerumuskan lagi.
Saat ini harga gula kelapa turun, hingga harga 1 kg gula tidak cukup untuk membeli 1 kg beras, padahal di wilayah ini tidak ada lahan padi.
Aktifitas kami di kulonprogo ini merupakan secuil sumbangsih kami untuk membantu petani gula kelapa (yang biasa disebut penderes/pendewan), saat dokumen “garansi” organik kami berikan, maka gula kelapa dari 2000 petani akan dibeli pasar Eropa dan Amerika dengan harga yang tinggi, sistem koprasi akan mengkondisikan penderes memperoleh harga yang tinggi. Sumbangsih yang sungguh menyenangkan, ini pekerjaan semi berlibur, saya dulu sering bercanda, saat ditanya pekerjaan saya apa, saya menjawab pekerjaan saya adalah jalan-jalan. Haha… -(@rifan__)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H