Lihat ke Halaman Asli

Setelah Perutku Berpusing

Diperbarui: 19 September 2019   16:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber ilustrasi: pixabay

setelah perutku berpusing
tetap tak ada sesuatu untuk disantap
detik yang menggenapkan jam demi jam
telah mengelabui jemari bahwa dia tetap diam
bahkan malam seperti berselimut
kendati dingin di luar pertanda fajar turun
pelan-pelan

apalah yang kemudian membuat jemari
meremukkan kata pada mesin tik tua
bahwa perut berpusing ternyata tak bisa
diganjal puisi
kecuali besok pagi ada selembar amplop
dan prangko yang dijilat ludah
mengirimkannya kepada laci penyimpan uang
cukuplah lembaran untuk membeli secangkir cerita
dan nasi berasa asap

setelah perutku berpusing
pagi menggurui matahari agar mengoyak mega
dengan mata terpejam-buka, si roda tiga
menghantarkanku ke sepiring lontong
dengan perempuan gendut berbobot gajah
berkulit badak
menggarami hatiku dengan lembaran

ah, kukirimkan kata kepada redaksi
ternyata buah keringat dari kaki
terkadang lebih cepat dan siap dipetik
daripada jemari yang saling berkejar
meremuk kata untuk menunggu waktu
mengantar uang kiriman yang lambat susah
tapi tetap kutunggu meski sambil meludah

setelah perutku berpusing
terkadang jiwa tak laku
untuk dijual pembeli nasi
sampai perutku kembali menggasing

Ujung Kata, 919




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline