Lihat ke Halaman Asli

Puisi | Membasuh Sejarah

Diperbarui: 11 September 2019   10:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber ilustrasi : pixabay

Kita terlalu lama tak membasuh sejarah, daki merupakan bukti berkaratnya kompas arah,  labirin membingungkan menjerembab dalam liang yang sama, lupa belajar sejarah, setelah karatnya simetris dengan retak, saat kepulangan.

Hidup adalah sejarah yang berulang, tak ada yang baru kecuali inovasi, masih ada orang baik  menyesap kopi dan jelanak rokok, membiarkan mereka berlalulalang sibuk dengan ladang.

Hidup adalah sejarah yang berulang, tak ada yang baru kecuali inovasi, tetap ada orang jahat berdiam di tuas malam, memikirkan bagaimana lalulalang dikekang, ladang orang diberangus, pada saat kawan menjadi lawan, entah kapan lawan bisa menjadi kawan.

Kembalilah pada rintih sejarah,  lupa dibasuh, lupa diingat, karena setiap isi  berpongah, dulunya memiliki kulit penjaga, bagaimana menata masa depan, meski jasa terlupa diselimut gersang, dada  parang.

Sepeti pohon durian akan tumbuh besar, berbuah, legit menempel di jakun, karena ada sejarah  mengaminkan biji, sehingga dia mau dirayu menjadi tunas, sebagai pemberi makan masa.

Kita jangan lupa sejarah, sebelum kita akhirnya kalah, dipapah, karena kaki patah, basuhlah dia sebelum daki itu menjadi kecambah susah.

Ujung Kata, 919

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H



BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline