Lihat ke Halaman Asli

Kejadian Ghaib yang Kualami

Diperbarui: 4 September 2019   21:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber ilustrasi : pixabay

Aku teringat ketika stroke mengharuskanku diinapkan di ruang iccu. Cukup banyak kejadian yang aku alami, dan terus terang aku pendam sekian lama. Kendati gejolak untuk mengungkapkan kisah tersebut tetap menggeliat dalam sekian tahun berselang.

Aku ingat sekitar Mei 2019, pada hari ketiga di ruang iccu, tiba-tiba suasana kalang-kabut. Seorang ibu yang berada di sudut ruang iccu, ditemukan sudah tak bernyawa. Aku yang waktu itu dalam kondisi antara sadar dan tidak, mengalami shock berat, akhirnya dipisahkan selama satu hari dari ruang iccu berkapasitas empat tidur itu.

Setelah dikembalikan dari ruang terpisah, perputaran hidup saya sama sekali nol. Boleh dibilang saya sudah diindikasikan koma. Hingga perjalanan ghaib itu dimulai.

Pada malam keempat, dalam suasana dingin mencekam, kejadian itu pun tiba. Sebab ruang iccu hampir mengalami over kapasitas karena datang dua pasien akut karena kecelakaan, maka sebagai pasien lama, tempat tidurku yang paling cocok dipindah-pindah. Yang menakutkan,  aku dipindahkan ke tempat  ibu yang beberapa hari sebelumnya meninggal dunia.

Aku sebenarnya ingin protes tak mau dipindahkan ke situ , tapi alam bawah sadarku lebih kuat mengajak tidur. Hingga pada tengah malam, aku mendengar suara mendenging entah dari mana, tak berhenti-henti. Aku menginginkan seseorang segera menghentikan  dengingan itu. Tapi tak ada mau, sehingga saya terjaga sampai dinihari. 

Saat dini hari itulah (mungkin sekitar pukul dua) aku mendengar ribut-ribut di ruang perawat. Keluargaku ngamuk-ngamuk, memaksa ingin memindahkanku ke rumah sakit lain. 

Aku yang saat itu menolak, akhirnya menceracau. Kelak aku tahu kejadian ribut-ribut itu hanyalah halusinasi. Pada saat kejadian itu, keluargaku sudah kembali ke Medan, yang berjarak lebih dari tiga ratus kilometer dari Palembang.

Mungkin karena menceracau terus, tensiku melonjak naik. Perawat kebingungan, sehingga di antara mereka berbincang, kalau pasien yang ditempatkan di bekas tempat orang meninggalkan, maka ditakutkan akan menyusul. Aku semakin ketakutan. Aku takut mati, meninggalkan anak-anak yang masih kecil.

Saat ketakutanku mencapai titik nadir, tiba-tiba aku melihat sosok lelaki yang menutupi kepalanya dengan jaket hitam, berdiri sekitar dua meter di samping kiriku. Saat itulah aku berpikir akan mati. Mungkin orang itu malaikat pencabut nyawa. Aku semakin merinding. Aku berpaling ke kanan. Kiranya di tirai pemisah antara satu pasien dengan pasien lain, sudah ada perempuan berjilbab hitam seperti tergantung, dan dia menatapku dengan pandangan kosong.

Aku tak ingin larut dalam ketakutan. Aku mencoba memejamkan mata, sementara perawat menyuntikkan sesuatu ke selang infus. Seketika aku tenang dan meminta minum. Setelah itu aku tak lagi melihat lelaki dan perempuan itu. Tapi aku merasakan mereka sedang memperhatikanku entah dari mana. Aku tetap ketakutan, apalagi merasa de javu, karena lelaki yang menutup kepalanya dengan jaket hitam itu adalah lelaki sama yang dilihat ibuku ketika sakit keras bepuluh tahun sebelumnya.

Aku yakin dia tinggal menunggu waktu untuk mencabut nyawaku. Apalagi besok harinya aku sakit perut yang sangat. Kata perawat , itu lantaran aku dikasih obat agar bisa bab. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline