Lihat ke Halaman Asli

Senja Buta

Diperbarui: 23 Agustus 2019   14:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber ilustrasi : pixabay

Sering sekali aku berharap suatu kali saat membuka mata, aku bisa melihatnya duduk santai di taman sambil menunggu gelap turun diam-diam, memaksa lampu memintal cahaya, menggantikan tugas matahari yang lelah menggarangi bumi.

Mungkin merah itu cantik. Kubayangkan pipinya merah merona. Mungkin putih itu indah. Kubayangkan selain pipi, sekujur tubuhnya putih bersih. Apakah dia memiliki rambut panjang indah? Apakah matanya coklat memesona?

Senja ini aku menangkap kembali suara hela napasnya, lembut pertanda hatinya senang. Aku memaksa ujung tongkat bekerja seakan memiliki mata. Akhirnya aku menemukan bangku panjang, perlahan menurunkan bokong sambil bernapas dalam-dalam, seakan ingin menghirup hawa senja bersemayam di dada. Mungkin sambil menikmati senja, dia sedang melanjutkan membaca novel yang kemarin baru dirampungkannya setengah.

"Hai, Sanif, ke mari! Aku di seberang." Ternyata dia melihatku datang. Aku tersipu.

"Senja ini indah, ya?"

Dia bergumam, "Hmm."

"Sedang melanjutkan membaca novel kemarin, ya?"

"Kok tahu?"

"Aku mendengar suara kertasnya kau balik?" Sesaat kami terdiam. Sebuah mobil ambulance---mungkin---sedang melintas di seberang taman. Suaranya menyalak senja. "Sudah halaman berapa?"

"Maksudmu?"

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline