Lihat ke Halaman Asli

Setan Setengah Kecil

Diperbarui: 19 Juli 2019   14:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber ilustrasi : pixabay

Tuluskah kau mencintai yang kotor dan bau? 

Setan itu kini hadir lagi mengisi kamar di sebelah kamarku. Setan setengah kecil karena usianya hampir menyamai usiaku. Dia pendek, nyaris semekot (singkatan teman-teman tentang semeter kotor). Rambutnya selalu awut-awutan dan seperti berkutu. Menurutku kutu senang betul hinggap di kepalanya. Karena dia kotor. Sesuatu yang kotor menjadi jorok. Sesuatu yang jorok pasti bau. Sesuatu yang menyeramkan melebihi hantu.

Maka aku selalu berusaha kamarku bersih. Meskipun seorang mahasiswa plus penyair yang biasanya ditimbun kekusutan dan benda-benda berjumpalitan, aku menjadikannya tak biasa. Labtopku selalu kinclong. Mejaku rapi. Lantai kamar sengaja kulapisi karpet biru. Sebuah vas bunga dengan air dan kembang mawar di dalamnya, selalu kuganti airnya sekali dalam dua hari. Selalu kuganti kembang mawarnya sekali dalam lima hari. Dan ah, aku merasa sangat nyaman! Aku merasa kamarku adalah istanaku. Tentunya sebelum setan setengah kecil itu kembali menghuni kamar di sebelah kamarku.

Dia sebenarnya sepupuku. Dia anak dari adik ayahku. Karena aku yang pertama kuliah di kota ini dan mendapat kos-kosan dekat kampus, ayahnya sengaja menempatkannya sekos-kosan denganku. Tak masalah menurutku. Hingga aku mengetahui tabiatnya yang kotor, jorok dan super duper bau itu, membuat istana yang kubangun ambruk seketika.

Beruntung baru sebulan tinggal bersebelahan dengan kamarku, dia hengkang. Dia pindah ke kota lain berjarak hampir seratus mil dari kota ini. Intinya dia tak hanya hengkang dari kos-kosanku, tapi sekaligus pindah universitas. Ya, Allah. Aku wajib bersyukur. Setan itu akhirnya gugur.

Hingga setengah tahun berlalu, kini dia muncul lagi. Alasan baru, dia tak betah kuliah jauh-jauh dari kota ini. Katanya melankolis, seperti ada yang menjerat hatinya. Kutu busuk! Ada-ada saja! Dia kembali kuliah di universitasnya yang dulu. Tetapi tidak di fakultas yang sama. Dulu dia mengambil jurusan ekonomi. Sekarang  filsafat. Disiplin ilmu yang bagai minyak dengan air. Tak nyambung kata anak-anak muda. Hanya apa perduliku! Terserah dia mau mengambil jurusan apa! Yang penting dia tak sekos-kosan denganku. Itu bila Allah mengabulkan. Sayang, Allah ternyata lebih memilih kami berdekatan.

"Kita bersama lagi ya, Mas!" katanya pagi-pagi saat aku keluar dari kamar mandi. Setan brengsek! Beruntung handuk yang melilit pinggangku tak melorot karena aku lumayan terkejut.

"Huh!" ketusku. Dia mengekori langkahku. Begitu sampai di depan kamarku, aku membentaknya. Tak pantas dia nyelonong ke kamarku sementara aku belum berpakaian.

Oya, kuberitahu kepadamu, setan setengah kecil itu seorang perempuan, dan aku, ya,ya, kau pasti sudah menebak aku seorang laki-laki. Kosan-kosan kami memang lain dari yang lain. Lelaki-perempuan tumplek-blek jadi satu. Masing-masing tinggal menentukan nasib sendiri. Mau kumpul kebo sesama anak kos dan menerima nasib gagal meraih sarjana. Atau apatis dan mementingkan masa depan, kemudian lulus cumlaude. Jelas saja aku memilih yang kedua. Adaikata  aku dan setan itu tak memiliki pertalian darah, siapa pula yang mau kumpul kebo dengan kunyuk busuk seperti dia!

Kembali setan itu menggangguku malam ini. Dia haus dan meminta minuman dingin di botol dalam lemari esku. Aku menyuruhnya menunggu di depan pintu. Kulihat bekas telapak kakinya. Dasar setan, hitam-legam! Main apa anak segede bangkong itu sampai sedemikian jorok? Belum lagi tangannya memegang korek kuping yang dibagian ujung sudah kuning kecoklatan. Setan! Aku pasti akan puasa sampai pagi karena mual dan tak selera memakan apapun.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline