Pada zaman dahulu kala hiduplah seorang kaya bernama Pedro. Tanah pertaniannya luas. Dia juga memiliki ratusan rumah sewaan. Sebelum ayahnya meninggal dunia, dia diwariskan brangkas dari emas. Butuh dua puluh orang baru bisa mengangkat brangkas itu.
Di suatu hari yang cerah, Pedro kedatangan teman akrabnya dari negeri jauh. "Hai Petani, di manakah rumah Majikanmu si Pedro? Aku kawannya dari negeri jauh."
"Jalan lurus ke depan, terus berbelok ke kanan. Seratus meter dari situ kau akan melihat rumah Tuan Pedro."
Setelah mengucapkan terima kasih, lelaki itu menuju rumah Pedro. Dia membayangkan istana yang sangat megah. Puluhan pelayan. Pun makanan-minuman amat lezat. Sepuluh tahun sudah mereka tak pernah berjumpa. Mungkin dia sekarang menjadi gagah perkasa. Si tamu itu berharap diberikan sedikit pinjaman uang, agar dia bisa membeli tanah. Dia juga akan membeli ternak. Si tamu itu membayangkan sebentar lagi menjadi orang yang kaya-raya.
Tapi, alangkan terkejutnya lelaki itu. Setiba di tikungan dan melihat ke depan, dia tak melihat sebuah istana. Hanya rumah sederhana yang ada. Dia kesal. Si petani tadi telah membohonginya. Dia berlari ke tempat si petani, dan berniat memukulnya. "Masih buruh saja sudah bertingkah. Akan kuhajar dia, biar dia tahu sedang berhadapan dengan siapa," gerutu lelaki itu.
Tapi, dia tak melihat si petani itu. Hatinya semakin kesal. "Rinos, ke sinilah." Tiba-tiba terdengar seseorang menyebut namanya. Rinos berbalik. Si petani itu sudah berdiri di belakangnya. Hampir saja si petani dihajar Rinos, kalau saja dia tak menyebutkan siapa dia.
Dia adalah si Pedro teman akrab Rinos. "Kau pasti heran melihat aku, kan?" tanya Pedro sambil menjamu Rinos air putih dari kendi dan tiga kerat roti kering. Itu adalah makan-minuman Rinos sehari-hari sebagai pengangguran. Apakah tak ada makanan enak seperti daging domba panggang?"
"Kau pasti heran melihat aku. Aku bekerja sebagai buruh tani di tanahku sendiri, karena aku tak ingin hidup berleha-leha. Seluruh tanah pertanian di kota ini, seperempatnya milikku. Juga ratusan rumah sewa. Namun semua kuserahkan cuma-cuma kepada orang yang layak mengelolanya."
"Wah, enak sekali. Kau pasti dapat penghasilan bulanan." Rinos berdecak kagum.
"Tak, semuah hasilnya kuserahkan mereka. Aku hanya bekerja sebagai buruh tani mereka. Dan rumah buruk ini adalah hasil jerih payahku. Aku sangat bangga." Pedro tersenyum.
Setelah itu mereka istirahat karena hari sudah malam. Rinos mulai ragu-ragu meminjam uang kepada Pedro. Bagaimana mungkin meminjam uang kepadanya, sedangkan hidupnya sendiri kesusahan. Maka besok harinya dia berniat pulang.