Logam kata yang kau leburkan, ijinkan kurangkai menjadi kalimat, akan menjadi pigura emas, penghias syairmu, agar kita bisa bicara di panggung pemberontakan cinta, setelah ribuan langkah dihela, tapi kita tetap sendiri, tanpa penghias ruang tamu, ruang tidur terasa dingin berteman angin.
Apakah kesendirian tetap terjalin?
Rindu pulang, terkadang membuat kita remuk-redam, utas kata yang minta diikat, dimana kembang dan kumbang mau mengikat, sedangkan kumbang belum lagi bermartabat untuk memanjang usia, berdua. Dan kembang masih malu-malu membuka kelopak.
Haruskah rindu dibunuh dan benci jalan pulang?
Kita memang terasing dari orang-orang yang setia menabur bibit, mereka tersenyum bahagia ketika menuai cerita pada kecambah yang menumbuhkan tawa. Biarkan emas kata menjadi berhias syair, agar cinta tidak menyingkir.
Ataukah kita yang menautkan janji ketika kuronce kasihmu dengan cinta suci?
Ah, aku menikmati senyummu yang terawat nada sampai nanti. Dalam rahim kata aku ingin menguatkan rasa. Sebelum susah sungguh kuingin memetakan zat yang mengikat jari manismu.
Ujunggigil,062019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H