Seekor cucakrawa bernyanyi riang di pagi yang cerah. Dia bertengger di dahan pohon embacang. Dia berpikir suaranyalah yang paling indah di antara cucakrawa lain. Oleh sebab itu dia menjadi sombong.
Dia tidak memiliki teman. Setiap pagi ketika mentari bersinar terang, dia hanya sibuk bernyanyi. Sementara hewan lain pergi mencari makanan.
"Ayolah, kita pergi mencari makanan. Kita harus menimbun persediaan makanan sebab sebentar lagi musim hujan tiba.," kata seekor cucakrawa saat akan terbang mencari makanan.
"Buat apa? Setiap hari aku sudah kenyang bernyanyi. Lihatlah, hewan-hewan lain sangat senang mendengar nyanyianku. Kau dan cucakrawa lain berbeda. Suara kalian serak. Tidak enak didengar. Jadi, carilah makanan banyak-banyak. Sementara aku tinggal menunggu pemberian hewan yang mendengarkan nyanyianku," balas cucakrawa yang sombong itu.
Cucakrawa memang sering dipuji hewan lain. Seekor rusa yang sangat kagum mendengar nyanyiannya, selalu membawakan biji-bijian. Macan pun suka duduk di bawah pohon demi mendengar nyanyiannya. Hingga suatu hari datanglah seorang pemburu. Pemburu itu hampir menembak cucakrawa. Tapi dia mengurungkan niatnya tatkala mendengar nyanyian burung itu.
"Alangkah indahnya suaramu, hai burung! Siapakah namamu?" tanya si pemburu beramah-tamah.
"Namaku cucakrawa. Aku memang memiliki suara paling bagus di antara cucakrawa lain. Marilah dengar nyanyianku!" Cucakrawa bernyanyi lagi. Pemburu bertepuk-tangan sambil menari.
"Wah, aku sangat bangga kepadamu! Maukah kau ikut denganku? Kau akan kubuatkan sangkar bertatahkan emas dan berlian. Kau akan kuperkenalkan dengan orang kaya dan raja. Kau akan mendapatkan makanan mewah, biji-bijian, roti, atau makanan lain yang kau sukai."
Cucakrawa kesenangan. Dia mengepak-ngepakkan sayapnya dan turun mendekati pemburu. Seekor kadal yang mengingatkannya agar cepat menjauh, tidak dia perdulikan. Cucakrawa membayangkan tinggal di dalam sangkar bertatahkan emas, bertemu dengan orang kaya dan raja. Mereka akan memuji-mujinya. Mereka akan memberikan kepadanya makanan berlimpah.
Pemburu dan cucakrawa akhirnya menuruni bukit. Setelah melewati sungai kecil, mereka sampai di sebuah gubuk. Gubuk itu adalah milik si pemburu. Tanpa banyak berbicara, pemburu memasukkan cucakrawa ke dalam sangkar yang terbuat dari bambu.
Cucakrawa berontak. Dia merasa dibohongi. Seharusnya pemburu memberikan cucakrawa sangkar bertatahkan emas dan berlian.