Lihat ke Halaman Asli

Kain Putih

Diperbarui: 17 Maret 2019   10:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

pixabay

Rokian seperti kebakaran jenggot ketika menerima surat Emak nun jauh di dusun pinggiran Sumatera Selatan. Buru-buru Rokian menelepon Piah yang menetap di Plaju, kemudian menelepon Bibah di Kertapati. 

Seperti yang dialami Rokian, dua saudaranya itu mengalami nasib sama; seakan kebakaran jenggot. Buru-buru mereka menuju rumah Rokian di daerah Perumnas. Tak pelak lagi, semua cemas. Demi langsung menemui Emak di dusun, tentu  harus dipikirkan masak-masak. Baru sebulan lebih mereka bertandang ke sana. Mau menelepon, manalah ada telepon di dusun. Kendati pun ada, Emak tak bakalan bisa menggunakannya.

Piah yang lebih dulu sampai di rumah Rokian. Disusul Bibah dengan rambut bak padi terbakar. Apalagi kalau bukan lantaran mamang ojek yang mengebut melintasi pagi yang redup. Rokian menyambut dua tamunya tak seperti biasa. 

Misalnya menyuruh istrinya menghidangkan es teh manis dan panganan ala kadarnya. Dia hanya menghempaskan pantat di sofa. Matanya nanap menatap langit-langit rumah. 

"Jadi benar Emak minta kain putih, Kak?" Piah langsung nyerocos. Bibirnya maju sekian milimeter. Ya, selain karena nyerocos, dari dulu sudah dipatenkan bahwa giginya memang maju. 

"Bacalah!" Rokian mengangsurkan surat Emak kepada Piah. Bibah yang berbadan drum, merapat ke dekat Piah. Dua perempuan itu saling bersitatap manakala selesai membaca surat  Emak.

Berputarlah-putarlah pikiran mereka. Teraduk-aduklah hati mereka. Berbagai terkaan merebak. Tapi semua berujung pada suatu sebab; meninggalnya Ayah lima minggu lalu. Apakah sebab itu Emak dirundung duka? Apakah sebab itu Emak berniat menyusul suaminya ke alam baka? 

Dari dulu, perempuan yang telah bersusah-payah melahirkan dan membesarkan mereka, suka sekali berbuat yang aneh-aneh. Pernah sekali ketika kucing kesayangannya tercebur ke kolam ikan dan mati, Emak sehari-harian berendam di kolam ikan itu seolah ingin mati. 

Ketika kambing kesayangannya disembelih untuk kurban, dia tiba-tiba menghilang. Orang sedusun sibuk mencari. Eh, ketemunya di kandang kambing dengan mulut manyun dan air muka tak sedap. Maksudku tak sedap baunya; bau kambing!

"Apakah Emak ingin menyusul Ayah?" Serentak Piah dan Bibah melempar tanya entah kepada siapa.

"Itulah yang kutakutkan!" Rokian membalas seolah yakin bahwa dialah yang ditanya dua adiknya itu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline