Lihat ke Halaman Asli

Muhammad Rifan Prianto

Mahasiswa Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Pendidikan Indonesia

Menilik Seutas Benang Merah antara Puisi Subagio Sastrowardoyo dan Lagu Elton John

Diperbarui: 27 September 2024   10:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Musik. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Adakalanya sebuah karya dapat berhubungan dengan karya lainnya. Entah secara disengaja atau sebaliknya. Hal demikian juga dapat ditemukan dalam karya sastra. Banyak sekali karya yang memiliki kesinambungan dengan karya sastra atau bahkan karya seni lainnya yang membuat karya tersebut menarik untuk diulas. Sebagai contoh, bagaimana Pink Floyd dalam album Animals terinspirasi dari novel Animal Farm karya George Orwell. Atau karya Haruki Murakami yang memiliki judul serupa dengan salah satu lagu The Beatles, Norwegian Wood, dan masih banyak karya lainnya lagi.

Kemiripan dua karya yang memiliki rasa yang selaras saya temukan secara tidak sengaja di puisi Subagio Sastrowardoyo yang berjudul Manusia Pertama di Angkasa Luar dengan lagu Rocket Man yang dinyanyikan oleh Elton John. Rentang waktu terpublikasinya dua karya tersebut tidak jauh berbeda, yakni puisi MPdAL pada tahun 1970 dalam himpunan puisi Daerah Perbatasan, dan Rocket Man dua tahun berselangnya.

            Setelahnya, ada ketertarikan saya untuk mengulas dan menemukan kesamaan terhadap dua karya di atas ini lebih dalam lagi. Lebih jauh lagi.

Seutas Benang Merah

            Hal pertama yang meyakinkan saya bahwa dua karya ini memiliki kesamaan ialah terkait tema yang membicarakan tentang kehidupan di luar angkasa. Ya, dari judulnya mungkin kita bisa langsung mengamini hal tersebut. Kemudian, Manusia Pertama di angkasa Luar jika ditafsirkan secara eksplisit, dapat dipahami bahwa Aku lirik merupakan seorang yang berprofesi sebagai astronaut dan terjebak di ruang hampa, sehingga membuatnya merindukan bumi serta orang terkasihnya.

            Lalu, dalam lagu Rocket Man, menceritakan tentang aku lirik yang memiliki profesi harian sebagai astronaut, dan ia merindukan bumi serta orang terkasihnya ketika sedang melayang-layang di antariksa.

            Julia Kristeva, pernah mengatakan bahwa teks merupakan mosaik atau kutipan-kutipan yang menyerap dan mentransformasi teks-teks lain. Maksud dari pernyataan kritikus sastra asal Bulgaria tersebut ialah suatu teks dapat terbentuk dengan mengolah teks sebelumnya berdasarkan kreativitas dan gagasan pelakunya, sehingga akan tercipta sebuah karya yang baru. Pengertian teks dalam konteks ini juga dapat meluas dan dapat diterjemahkan sebagai suatu realita yang tidak berkutat hanya pada bentuk tulisan.

            Pada kedua karya yang memiliki rentan waktu publikasi berdekatan ini, tentu ada korelasinya dengan peristiwa pada masa itu. Masa-masa munculnya kehidupan kontemporer yang mana misi penerbangan ke luar angkasa oleh Yuri Gagarin telah berhasil pada tahun 1961, dan terus berlanjut serta terus bertambah rekornya. Saat-saat itu, ketertarikan stasiun televisi menayangkan berita ruang antariksa juga sedang gencar-gencarnya. Tak heran, banyak karya-karya seni lain yang memiliki tema serupa. Sebut saja David Bowie dengan Starman-nya, atau film seperti A Space Odysses (1968) dan Star Wars (1977).

Bila kita lihat lebih seksama, Subagio dalam Manusia Pertama di Angkasa Luar ia melihat dengan sudut pandang keputusasaan. Kekuatiran. Apa yang kucita-cita? Tak ada lagi cita-cita/Sebab semua telah terbang bersama kereta/ruang ke jagat tak berhuni. Tetapi/ada barangkali. Berilah aku satu kata puisi/daripada seribu rumus ilmu yang penuh janji...

            Bila kita lihat bagaimana Subagio mengolah keputusasaan dan kekuatiran dengan tema antariksa (bahkan pada tahun itu), rasanya saya menyepakati pendapat A. Teeuw yang mana ia mengatakan bahwa Subagio merupakan penyair yang paling mengasyikkan pada masa penyair modern Indonesia.

            Kemudian, kita berlari sejenak ke lagu Rocket Man. Usut punya usut, Bernie Taupin--penulis lirik Rocket Man dan juga partner Elton John dalam menulis lirik--mengatakan bahwa ia terinspirasi menulis lirik lagu ini setelah membaca kumpulan cerita dari penulis Bernama Ray Bradbury berjudul The Rocket Man dalam antologi cerpen berjudul The Illustrated Man yang terbit pada tahun 1951. Ia juga mengatakan bahwa dirinya ingin memiliki orisinalitas lagu yang terinspirasi dari cerpen tersebut, sebab band beraliran psychedelic, Pearls Before Swine, juga memiliki lagu berjudul serupa. Pun mereka terinspirasi dari cerpen yang sama.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline