Dalam pencarian akan kebahagiaan, sering kali kita mempelajari berbagai pandangan dan filosofi yang dapat membimbing kita. Tetapi, pernahkah terpikirkan oleh Anda untuk menjelajahi keselarasan antara filsafat stoikisme kuno dengan nilai-nilai yang terdapat dalam Al-Qur'an mengenai pencapaian kebahagiaan hidup?
Di dalam artikel ini, saya akan memberitahu Anda pengertian apa itu kebahagiaan. Al-Qur'an, filsafat stoikisme, dan keselarasan antara nilai-nilai Al-Qur'an dengan filsafat stoikisme mengenai pencapaian kebahagiaan hidup.
Kebahagiaan (happiness) adalah cita-cita yang didambakan setiap manusia dalam menjalani kehidupannya. Fakta menunjukkan bahwa sebagian besar manusia, akan berusaha semaksimal mungkin dalam mewujudkan kebahagiaan yang diimpikannya (Rahman et al., 2022).
Dalam agama, terutama dalam agama Islam, praktik ibadah yang diwajibkan kepada manusia sebenarnya bertujuan untuk mencapai kebahagiaan yang sejati. Sementara itu menurut pandangan filsafat, kebahagiaan merupakan puncak pencapaian manusia yang tertinggi.
Al-Qur'an merupakan firman Allah SWT yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW yang memiliki kemukjizatan. Lafal membacanya bernilai ibadah, diriwayatkan secara mutawatir, yang tertulis secara mushaf, dimulai dengan surah al-Fatihah dan di akhiri dengan surah al-Nas. Al-Qur'an berguna sebagai pedoman bagi manusia dalam menata kehidupannya agar memperoleh kebahagian lahir dan batin, di dunia dan di akhirat kelak (Bariyah, 2021).
Stoikisme berasal dari bahasa Yunani yang berarti beranda rumah. Stoikisme adalah prinsip hidup yang bersesuaian dengan kebijaksanaan. Secara historis stoikisme dibawa oleh ajaran Zeno 2300 tahun yang lalu di Athena. Praktik ajaran-ajaran dalam stoikisme banyak dilakukan oleh kalangan milenial, seperti: amor fati dan pengendalian emosi (Rahman et al., 2022).
Keselarasan antara filsafat stoikisme dan nilai-nilai yang terdapat dalam Al-Qur'an mengenai pencapaian kebahagiaan hidup menunjukkan kesamaan prinsip-prinsip yang esensial. Baik stoikisme maupun ajaran Al-Qur'an mengajarkan pentingnya pengendalian diri, ketahanan dalam menghadapi cobaan hidup, dan penekanan pada nilai-nilai moral yang tinggi. Sama halnya dengan stoikisme yang mendorong manusia untuk menerima takdir dan menghadapi perubahan dengan bijak, Al-Qur'an mengajarkan tawakkal (pasrah kepada kehendak Allah SWT) sebagai landasan kebahagiaan. Keduanya juga menekankan pentingnya menjauhi keserakahan dan fokus pada hal-hal yang bermanfaat dalam mencapai kebahagiaan yang sejati. Dalam konteks ini, filsafat stoikisme dan ajaran Al-Qur'an saling melengkapi dan memberikan panduan praktis bagi manusia dalam mengarungi kehidupan ini dengan penuh kebijaksanaan dan mencapai kebahagiaan yang hakiki.
Konsep Stoikisme memiliki prinsip utama, yaitu "hidup selaras dengan alam" yang lebih mengedepankan nalar atau rasionalitas. Islam sangat menghargai peran akal seperti ajaran Stoikisme (Fitri et al., 2021).
Al-Qur'an adalah petunjuk yang mendorong manusia untuk menggunakan akal sehatnya, terlihat pada kalimat afala tatafakkarun, afala ta'qilun, afala yatadabbarun, yang semua itu adalah jargon Al-Qur'an terkait betapa pentingnya penggunaan akal (Rahman et al., 2022).
Amor fati adalah konsep mencintai setiap kejadian yang dialami manusia, baik sesuatu yang menyenangkan, maupun menyedihkan. Secara sederhana amor fati mengajarkan manusia untuk meraih kebahagiaan dan kebijaksanaan dengan tidak hanya sekadar menerima, akan tetapi mencintai semua kejadian yang dialami manusia (Rahman et al., 2022).