Lihat ke Halaman Asli

Rifa Nasya Shafwa

Mahasiswa Hukum

Maraknya Aksi Penipuan dalam Berbelanja Online

Diperbarui: 20 Januari 2021   02:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber : mediakonsumen.com

PENDAHULUAN

Seiring dengan berkembangnya zaman dan teknologi, berbelanja online merupakan suatu hal yang digemari oleh banyak kalangan terutama bagi mereka yang paham dan andal dalam menggunakan teknologi. 

Pada awalnya, aktivitas belanja online atau dapat diartikan juga dengan melakukan transaksi jual beli secara online merupakan hal yang masih asing di telinga sebagian orang karena kurangnya pengetahuan mereka tentang bagaimana cara melakukan transaksi jual beli online dengan baik dan adanya sebuah anggapan bahwa pada praktiknya melakukan aktivitas belanja online merupakan hal yang sulit untuk dipelajari. Namun seiring dengan berkembangnya teknologi dan pemenuhan kebutuhan yang terus meningkat, mereka diharuskan untuk memenuhi kebutuhan mereka dengan cara seefektif mungkin. 

Perkembangan teknologi yang semakin canggih membuat belanja online dijadikan sebagai salah satu opsi utama untuk menciptakan adanya keefektifan tersebut. Banyaknya kemudahan dan manfaat yang diberikan merupakan kelebihan dalam melakukan transaksi jual beli secara online. Namun disamping hal tersebut pula, terdapat beberapa kekurangan dalam berbelanja online. Salah satunya adalah adanya peluang tindak kejahatan aksi penipuan.

Adanya tindak kejahatan aksi penipuan tidak akan terjadi apabila calon pembeli dapat meminimalisir kemungkinan terjadinya hal tersebut. Aksi penipuan terjadi karena kurangnya kehati-hatian calon pembeli dan adanya sikap pelaku penipuan yang hanya mementingkan dirinya sendiri demi memenuhi segala kebutuhannya. Kurangnya kehati-hatian calon pembeli merupakan faktor pendorong pelaku penipuan dapat menjalankan aksinya dengan lancar tanpa adanya hambatan. 

Jika mereka telah merasa andal dalam melakukan penipuan berdasar pada aksi yang telah dilakukan sebelumnya, mereka akan mengembangkan bentuk penipuan tersebut. Penipuan yang terus mengalami pengembangan itulah yang kemudian menjadi sebuah fenomena yang membuat aksi penipuan dalam berbelanja online mengalami peningkatan setiap tahunnya.

Mengambil salah satu contoh kasus di Kota Cirebon, Provinsi Jawa Barat yang melibatkan pria berinisial JS sebagai tersangka pelaku penipuan pelelangan sepatu secara online di akun media sosialnya. Kasus tersebut menghasilkan korban kurang lebih 400 orang. Aksi penipuan tersebut dimulai ketika tersangka mengunggah sepatu dengan merek tertentu melalui Intagram pribadinya dan kemudian dilakukan lelang secara online

Untuk menarik minat sang korban, pelaku menawarkan sepatu dengan merek yang langka dalam setiap proses pelelangannya. Hal tersebut ia lakukan secara berulang dan tercatat telah beraksi sejak 2019. Pelaku mendapatkan sekitar 15 hingga 20 juta rupiah setiap kali melancarkan aksinya. Modusnya, setelah sepatu berhasil dilelang, ia menyuruh korbannya untuk mengirimkan sejumlah uang. Tetapi setelah uang tersebut berhasil diterimanya, sepatu yang telah mengalami pelelangan itu tidak dikirimkan kepada sang pembeli. Uang hasil melancarkan setiap aksinya ia gunakan untuk memenuhi kebutuhan pribadinya (Wamad, 2021).

Hal tersebut menunjukkan bahwa tawaran yang menarik perhatian seperti merek sebuah produk yang langka, diiringi dengan kurangnya kehati-hatian calon pembeli, dan adanya sikap egois dari pelaku penipuan demi memenuhi segala kebutuhannya merupakan beberapa faktor dari banyaknya faktor yang menyebabkan timbulnya kejahatan aksi penipuan dalam berbelanja online

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline